TEPI BARAT (Arrahmah.com) – Militer Israel telah menggunakan senjata-senjata terlarang, seperti peluru Alroger dan Toto, untuk membubarkan demonstrasi damai oleh warga Palestina di Tepi Barat, ujar media Israel.
Harian berbahasa Ibrani, Haaretz, melaporkan bahwa pasukan pendudukan Israel (IOF) telah secara ekstensif dan konsisten menembakkan peluru Toto untuk membubarkan unjuk rasa warga Palestina yang memprotes tembok pemisah di kota Bilin dan Nilin di dekat Ramallah.
Praktik itu bertentangan dengan perintah yang diberikan oleh Advokat Militer Israel Jenderal Avichai Mandelblit dan penerusnya, Menachem Finkelstein, yang keduanya memutuskan untuk melarang penggunaan peluru-peluru tersebut, kecuali di dalam beberapa kasus di mana amunisi hidup (yang mengandung bahan peledak).
Alroger dan Toto adalah peluru logam yang ditembakkan dari senjata berkaliber 0.22 inchi, digolongkan oleh militer Israel sebagai senjata tak mematikan. Tapi beberapa kasus telah tercatat dari warga Palestina yang tewas setelah tertembak peluru tersebut.
Kelompok HAM dan organisasi internasional, termasuk PBB, Human Rights Watch dan Amnesty International, telah mengecam penggunaan senjata tidak konvensional oleh Israel di daerah-daerah sipil di Jalur Gaza.
Ketua peneliti Amnesty International untuk Israel dan Wilayah Palestina, Donatella Rovera, mengatakan bahwa penggunaan fosfor putih dan senjata area lainnya oleh Israel terhadap populasi sipil sama dengan kejahatan perang.
“Jenis senjata yang digunakan dan sikap dalam mana mereka digunakan mengindikasikan bukti adanya kejahatan perang,” ujarnya.
Tahun lalu, Israel mengumumkan akan meluncurkan penyelidikannya sendiri ke dalam laporan penggunaan fosfor putih.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan akan memeriksa klaim yang dibuat oleh duta besar sejumlah negara Arab bahwa Israel menggunakan uranium terdeplesi dalam serangannya terhadap Gaza tahun lalu.
Dokter setempat mengatakan sejumlah luka yang tidak biasa dan menyebar mungkin mengindikasikan bahwa jenis senjata baru digunakan terhadap penduduk Gaza selama perang.
“Ada banyak nyawa yang melayang di Gaza untuk alasan-alasan yang tidak bisa dijelaskan secara medis,” ujar Dr. Skaik.
Mona Al Ashkar, 18, mengatakan awalnya tidak tahu bahwa ledakan pertama di sekolah PBB di Beit Lahiya telah menghancurkan kakinya. Banyak asap, kemudian kepanikan, rasa sakit dan terkejut langsung menyerang begitu dia menyadari bahwa kakinya telah hilang, hancur oleh senjata yang mengenainya.
Mona adalah salah satu dari banyak pasien di antara 5,500 korban luka yang telah mengejutkan dokter Palestina dan internasional karena jenis persenjataan yang digunakan dalam operasi Israel.
Dokter Mona di rumah sakit Al Shifa, kota Gaza, tidak menemukan pecahan peluru meriam di kakinya dan kaki Mona tampak seperti diiris dengan pisau.
“Kami tidak yakin jenis senjata apa yang bisa melakukan itu dengan cepat dan sangat bersih,” ujar Dr. Sobhik Skaik, konsultan bedah umum di rumah sakit Al Shifa. “Apa yang terjadi sungguh mengerikan. Mungkin militer Israel menggunakan Gaza sebagai percobaan militer.”
Dr. Skaik mengatakan rumah sakit Al Shifa saja telah melihat 100 sampai 150 pasien dengan jenis luka yang sama. Lebih dari 50 pasien terpotong salah satu atau kedua kakinya.
Tapi karena rumah sakit Gaza memiliki peralatan yang kurang memadai, hampir mustahil untuk menguji substansinya dengan benar dan menghitung secara akurat berapa banyak yang warga Palestina yang terkena senjata tersebut.
“Kadang saya berharap lebih baik pasien saya meninggal saja,” ujar Dr. Skaik. “Luka mereka begitu mengerikan hingga saya tahu mereka akan menjalani kehidupan yang buruk dan menyakitkan mulai sekarang.” (sm/arrahmah.com)