JAKARTA (Arrahmah.com) – Makin maraknya bos media massa sekuler yang ikut-ikutan tampil dalam kancah politik dengan bergabung bersama partai politik menjelang Pemilu 2014, Dewan pers dan organisasi wartawan bertekad mengawasi peran media dalam permainan politik.
Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, mengungkapkan pers merupakan instrumen publik dan tidak boleh menjadi alat untuk kepentingan golongan tertentu. Setiap orang, bisa saja masuk partai politik, termasuk kalangan pers. Namun, kapasitasnya sebagai individu, bukan orang pers atau media yang menjadi miliknya.
Bagir menegaskan bahwa independensi pers harus dijaga, jangan sampai kehilangan nilainya. Pers harus bisa memenuhi kebutuhan informasi masyarakat. Pers harus bisa menyeimbangkan kepentingan politik dan publik.
“Jadi, harus jelas, kapan menjadi politikus dan orang atau pemilik pers,” katanya.
Wacana “perang” berita muncul setelah bos kelompok Media Nusantara Citra (MNC Grup), Hary Tanoesoedibjo bergabung dengan partai Nasional Demokrat. Grup ini memiliki stasiun televisi RCTI, MNCTV (dulu TPI) serta media cetak dan Internet (okezone.com).
Selain itu, Partai Nasional Demokrat dibidani Surya Paloh, pemilik Media Grup dengan Metro TV, dan seperti yang diketahui Aburizal Bakrie ketua umum partai Golkar adalah pemilik TVOne.
Versus Perang berita sangat terlihat ketika pemilihan Ketua Umum Partai Golkar dua tahun lalu. Persaingan Surya Paloh dengan Aburizal di kongres partai dipersengit dengan pemberitaan di televisi, Metro TV dan TVOne.
“Pers tak bisa bekerja untuk kepentingan tertentu,” ujar Bagir.
Terkait hal tersebut, tentu saja berharap agar masyarakat makin cerdas dalam memahani peran media tanpa melakukan apapun adalah hal yang mustahil. Bahwa pada dasarnya media sekuler tak pernah benar-benar merdeka dalam pemberitaan mereka. Kalau pun bukan untuk kepentingan sang bos dalam mencapai tampuk kekuasaan politik, media sekuler kerap kali menjadi perpanjangan tangan untuk menggencarkan wacana atau opini pembodohan masyarakat terkait dengan stigma negatif para aktivis Islam dan mendeskreditkan ajaran islam itu sendiri.
Karena itu pentingnya keberadaan media Islam sebagai upaya mencerdaskan dan memfilter opini pembodohan yang secara seragam dikoar-koarka media sekuler adalah hal yang urgen. (dbs/arrahmah.com)