ISLAMABAD (Arrahmah.com) – Pakistan mengatakan pada Selasa (5/3/2019) bahwa pihaknya telah memulai tindakan keras terhadap kelompok-kelompok “militan Islam”, menahan 44 anggota organisasi terlarang termasuk kerabat dekat dari pemimpin kelompok yang dituduh melakukan pemboman mematikan di Kashmir yang dikuasai India bulan lalu.
Kementerian dalam negeri mengatakan itu adalah langkah untuk “mempercepat tindakan terhadap semua organisasi terlarang”. Para pejabat mengatakan itu adalah bagian dari upaya panjang yang direncanakan terhadap kelompok-kelompok “militan”, bukan sebagai tanggapan terhadap kemarahan India atas apa yang disebut New Delhi sebagai kegagalan Islamabad mengendalikan “kelompok-kelompok militan” yang beroperasi di tanah Pakistan.
Pakistan tengah menghadapi tekanan dari kekuatan global untuk bertindak terhadap kelompok-kelompok yang melakukan serangan di India, termasuk Jaish-e-Mohammed (JeM), yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan 14 Februari yang menewaskan 44 polisi paramiliter India.
Insiden itu menyebabkan konflik paling serius dalam beberapa tahun antara kedua tetangga yang bersenjata nuklir, termasuk serangan udara lintas batas dan pertempuran udara singkat di atas langit Kashmir. Ketegangan mereda ketika Pakistan mengembalikan pilot India yang jatuh pada Jumat pekan lalu.
Sinyalemen lebih lanjut bahwa ketegangan mereda, kementerian luar negeri Pakistan mengatakan sebuah delegasi akan mengunjungi New Delhi minggu depan untuk membahas kesepakatan mengenai para peziarah Sikh yang mengunjungi tempat-tempat suci di Pakistan.
Kementerian dalam negeri mengatakan kerabat dekat pemimpin JeM, Masood Azhar, telah ditahan dalam “tahanan preventif” sebagai bagian dari tindakan keras pemerintah, yakni Mufti Abdul Raoof dan Hamad Azhar, yang dikatakan seorang pejabat kementerian adalah putra pemimpin itu.
Pada Selasa (5/3), Pakistan menempatkan dua badan amal yang terkait dengan Hafiz Saeed, pendiri organisasi yang disalahkan Amerika Serikat dan India atas berbagai serangan mematikan, termasuk pengepungan orang-orang bersenjata di Mumbai pada 2008 yang menewaskan 166 orang.
Badan amal Jamaat-ud-Dawa (JuD) dan Falah-e-Insaniat (FeI) ditempatkan dalam daftar setelah pemerintah mengumumkan pembatasan bulan lalu.
Investigasi
Beberapa orang yang ditahan masuk dalam daftar di sebuah dokumen yang diberikan India kepada Pakistan setelah pemboman bulan lalu, kata Sekretaris Dalam Negeri Azam Suleman.
“Kami sedang menyelidiki mereka dan jika kami mendapatkan lebih banyak bukti terhadap mereka, mereka akan diproses sesuai dengan hukum dan jika kami tidak mendapatkan bukti, penahanan mereka akan berakhir,” kata Suleman.
Menteri Luar Negeri Pakistan, Shah Mehmood Qureshi, mengatakan kepada CNN pekan lalu bahwa kepala JeM, Azhar, berada di Pakistan dan “benar-benar tidak sehat”.
Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis mengusulkan bulan lalu untuk memasukkan Azhar ke dalam daftar hitam Dewan Keamanan PBB.
Pemungutan suara Dewan Keamanan akan diadakan pada pertengahan Maret. Namun, sekutu gigih Pakistan, Cina, anggota Dewan Keamanan, sebelumnya telah memblokir upaya-upaya kekuatan dunia untuk memberikan sanksi kepada kepala JeM.
Amerika Serikat dan Inggris mendesak Pakistan untuk berurusan dengan kelompok-kelompok “militan”.
Banyak kelompok dan individu Pakistan berada di bawah sanksi PBB, termasuk JeM, dan Hafiz Saeed, pendiri kelompok militan Lashkar-e-Taiba (LeT) yang melakukan serangan 2008 di kota Mumbai India, di mana 166 orang berada terbunuh.
Tidak ada reaksi resmi langsung di India atas penangkapan di Pakistan.
Namun, seorang pejabat pemerintah India, berbicara dengan syarat anonim, menyatakan skeptis.
“Kita semua telah melihat ini dilakukan selama beberapa dekade terakhir sekarang. Berapa kali Hafiz Saeed ditangkap dan dikeluarkan?” kata pejabat itu. “Dan apakah mereka telah mengambil tindakan terhadap kamp-kamp Jaish?”
Saeed, yang mengadakan pertemuan publik di Pakistan, telah menjadi pusat kritik bahwa Pakistan tidak menegakkan undang-undang “anti-militansi”.
Pakistan telah lama menggunakan kelompok-kelompok Islam untuk mengejar tujuannya di wilayah tersebut, tetapi telah membantah tuduhan New Delhi bahwa mereka secara aktif mendukung gerilyawan yang memerangi pasukan India di bagian Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim di India.
Dari waktu ke waktu – biasanya karena tekanan dari luar – Pakistan telah menindak “militan” anti-India, tetapi sebagian besar faksi berhasil bertahan dan melanjutkan kegiatan.
Menutup Madrasah
Kementerian luar negeri Pakistan mengumumkan perintah baru pada Senin (4/3) untuk memperbarui undang-undang yang ada yang berhubungan dengan daftar sanksi PBB. Pemerintah mengatakan telah mengembangkan “strategi penuh” untuk menangani gerilyawan dan mereka berusaha menutup “celah” yang memungkinkan kelompok terlarang beroperasi.
Dua pejabat keamanan senior mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintah telah menyusun rencana untuk mengambil alih semua madrasah – sekolah-sekolah Islam – terkait dengan kelompok-kelompok yang dilarang oleh PBB dan untuk mengambil aset dan infrastruktur mereka.
Pada tahap selanjutnya, pemerintah dapat mempertimbangkan merekrut sebagian gerilyawan ke dalam pasukan paramiliter atau mencari cara lain untuk mendapatkan pekerjaan dan menggabungkan mereka ke dalam masyarakat normal, kata para pejabat.
Menutup madrasah adalah masalah pelik di Pakistan, negara Muslim yang sangat konservatif di mana sekolah-sekolah agama sering disalahkan karena radikalisasi anak-anak tetapi merupakan satu-satunya pendidikan yang tersedia bagi jutaan anak miskin.
Seorang menteri Pakistan mengatakan kepada Reuters bahwa beberapa madrasah telah ditutup dalam beberapa hari terakhir, termasuk yang dijalankan oleh badan amal Islam yang terkait dengan Saeed, JuD, dan madrasah lainnya yang dioperasikan oleh JeM di Bahawalpur, kantor pusatnya.
Beberapa madrasah lain akan ditutup tetapi tidak akan ada penutupan yang luas, kata menteri, yang meminta untuk tidak diidentifikasi, menambahkan bahwa hanya beberapa sekolah yang memiliki hubungan dengan “terorisme”.
JuD yang terhubung dengan Saeed diperkirakan menjalankan sekitar 300 madrasah. (Althaf/arrahmah.com)