YERUSALEM (Arrahmah.id) — Kepala dinas intelijen dalam negeri “Israel” (Shin Bet), Ronen Bar, mengungkap permintaan-permintaan rahasia dan mencurigakan dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam sebuah surat setebal 8 halaman yang diserahkan kepada Mahkamah Agung “Israel”.
Dalam suratnya, Bar menyatakan tidak mengetahui alasan pemecatannya oleh pemerintah, dan menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak didasarkan pada pertimbangan profesional, melainkan motif pribadi Netanyahu.
Bar membeberkan bahwa Netanyahu memintanya untuk mengaktifkan alat-alat intelijen guna menghalangi protes publik terhadapnya, serta meminta penilaian keamanan agar ia bisa menghindari proses pengadilan. Permintaan ini disampaikan dalam pertemuan tanpa pencatatan resmi, yang ditolak oleh Bar.
Ia juga menyebut bahwa Netanyahu menginginkan data tentang para aktivis yang ikut dalam aksi protes. Dalam pernyataannya yang mencengangkan, Bar mengutip ucapan Netanyahu: “Jika terjadi krisis konstitusional, kau harus mematuhi perdana menteri, bukan Mahkamah Agung.”
Bar menyatakan akan segera mengumumkan tanggal pengunduran dirinya.
Netanyahu Membantah
Kantor Perdana Menteri Netanyahu membalas tudingan tersebut dengan menyebut surat Ronen Bar sebagai “kumpulan kebohongan” dan berjanji akan membantahnya secara rinci di kemudian hari.
Netanyahu sebelumnya berusaha mencegah Bar mengirim kesaksian tertulis ke Mahkamah Agung. Namun, Mahkamah tetap menjadwalkan Netanyahu untuk memberi tanggapan tertulis pada Kamis mendatang.
Pada 20 Maret lalu, pemerintah resmi memecat Bar, namun Mahkamah Agung membekukan keputusan tersebut menyusul gugatan dari pihak oposisi.
Oposisi: Netanyahu Ancaman bagi Keamanan
Oposisi “Israel” menilai surat Ronen Bar sebagai bukti bahwa Netanyahu merupakan ancaman nyata bagi keamanan dan demokrasi. Pemimpin oposisi Yair Lapid mengatakan bahwa kesaksian kepala Shin Bet menunjukkan bagaimana Netanyahu berusaha menyalahgunakan lembaga keamanan untuk kepentingan pribadi.
Senada dengan itu, pemimpin Partai Demokrat “Israel”, Yair Golan, menyebut kesaksian Bar sebagai “dakwaan serius dan peringatan mendesak terhadap demokrasi.”
“Netanyahu gagal secara politik dan keamanan, dan berupaya menggunakan Shin Bet demi mempertahankan kekuasaan. Ini bukan sekadar ancaman demokrasi, tapi kudeta otoriter yang nyata,” ujarnya melalui akun X.
Diketahui, pada 16 Maret 2025, Netanyahu memecat Bar menyusul perselisihan tajam terkait hasil investigasi serangan 7 Oktober 2023. Namun hingga kini, keputusan itu masih dalam proses hukum di Mahkamah Agung.
(Samirmusa/arrahmah.id)