JAKARTA (Arrahmah.com) – Begitu halus kaum Illuminati dan Freemason membujuk manusia untuk bergabung ke dalam persatuan pendukung Dajjal itu. Sampai-sampai mereka melancarkan beragam upaya perekrutan dari beragam sisi kehidupan.
Kali ini, Tim Arrahmah.com memaparkan beberapa kasus yang diperoleh dari beberapa sumber anonim pada Senin (2/2/2015), terkait upaya rekrutmen para masonik (tukang batu, istilah untuk para pengikut Freemasonry) kepada mayarakat Indonesia, baik melalui tatap muka, maupun secara online.
Freemason di Negeri Kangguru
Upaya rekrutmen para masonik ini amat beragam. Dari beberapa pengakuan sejumlah sumber, gerak mereka begitu halus, sehingga sulit diterka pada awalnya. Seperti apa yang dialami Meli (bukan nama sebenarnya), yang hampir direkrut oleh keluarga landlord-nya (pemilik rumah yang dikontraknya). Meli adalah salah seorang mahasiswi postgraduate di salah satu univesitas di Australia. Ia beruntung mendapatkan beasiswa dan meneruskan kuliahnya disana.
Layaknya mahasiswa di tempat asing, tentu Meli dan kawan-kawannya harus mengupayakan tempat tinggal dengan menyewa kamar di asrama, apartemen, atau mengontrak rumah. Ternyata Meli akhirnya mengontrak sebuah rumah dan berbagi tempat bersama mahasiswa lain.
Mengetahui landlord-nya ternyata suami-isteri bangsa Asia, keturunan Cina Singapura yang juga berprofesi sebagai guru bantu di beberapa sekolah luar biasa (SLB), Meli dan teman-temannya merasa gembira. Apalagi mereka sangat ramah, sering berkunjung dan mengobrol, serta selalu siap membantu jika ada keluhan dari pengontrak rumahnya, itu anugerah luar biasa.
Namun, beberapa semester kemudian, kebaikan pemilik rumah itu semakin berlebihan. Suatu kali Meli diajak berkunjung ke rumah sang landlord (yang mengaku pernah mengontrakkan rumahnya untuk Bapak Boediono, mantan wakil presiden RI pada masa pemerintahan SBY). Disana ia diperlakukan sangat istimewa, bahkan dihadiahi beragam makanan khas Singapura dan oleh-oleh dari Hong Kong. Setelah mengobrol beberapa saat, tiba-tiba Meli diajak berkeliling ke ruangan-ruangan di rumah tersebut yang nampak sangat indah, mewah, dan terawat.
Di salah satu ruangan, Meli diajak duduk bersama di dekat sebuah meja mirip altar persembahan untuk sama-sama berdoa untuk kebaikan bersama. Kedua landlord-nya lalu menanyakan apakah Meli senang melihat kehidupan mereka. Tentu saja Meli menjawab senang, “siapa sih yang tidak mau hidup serba berkecukupan?”
Setelah berbicara mengenai bagaimana cara sang landlord mendapatkan kemapanan, cerita itu berujung pada titik balik mereka saat mengikuti sebuah organisasi. Organisasi ini dikatakan hanya sebagai sebuah organisasi amal yang berusaha menjadikan anggotanya dan dunianya menjadi lebih baik. Meski hanya kelompok amal, akan tetapi tidak sembarang orang bisa menjadi anggotanya. Ada syarat yang harus dipenuhi.
Sang landlord mengatakan bahwa, “syarat menjadi anggota organisasi yang pertama adalah calon anggota harus percaya kepada G.A.O.T.U (Grand Architect of the Universe atau tuhan).” Untuk hal yang ini, Meli tidak diragukan lagi, katanya, karena “Meli kan Muslimah”.
Selanjutnya Meli juga mendapatkan pujian, sebab syarat yang kedua sudah terpenuhi, yakni memiliki reputasi yang bagus. Sang landlord mengatakan bahwa Meli pasti tidak pernah terindikasi melakukan hal yang melanggar hukum ataupun merugikan orang lain, karena terdaftar sebagai awardee program beasiswa yang bonafid.
Landlord itu juga ternyata mengamati Meli sebagai pengontrak yang dinilai mampu menjalani hidup dengan menjunjung tinggi moral dan etika di tempat yang ia tinggali. Inilah indikasi ketiga bahwa Meli pantas untuk direkrut menjadi anggota organisasinya.
Apalagi dari segi finansial, kandidat doktoral semacam Meli pasti mampu menafkahi diri anda sendiri dan keluarganya. Dengan demikian, landlord menilai Meli sebagai orang yang bertanggung jawab, dan memnuhi syarat keempat.
Terakhir, sang landlord melihat Meli berkeinginan yang kuat dalam dirinya untuk membawa perubahan untuk dunia ke arah yang lebih baik, baik dari hasil obrolan, maupun dari riset yang sedang dilakukannya di universitas. “Kamu orang yang menyenangkan Meli, siapapun betah tinggal dengan kamu,” ujar landordnya.
Sontak Meli merasa terkejut, begitu detilkah sang landlord mengamatinya selama ini. Lantas apa organisasi yang diajakkan mereka kepadanya. Pertanyaan-pertanyaan bermunculan di benak Meli, tapi ia hanya bisa terdiam, mengamati balik apa yang akan dilakukan landlord selanjutnya.
Saat itu Meli hanya tersenyum dan mengangguk-angguk, menyembunyikan kekagetannya. Bisa-bisanya pasangan landlord yang tampil biasa saja, ternyata bekerja seperti agen rahasia yang mengamati gerak-gerik target operasinya. Meli kini menjaga perilakunya, jangan sampai ia dirugikan akibat salah bertindak, apalagi ia tinggal di negeri orang.
Karena hari sudah semakin sore maka Meli diantarkan kembali ke kontrakannya oleh landlord itu. Meli hanya bersyukur bahwa kali itu ia hanya diberi penjelasan saja, tanpa ada perlakuan “fisik” kepadanya. Yang pasti, sejak saat itu, tidak ada satu pun makanan dan minuman yang dibagi landlord yang dikonsumsinya.
Berdasarkan pengakuan landlord, organisasi mereka memiliki agenda kegiatan amal yang cukup banyak di seluruh dunia. Pesertanya ada dari beragam agama dan keyakinan. Bahkan Harun Yahya yang kita anggap sebagai cendekiawan Muslim penentang Freemasonry pun turut menduduki posisi di Organisasi tersebut pada tingkat ke 33. (Lihat video Youtube, Adnan Oktar alias Harun Yahya mengakui bahwa dirinya seorang Freemason tingkat 33). Maka tak heran jika Meli yang berjilbab juga direkrut oleh landlord-nya yang telah menjadi anggota Organisasi Freemasonry sejak beberapa tahun lalu.
Meli menjaga dirinya agar tidak kalut, dicarinya informasi tentang organisasi spesial yang ditawarkan kepadanya. Mengetahui betapa sesatnya Freemasonry, maka Meli memutuskan untuk tidak terlibat lebih jauh ke dalamnya.
Meski ia tahu bahwa dirinya kini diawasi pihak landlord, ia hanya bisa menghindari ajakan lanlord ke rumahnya, namun tetap bersikap seperti biasa, jika mereka datang ke kontrakannya. Sebisa mungkin Meli mengikuti kegiatan-kegiatan Islam di komunitas Muslim di sekitarnya, baik yang diselenggarakan orang Indonesia atau internasional. Ia coba untuk lebih menguatkan keimanannya dan mempelajari Islam lebih serius lagi agar tidak terjerumus ke dalam kesesatan.
Ternyata di kampus pun, Meli tak terbebas dari bayang-bayang Freemasonry. Setelah landlord-nya sulit mengajaknya pergi, kini Meli didekati oleh Profesornya. Dia yang ahli dalam sebuah bidang sains itu mengajaknya mengikuti sebuah sayembara ilmiah dengan iming-iming beroleh Jubilee Awards. Penghargaan ini ternyata merupakan penghargaan tertinggi bagi pihak-pihak yang dianggap berdedikasi dalam berbagai bidang oleh zionis “Israel”.
Saat itu Meli diajak profesornya untuk tergabung dalam sebuah tim riset mengenai teknologi pendidikan bagi anak-anak di Jerusalem (baca: Palestina) sebagai korban perang. Direncanakan riset tersebut akan diikutsertakan dalam ajang Jubilee Awards terkait inovasi pendidikan. Tak mau kembali masuk dalam pusaran zionisme, illuminati dan freemasonry, maka Meli menolak ajakan itu.
Qodarullah, Meli mengalami sakit pada semester itu, sehingga ia mendapatkan ijin untuk tidak mengikuti tatap muka di kelas, dan melanjutkan perkuliahan untuk subjek tersebut secara online. Meski ia tidak mendapatkan nilai High Distinction pada salah satu mata kuliah yang diajarkan oleh profesor tersebut di atas, Meli bersyukur bahwa ia tidak perlu repot-repot menghindari jebakan-jebakan Freemason itu lagi.
Tekad Meli hanya ingin menyelamatkan akidahnya. Tak peduli apa pencapaian akademik yang diperolehnya, “bismillah, semoga saya bisa kembali ke tanah air dengan selamat,” ujarnya.
Rekrutmen Freemasonry secara online di Eropa
Ternyata, rekrutmen para masonis tidak semuanya dilakukan secara tatap muka. Tak seperti Meli, Sani yang bekerja di Eropa (bukan nama aslinya) mengalami teknik rekrutmen dari masonis secara online melalui medsos.
Mulanya Sani hanya minta di-add seseorang user Indonesia sebagai teman. Di dunia maya ini, asal kita melihat profil seseorang itu “baik-baik saja”, tentu tanpa curiga dapat di-approve saja.
User tersebut awalnya sering merespon posting-posting Sani, “meski sekadar jempol sih,” ujarnya. Sani tidak berpikir macam-macam, sebab user itu selalu memposting hal-hal Islami di wall-nya.
Namun, seiring berjalannya pertemanan maya itu, user itu mulai memberi komentar pada posting Sani yang juga Islami. Hingga suatu waktu tercipta sebuah dialog yang cukup menarik yaitu freemasonry.
Dengan bahasa-bahasa penuh kode, user itu akhirnya menawari Sani untuk tergabung dalam sebuah lodge (loji) masonis bersamanya atau membuat loji sendiri di Indonesia. Menurut beberapa sumber Arrahmah.com, loji terdekat yang ditawarkan kepada recruitee Indonesia adalah loji di Singapura, namun saat ini loji di Jakarta yang lama tidak diberitakan itu juga sudah mulai berkembang, setelah dahulu merupakan loji freemasonry pertama di Indonesia. (Baca: Batavia, Loji Mason Pertama di Asia). Na’udzubillahi min dzalik.
Dalam rekrutmen online, beberapa sumber mengatakan bahwa user masonik akan memberikan kita edukasi mengenai apa itu freemasonry dan tokoh-tokoh masonik yang berkuasa di Indonesia, yang beberapa di antaranya beragama Islam. Contohnya Sani, ia diberikan beragam informasi terkait freemasonry dalam bentuk artikel dan video terkait hal tersebut. Yang menarik adalah, para user senantiasa memperkenalkan ajaran sesat itu melalui buku-buku dari Jerry D. Gray dan Rizki Ridyasmara. Setelah itu, ia ditawari bergabung dengan beragam iming-iming serupa seperti apa yang ditawarkan kepada Meli, termasuk kekuasaan di pemerintahan. Entah apa motif di baliknya, namun terdapat kesan bahwa para user tersebut menyebarluaskan paham baru yakni, “freeslam” (freemason Islami). Hal itu terbukti dengan para user masonik yang diperkenalkan kepada Sani, dimana semua hanya memposting konten Islami saja pada media sosial mereka, sehingga tidak mudah diterka sebagai masonik.
Apakah gejala “freeslam” ini seperti zionis kristen yang turut dipopulerkan dan dipimpin Edi Sapto? Wallahua’lam bish shawwab. Yang pasti, seperti halnya Meli, Sani pun menghindarkan dirinya dari masuk terlalu jauh dari para masonik itu, demi menjaga iman dan Islam mereka. Maasyaa Allah.
Oleh karena itu, menguatkan iman dengan mendalami ilmu agama dalam majelis-majelis yang diridhoi Allah subhanahu wata’ala sangatlah penting. Selain memberikan kita kesempatan berkumpul dengan orang-orang yang shalih (minimal orang-orang yang mau belajar Islam dengan serius -red), kita juga dapat memperoleh wawasan seputar ajaran-ajaran yang menyesatkan manusia, seperti freemasonry. Hal itu pun dapat menjadi benteng kita agar terhindar dari mengikuti ajaran paganisme pendukung Dajjal tersebut. Insyaa Allah. (adibahasan/arrahmah.com)