CHRISTCHURCH (Arrahmah.com) – Teroris bersenjata, Brenton Tarrant yang melakukan aksi biadab dengan menembak jamaah shalat Jumat di masjid Christchurch, Selandia Baru pada Maret tahun lalu, memecat pengacaranya dan memilih untuk mewakili dirinya sendiri pada Senin (13/72020).
Hal tersebut sontak meningkatkan kekhawatiran bahwa ia akan menggunakan sidang hukuman bulan depan sebagai sarana untuk mempromosikan pandangan supremasi kulit putihnya.
Pada 24 Agustus mendatang, Brenton Tarrant, seorang warga negara Australia, akan mendengarkan putusan hukumannya atas pembunuhan 51 orang dan percobaan pembunuhan 40 orang lainnya serta aksi “terorisme” pada kasus pembantaian tahun lalu, yang menjadi kasus terburuk dalam sejarah modern di Selandia Baru.
Pada sidang pra-hukuman yang digelar Senin (13/7), hakim Pengadilan Tinggi, Cameron Mander mengizinkan pengacara Tarrant, Shane Tait dan Jonathan Hudson untuk mengundurkan diri dari persidangan sebagaimana permintaan klien mereka.
Keduanya mengatakan bahwa keputusan tersebut merupakan hak klien mereka, Brenton Tarrant.
“Tarrant telah menginstruksikan penasehat bahwa dia ingin mewakili dirinya sendiri dalam sidang pembacaan hukuman,” kata pengacara dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dilansir Reuters. “Kami tidak kecewa dengan keputusan tersebut,” lanjutnya.
Namun meski demikian, hakim memerintahkan kedua pengacara tersebut untuk siaga di bulan depan, jika Tarrant berubah pikiran.
Presiden Asosiasi Muslim Selandia Baru, Ikhlaq Kashkari mempertanyakan motif Tarrant memecat pengacaranya, ia juga mengatakan bahwa para korban bisa trauma jika penyerang diizinkan untuk menyampaikan rotorika sayap kanannya.
“Kekhawatiran pertama yang muncul saat saya membaca berita ini adalah ‘Ya Tuhan apa yang dilakukan orang ini, apakah dia ingin menggunakan sidang untuk mempromosikan pandangan dan pemikirannya?’,” kata Kashkari kepada koresponden AFP.
“Banyak orang yang masih trauma dan sidang putusan hukuman, yang akan digelar bulan depan, diharapkan menjadi salah satu peristiwa yang akan mengakhiri trauma mereka. Saya berharap sidang tersebut tidak akan memicu lebih banyak sakit hati yang dirasakan oleh para korban,” pungkasnya. (rafa/arrahmah.com)