KASHMIR (Arrahmah.com) – Para siswa di Kashmir enggan untuk datang ke sekolah meskipun pemerintah telah mengumumkan bahwa fasilitas pendidikan di wilayah tersebut telah dibuka kembali.
Sebagian besar dari mereka takut jika kerusuhan kembali terjadi saat mereka di sekolah atau sedang dalam perjalanan. Para orang tua juga khawatir akan keselamatan anak mereka.
Jammu dan Kashmir, satu-satunya negara bagian berpenduduk mayoritas Muslim di India, telah menghadapi tindakan keras sejak 5 Agustus ketika pemerintah India membatalkan status khususnya. Ratusan orang yang sebagian besar pemimpin politik telah ditahan atau ditangkap oleh pihak berwenang.
Para pemimpin dan warga Kashmir khawatir bahwa status baru ini akan mengubah demografi negara, di mana beberapa kelompok berjuang untuk kemerdekaan atau penyatuan dengan negara Pakistan.
Pengumuman untuk membuka kembali sekolah pada Senin (19/8/2019) disambut dengan skeptis oleh orang tua yang tetap khawatir tentang keselamatan anak-anak mereka. Karena absensi yang kecil, sebagian besar sekolah tetap tutup.
“Situasinya tidak kondusif. Tidak ada cara untuk terhubung ke otoritas sekolah. Bagaimana jika sesuatu terjadi pada siang hari,” kata Abdul Rashid, salah satu orang tua murid di ibukota negara bagian Srinagar, merujuk pada blokade komunikasi parsial di wilayah tersebut, sebagaimana dilansir Anadolu Agency.
“Ini adalah upaya untuk menunjukkan bahwa semuanya baik-baik saja di Kashmir,” kata Mohammed Bashaarat, warga kota Srinagar.
“Tidak ada yang mengirim anak-anak mereka ke sekolah hari ini, karena merasa tidak aman di luar sana,” imbuhnya.
Para pejabat dari Biara Presentasi, sebuah sekolah misionaris di daerah Raj-Bagh, Srinagar, mengatakan bahwa tidak ada siswa yang bersekolah di hari Senin.
“Beberapa staf telah tiba, tetapi tidak ada siswa yang datang hari ini,” kata seorang anggota staf dari sekolah.
“Kehadiran siswa di sekolah sangat minim,” Mohammad Younis Malik, direktur pendidikan sekolah Kashmir, mengatakan kepada wartawan. (rafa/arrahmah.com)