JAKARTA (Arrahmah.com) – Tersangka tindak pidana korupsi versi KPK sekaligus Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) Komjen Polisi Budi Gunawan tidak akan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (30/1). Ini alasannya?
“Saya pastikan Pak BG (Budi Gunawan) tidak akan memenuhi panggilan KPK karena ada beberapa hal,” kata pengacara Budi, Razman Nasution, Kamis (29/1/2015) malam di Jakarta, dikutip dari Harianterbit.com.
Seseuai rencana, KPK akan memeriksa Budi pada “Jumat Keramat” (30/1) sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan.
“Pertama, surat penetapan Pak BG sebagai tersangka tidak pernah ada. Pak BG ditetapkan sebagai tersangka tapi surat itu tidak pernah sampai ke klien kami,” ungkap Razman.
Alasan kedua, surat pemanggilannya belum sampai. “Kedua, surat panggilan dari KPK ada dikirim ke Mabes, Lemdikpol, dan kediaman BG, tapi belum sampai ke tangan klien kami. Ini aneh karena tidak ada surat pengantarnya, tidak ada tanda terimanya. Buat apa datang?” tambah Razman.
Terakhir, Razman mengaku kliennya masih akan menjalani praperadilan. “Ketiga, kami masih akan menjalani praperadilan. Sampai putusan praperadilan, kami tidak akan memenuhi panggilan KPK,” tegas Razman.
Hingga Kamis ini sudah ada 13 orang saksi yang dipanggil KPK, namun hanya satu orang yang memenuhi panggilan yaitu Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan Lemdikpol Polri Irjen (Purn) Syahtria Sitepu yang datang pada 19 dan 29 Februari 2015.
Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan sejak menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. (azm/arrahmah.com)