Oleh Novi Widiastuti
Pegiat Literasi
Surat Keputusan (SK) Perpanjangan Masa Jabatan diberikan kepada kepala desa untuk memperpanjang masa jabatannya. Sebelumnya, masa jabatan kepala desa biasanya enam tahun, tetapi sekarang telah diperpanjang menjadi sembilan tahun. Perubahan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan kedua atas UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Sebanyak 270 Kepala Desa telah menerima Petikan SK perpanjangan kepala desa tersebut yang disampaikan secara simbolis oleh Bupati Bandung H. M. Dadang Supriatna, di Hotel Sutan Raja pada Selasa, Juli 2024. (bandungraya.net, 2 Juli 2024)
Alasan perpanjangan masa jabatan kepala desa adalah untuk memberikan stabilitas dan kontinuitas dalam kepemimpinan desa. Dengan memperpanjang masa jabatan, diharapkan kepala desa dapat lebih fokus pada pembangunan jangka panjang dan implementasi program-program yang berkelanjutan. Selain itu, perpanjangan masa jabatan juga mengurangi biaya dan waktu yang diperlukan untuk pemilihan kepala desa baru setiap enam tahun.
Tuntutan perpanjangan masa jabatan ini tampak masuk akal, karena masa jabatan yang singkat bisa menghambat kelanjutan program-program kepala desa sebelumnya. Selain itu, alasan pemborosan juga jelas, mengadakan pemilihan kepala desa setiap 6 tahun lebih mahal dibandingkan setiap 9 tahun meskipun tentu saja akan lebih hemat jika tidak ada pemilihan sama sekali.
Namun, masalahnya bukan pada panjangnya masa jabatan atau keberadaan pilkades itu sendiri, melainkan pada buruknya pelayanan pejabat desa terhadap warganya. Tidak peduli seberapa lama masa jabatan mereka, jika sistem politik yang diterapkan adalah demokrasi, kebijakan yang dihasilkan tidak akan mengutamakan kepentingan masyarakat.
Setidaknya ada empat alasan yang membuktikan sistem politik demokrasi menyebabkan para kades gagal mengurusi masyarakat.
Pertama, sistem demokrasi hanya akan menghasilkan para pejabat yang miskin visi. Mereka sekadar menetapkan kebijakan sesuai kepentingan diri dan partainya. Politik transaksional yang menjadi pemompa berjalannya partai, hanya akan menghadirkan para pemilik modal yang harus diladeni kepentingannya. Seluruh program kerja berjalan berdasarkan kepentingan pejabat, partai, dan penyuntik dana. Wajar jika pembangunannya tidak akan menyelesaikan permasalahan masyarakat.
Kedua, sistem demokrasi berasas sekularisme sehingga para pejabat dari level terendah sampai tertinggi dilarang melibatkan agama dalam urusan politik. Akibatnya, gratifikasi, suap, dan berbagai jenis korupsi lainnya faktanya tumbuh subur dan terus berlanjut. Itu karena fokus utama mereka adalah mengejar kepentingan duniawi. Hal ini menghilangkan empati dan nurani, sehingga mereka tega menuntut kenaikan gaji dan fasilitas mewah saat rakyatnya menderita kelaparan.
Ketiga, struktur negara demokrasi berlebihan sehingga birokrasi menjadi semakin rumit. Contohnya, jabatan wakil di setiap tingkatan, seperti wakil presiden, wakil gubernur, hingga wakil bupati, seolah-olah dipaksakan ada, meskipun tugas mereka tidak dianggap mendesak. Bukankah ini bisa menyebabkan pemborosan? Tidak menutup kemungkinan juga jika jabatan wakil kepala desa dipaksakan untuk ada.
Keempat, semangat desentralisasi dalam sistem demokrasi menciptakan “raja-raja daerah” dan menyebabkan pembangunan yang tidak merata. Daerah yang kaya sumber daya alam tentu memiliki peluang lebih besar untuk maju dibandingkan desa yang miskin sumber daya alam. Akibatnya, ketimpangan dan kemiskinan semakin meningkat.
Solusi persoalan ini sebetulnya sudah ada dalam Islam. Kesempurnaan sistem Islam akan memunculkan para pemimpin yang peduli umat, termasuk pejabat desa. Hanya rida Allah Taala yang menjadi satu-satunya motivasi dalam menjabat. Apa pun yang ditetapkan akan senantiasa sesuai syariat Islam dan amanah dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan umat yang penuh tanggung jawab.
“Setiap diri kalian adalah pemimpin dan setiap diri kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Kepemimpinan selalu terkait erat dengan tanggung jawab, sebagaimana disebut dalam hadis di atas. Tanggung jawab didasarkan atas kewenangan termasuk dalam pengambilan keputusan yang diamanatkan kepada seorang pemimpin. Keduanya, baik tanggungjawab maupun kewenangan, merupakan dua unsur kepemimpinan yang sangat penting, dimana tentu akan berpengaruh kepada yang dipimpinnya.
Dengan cara pandang tersebut menjadi sangat jelas bahwa pertanggungjawaban kepemimpinan nanti di akhirat terkait dengan dua hal. Pertama, untuk apa atau dalam kerangka apa kepemimpinan itu diemban: apakah untuk melaksanakan ketaatan pada Allah atau bukan; Kedua, bagaimana kepemimpinan itu dilaksanakan: apakah dengan penuh amanah atau justru untuk berbuat kecurangan.
Kepemimpinan yang memenuhi dua aspek inilah yang akan membawa berkah bagi yang bersangkutan, juga bagi masyarakat luas, dan negara. Selain itu, pasti akan membawa laknat.
“Kepemimpinan itu adalah amanah, dia di hari kiamat nanti akan menjadi penyesalan dan kesedihan, kecuali yang mengambilnya dengan hak dan menunaikan semua kewajiban di dalamnya.”(HR. Muslim)
Pemimpin yang menyadari benar bahwa apa yang diembannya adalah amanah, In Syaa Allah akan terdorong untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dan bertindak dengan sebaik-baiknya. Ia pun akan menghindari dari kemungkinan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang, zalim, dan berlaku tidak adil, berdasarkan tolak ukur yang jelas dalam kerangka visi dan misi yang jelas pula.
Karenanya menjadi suatu kemestian bagi seorang pemimpin dalam level manajemen apapun untuk memberi arah, memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan serta memfasilitasi orang yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki dengan cara yang benar. Sungguh, dalam Islam, masa jabatan kades seperti ini tidak akan menjadi soal karena fokus utamanya adalah melayani umat. Jika kita ingin mendapatkan kades yang amanah dan visioner serta peduli pada umat, jalan satu-satunya adalah mengubah sistem politik demokrasi menjadi sistem Islam dan ini hanya bisa dilakukan melalui sistem pemerintahan yang menerapkan Islam secara kafah.
Wallahua’lam bis shawwab