PAINAN(Arrahmah.com) – Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) bersiap meluncurkan peraturan tentang larangan kegiatan hiburan organ tunggal yang mengumbar aurat permpuan. Bupati Pessel Hendrajoni menyatakan, ini merupakan bentuk tindakan tegas dari pemerintah terhadap tarian erotis yang muncul saat orgen tunggal.
“Tarian eksotis yang belakangan marak terjadi harus dihentikan. Ini akan merusak moral dan mental masyarakat terutama generasi muda. Dari sudut pandang agama perbuatan atau kegiatan mengumbar aurat bisa mengundang bencana. Jadi untuk mengantisipasi kedepan pemerintah segera keluarkan peraturan,” katanya, Kamis (10/3/2016), dikutip dari Haluan.
Bupati menegaskan bahwa Kabupaten Pesisir Selatan sangat menjunjung tinggi nilai agama dan adat, maka tidak pantas kegiatan hiburan diselipkan tarian eksotis.
Sementara Tokoh Pemuda Pessel Arif Yumardi menyebutkan, Pesisir Selatan yang berada di selatan Kota Padang Provinsi Sumatera Barat saban waktu terus mengalami perkembangan. Kawasan destinasi wisata baru pun bermunculan di sepanjang garis pantai yang berdampak pada berkembangnya usaha penyediaan jasa dan barang oleh masyarakat lokal. Toko, kedai, pusat-pusat perbelanjaan mini, penginapan pun menjamur di banyak tempat. Pessel yang dulu lengang, kini sudah ramai.
“Pergeseran nilai pun dari waktu ke waktu terus terjadi. Kegiatan yang awalnya tabu dan sulit diterima masyarakat kini sudah jadi pakaian atau setidaknya bukan barang aneh lagi. Salah satunya adalah soal hiburan di pesta perkawinan, atau kegiatan pemuda mengisi momen tertentu,” kata mantan Ketua KNPI Pessel tersebut.
Terkait, Yendi Imam Bandaro Kampai pemangku adat di Lengayang juga mengatakan, yang terjadi saat ini, seolah-olah ninik mamak sudah sulit menolak permintaan anak kemenakan mengganti musik tradisi rabab dengan alat musik elektronik atau orgen tunggal. Rabab, alat musik gesek tradisional khas Minangkabau yang terbuat dari tempurung kelapa, tidak banyak peminat. Sementara musik modern ini , kata dia, bisa membuat banyak orang bertahan selama pesta hingga pagi.
“Selaku penguasa di pesta perkawinan kemenakan, suara ninik mamak justru terkadang sering hilang bila ada permintaan menggelar bunyi -bunyian berupa musik program. Ninik mamak hanya bisa berpesan jaga keamanan dan berpakaianlah yang sopan. Dan akhirnya musik tradisi yang selama ini melekat dengan perhelatan adat mulai ditinggalkan. Gantang dituka orang panggaleh, jalan dialiah orang lalu, demikian pantun lamanya,” katanya.
Menurutnya, pesta perkawinan yang sejatinya dibalut dengan tradisi adat, belakangan dijadikan alas dari pertunjukan nyanyian dan tarian yang tak sesuai akidah dan adat. Kata dia, rasa malu kemudian dikesampingkan.
“Rasanya nyaris tidak ada tempat di Pessel yang tidak menerima tarian mengumbar aurat di orgen tunggal,” pungkas Yendi.
(azm/arrahmah.com)