(Arrahmah.com) – Rangkaian aksi teror dalam sepekan ini, mulai rusuh Napiter di Mako Bromob, 8/5/2018 hingga ledakan bom gereja di Surabaya, terasa lemahnya perlindungan keamanan bagi warga negara.
Sekalipun agak mencurigakan, pelakunya sudah diketahui sebelum penyelidikan dilakukan. Namun beruntung, pelaku bom 3 gereja di Surabaya, Ahad 13/5/2018, ternyata bukan orang gila. Pelakunya, “diidentifikasi, mereka satu keluarga, pasangan suami istri dan anaknya. Istrinya bernama Puji Kuswanti, sedang suaminya Dita, Ketua Jamaah Ansharud Daulah (JAD) Jawa Timur,” terang Kapolri Tito Karnavian meyakinkan.
Presiden Jokowi mendadak ke Surabaya, didampingi Wiranto dan Pratiknyo. “Semua biaya pengobatan korban ledakan bom gereja ditanggung pemerintah,” janji Jokowi.
Sama seperti yang dilakukan para pejabat kala gereja St Lidwina Sleman Jokjakarta , Ahad 11/2/2018. Panglima TNI Hadi Cahyo dan Ketua DPR Bambang Susetyo segera menyambangi gereja tersebut. Dan seperti biasa, tokoh ormas Islam, cendekiawan, kyai, ustadz latah mengutuk. Padahal belum dilakukan penyelidikan. Apalagi, statemen mantan Katua BNPT Ansyad Mbai, terkesan provokatif, adu domba dan menghasut, semakin mengacaukan opini publik.
Bandingkan sikap pemeritah serta aparat keamanan dengan kasus maraknya teror terhadap kyai. Terjadi pembunuhan dan penganiayaan dua orang kyai di Bandung. Kemudian, kasus oknum polisi sobek Qur’an di Masjid Nurul Iman, Medan, 10/5/2018. Begitupun, kasus penista Nabi Saw di Banyuangi. Menurut polisi, pelakunya adalah orang gila.
Jangankan bicara, atau berkunjung, simpati dari pejabat negara pun tak nampak. Malah kasusnya tak berlanjut, karena menurut polisi, tak mungkin mengadili orang gila.
Sikap tak adil aparat hukum. Dan sikap diskriminatif polisi, bukan mustahil memicu amarah dan tindakan negatif mereka yang merasa dizalimi. Dan ini akan jadi aib sejarah, dan akan dituntut di akhirat.
Firman Allah Swt : “Kamilah yang menghidupkan orang yang mati. Kamilah yang nencatat setiap perbuatan yang telah dilakukan oleh manusia dan pengaruh baik atau buruk dari perbuatan itu sepeninggalnya. Semuanya itu Kami catat dengan teliti pada buku catatan amal yang mudah dibaca oleh pelakunya kelak di akhirat.” (Qs. Yaasin, 36:12).
Jogakarta, 14/5/2018
Irfan S. Awwas
(*/arrahmah.com)