TEL AVIV (Arrahmah.com) – Produsen s krim ternama, Ben & Jerry’s, memutuskan untuk menghentikan penjualan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki “Israel”.
Perusahaan tersebut mengatakan langkah itu ditempuh karena “berjualan di Wilayah Pendudukan Palestina (OPT) tidak konsisten dengan nilai-nilai es krim Ben & Jerry’s”.
Perdana Menteri “Israel”, Naftali Bennett, menegaskan tindakan tersebut “salah secara moral”. Dia juga memperingatkan bos Unilever, yang menaungi merek Ben & Jerry’s sejak 2000 lalu.
Dalam pernyataan yang disebarkan melalui akun Twitter dan Instagram pada Senin (19/07/2021), Ben & Jerry’s menyatakan keputusan tidak berjualan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur mencerminkan keprihatinan “para penggemar dan mitra terpercaya”.
Perubahan itu bakal diterapkan setelah perjanjian lisensi yang berlaku saat ini berakhir pada penghujung tahun depan, sebut perusahaan itu.
“Kami punya kemitraan jangka panjang dengan para pemilik lisensi, yang memproduksi es krim Ben & Jerry’s di Israel dan mendistribusikannya di kawasan itu,” demikian isi pernyataan mereka, dikutip dari BBC (20/7).
“Kami tengah berupaya mengubah hal ini, sehingga kami telah menginfomasikan kepada para pemilik lisensi bahwa kami tidak akan memperpanjang perjanjian lisensi saat perjanjian tersebut berakhir pada penghujung tahun depan.”
Selain produk ritel, Ben & Jerry’s saat ini memiliki dua toko es krim di “Israel” . Perusahaan itu mengatakan bakal mendistribusikan produk mereka di Israel melalui perjanjian berbeda, yang akan diumumkan “saat kami siap”.
Perdana Menteri Israel, Naftali Bennett, memperingatkan Direktur Eksekutif Unilever, Alan Jope, bahwa rencana Ben & Jerry’s menghentikan penjualan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur akan “berdampak serius, hukum, dan hal lain.”
Bennet menyatakan merek yang dimiliki Unilever itu “jelas menempuh langkah anti-Israel” dan pemerintah Israel akan bertindak agresif menentang boikot dalam bentuk apapun terhadap warganya.
“Pemboikotan terhadap Israel—sebuah negara demokrasi yang dikelilingi pulau-pulau teror—mencerminkan hilangnya rambu-rambu. Boikot tidak berhasil dan tidak akan berhasil, dan kami akan melawanya dengan segala kekuatan,” kata Bennett sebagaimana dikutip Bloomberg.
Menteri Luar Negeri “Israel”, Yair Lapid, menyebut aksi Ben & Jerry’s adalah “aksi menyerah memalukan” terhadap anti-Semitisme dan gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS), yang menyerukan pemboikotan “Israel” atas perlakuan terhadap Palestina.
“Lebih dari 30 negara bagian di Amerika Serikat telah meloloskan undang-undang anti-BDS dalam beberapa tahun terakhir. Sata berencana meminta mereka menegakkan undang-undang ini terhadap Ben & Jerry’s,” cetusnya.
Di lain pihak, juru bicara BDS, Mahmoud Nawajaa, menyambut baik keputusan Ben & Jerry’s serta meminta perusahaan itu “mengakhiri semua prosedur dengan apartheid Israel”.
Dalam pernyataan terpisah, Unilever mengatakan keputusan tidak berjualan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur ditempuh dan diumumkan Ben & Jerry’s serta dewan direksi independen.
Unilever tetap “berkomitmen penuh pada kehadiran kami di Israel, tempat kami menginvestasikan pada orang-orang kami, merek, dan bisnis selama beberapa dekade.”
Sementara itu, pemilik lisensi Ben & Jerry’s yang diwawancarai surat kabar Haaretz mengatakan “Global Ben & Jerry’s memutuskan tidak memperbarui perjanjian dengan kami dalam satu setengah tahun ke depan di tengah penolakan kami [mematuhi] tuntutan mereka dan berhenti berjualan di seluruh Israel.”
“Kami meminta pemerintah Israel dan para konsumen untuk tidak mengizinkan pemboikotan terhadap ‘Israel’. Es krim bukan bagian dari politik.” (hanoum/arrahmah.com)