SULAYMANIYAH (Arrahmah.id) – Al Jazeera Net mendapatkan informasi dari dua sumber keamanan—satu dari Suriah dan satu dari Irak—bahwa Pasukan Demokratik Suriah (QSD) terlibat dalam serangan sisa-sisa rezim Bashar Assad terhadap pasukan keamanan dan tentara Suriah di berbagai kota di wilayah pesisir beberapa hari lalu.
Menurut sumber tersebut, setelah jatuhnya Assad, “QSD” menggelar serangkaian pertemuan dengan perwira Korps Garda Revolusi Iran di Sulaymaniyah, Kurdistan Irak. Dalam pertemuan ini, mereka sepakat untuk bekerja sama guna menghambat stabilitas Suriah, di mana kepentingan Teheran dan “QSD” bertemu dalam mempertahankan kekacauan dan melemahkan pemerintahan baru.
Pusat Operasi di Raqqa
Sumber tersebut juga mengungkap keberadaan pusat operasi gabungan yang diisi oleh perwira Garda Revolusi Iran serta mantan perwira Divisi Keempat rezim Assad, yang beroperasi di Raqqa—wilayah yang saat ini dikuasai oleh “QSD”.
“QSD”, yang mengendalikan sebagian besar ladang minyak dan gas serta dikenal sebagai “lumbung pangan Suriah”, menolak bergabung dengan Kementerian Pertahanan yang dibentuk oleh pemerintahan baru pasca-rezim Assad.
Koordinasi antara “QSD” dan Garda Revolusi Iran bukanlah fenomena baru, tetapi dalam beberapa bulan terakhir, hubungan mereka semakin erat. “QSD” kini bahkan memfasilitasi pergerakan mantan perwira Assad yang melarikan diri ke wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan milisi pro-Iran di Irak. Mereka berpindah antara Sulaymaniyah, Duhok, Sinjar, Qandil, dan akhirnya kembali ke Suriah.
Bukti Transfer Dana & Infiltrasi ke Wilayah Pesisir
Sumber keamanan Suriah mengonfirmasi bahwa mereka menemukan bukti transfer dana pada beberapa anggota sisa-sisa rezim Assad yang ditangkap dalam operasi penyisiran di wilayah pesisir Suriah. Dana tersebut berasal dari Raqqa, yang saat ini dikuasai “QSD”.
Selain itu, sisa-sisa rezim Assad memanfaatkan lemahnya keamanan di Suriah untuk berpindah dari wilayah “QSD” ke pesisir Suriah menggunakan dokumen palsu sebagai “wisatawan biasa”. Diperkirakan, sekitar 2.500 mantan perwira dan anggota militer Assad melarikan diri ke Raqqa dan Deir ez-Zor setelah rezim tumbang, dengan ratusan di antaranya kini bertempur bersama “QSD” melawan tentara Suriah di garis depan Bendungan Tishrin.
Rencana Lebih Besar: ISIS & Serangan Terorganisir?
Sumber yang sama tidak menutup kemungkinan bahwa kerja sama antara Garda Revolusi Iran dan “QSD” dapat meluas ke tingkat yang lebih besar, termasuk pembebasan tahanan ISIS yang menaruh dendam pada Hai’ah Tahrir al-Sham (HTS). Para tahanan ini kemudian bisa mendapatkan senjata untuk melakukan serangan di berbagai provinsi Suriah.
Bahkan, saat bentrokan terjadi di pesisir Suriah antara tentara dan sisa-sisa pasukan Assad, militer Turki mengerahkan bala bantuan ke garis perbatasan yang berhadapan langsung dengan wilayah “QSD” di Raqqa dan pedesaan Aleppo. Langkah ini diambil karena ada kekhawatiran bahwa “QSD” bisa saja melancarkan serangan terhadap tentara Suriah dari daerah yang mereka kuasai.
“QSD” dan Garda Revolusi: Bukan Pertama Kali Bersekutu
Bukan kali pertama “QSD” bekerja sama dengan Garda Revolusi Iran. Saat Operasi Cabang Zaitun yang dilakukan Turki untuk merebut Afrin di barat laut Aleppo, “QSD” dan milisi pro-Iran sempat membentuk pusat operasi gabungan bernama “Badai Utara” untuk menghadapi oposisi Suriah yang didukung Ankara.
Dengan semua temuan ini, terlihat jelas bahwa “QSD” bukan sekadar pasukan lokal, melainkan bagian dari permainan geopolitik yang lebih luas—menjadi sekutu Iran di Suriah, dan memainkan peran besar dalam upaya mengguncang stabilitas pemerintahan baru pasca-Assad.
(Samirmusa/arrahmah.id)