SOLO (Arrahmah.com) – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengangap Solo sebagai satu dari 12 wilayah yang terdeteksi sebagai kantong yang mereka tuding sebagai jaringan terorisme. Keberadaan Pesantren Ngruki serta serta radio yang dikelola Ustadz Abdul Rochim (Iim), anak dari Ustadz Abu Bakar Ba’asyir fakkallahu asrah, dinilai sebagai indikasinya. Ustadz Iim terang-terangan menyebut BNPT melakukan fitnah atas tudingan itu.
Dalam rilis yang disampaikan kepada wartawan di Solo, Kamis (21/6/2012) disebutkan bahwa dari pemetaan BNPT, Solo merupakan salah satu dari 12 wilayah yang terdeteksi sebagai kantong jaringan terorisme. Berbagai hubungan dapat diungkap mulai dari keberadaan Pesantren Ngruki yang masih berada dalam pengaruh dakwa Abu Bakar Ba’asyir, yang disebut sebagai residivis terorisme.
Solo juga disebut sebagai pusat desiminasi dan propaganda ideologi terorisme, seperti maraknya penerbitan buku milik para pelaku terorisme dan keberadaan Radio Dakwah Syariah (RDS) yang dinilai terus-menerus menyuarakan propaganda kontra program deradikalisasi. Indikasi lainnya adalah bom bunuh diri di gereja GBIS di Solo yang mendapat dukungan Tim Hisbah Solo dan jaringan terorisme di Cirebon.
“Kita masih terus melakukan pemantauan dan pengamatan. Terhadap radio itu (RDS -red) kami terus melakukan pemantauan. Nantinya kita akan melakukan koordinasi juga dengan Kementerian Kominfo untuk penangangannya. Selain itu juga kami mengamati situs arrahmah.com di internet,” ujar Direktur Penindakan BNPT, Brigjen (Pol) Petrus R Golose, kepada wartawan di sela-sela memimpin rakor kesiapsiagaan dan penanganan krisis dalam penanggulangan terorisme, di Markas Kopassus Grup 2, Kandang Menjangan, Kartasura, Sukorharjo, Kamis (21/6/2012) dikutip dari detik.com.
Menanggapi rilis tersebut Ustadz Abdul Rochim Ba’asyir, putra Abu Bakar Ba’asyir, yang juga penanggungjawab program siaran RDS balik menuding BNPT sebagai institusi yang gemar menebar fitnah demi mendapatkan proyek pemberantasan terorisme yang diyakininya mendapat dana cukup besar dari pihak asing yang berkepentingan dalam pemberangusan dunia Islam.
“Beraninya hanya menebar fitnah seperti itu. Kalau BNPT bekerja dengan tulus, seharusnya mereka berani datang ke Ngruki atau bertemu pengelola RDS yang mereka tuding sebagai jaringan terorisme itu. Buktinya sampai sekarang tidak berani datang, bertemu saja mereka tidak mau kok. Itu kan konyol, nuding-nuding tetapi tidak berani klarifikasi. Amat disayangkan negara ini dikelola oleh tukang fitnah seperti itu,” ujar lelaki yang akrab disapa Iim tersebut saat dimintai tanggapannya.
Dia lalu memaparkan semua tudingan yang diarahkan kepada ayahnya, Pesantren Ngruki, maupun radio yang dikelolanya adalah bagian dari skenario BNPT untuk mencari kambing hitam. Padahal, menurut, Iim, aksi terorisme yang terjadi saat ini adalah desain aparat sendiri dengan melibatkan intelijennya, namun kemudian diarahkan kepada pihak lain yang memang selalu diopinikan sebagai pelaku. Pola itu, kata Iim, persis seperti yang dilakukan oleh Orde Baru.
“Pada peristiwa yang dulu dinamai ‘komando jihad’, terungkap didalangi oleh Ali Murtopo, lalu para aktivis muslim dituding dan ditangkapi. Sekarang juga begitu, kejadiannya atas provokasi mereka sendiri. Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dikait-kaitkan hanya karena ada orang yang pernah ngaji ke beliau. Dalam kasus pelatihan di Aceh hanya karena pengakuan Sofyan Tsauri. Kita semua tahu dia aparat yang disusupkan dan sekarang ditahan dimana juga tidak ada yang tahu,” ujar Iim.
“Khusus tentang RDS, terlalu berlebihan kalau radio kami disebut menyebarkan ideologi mendukung terorisme. Radio itu kan terbuka. Siapa saja boleh mendengarkan atau meninggalkan. Kalau memang tidak suka, ya sudah, dimatikan atau dipindahkan ke chanel lainnya. Sehingga kami menilai mereka memaksakan kehendak untuk menuding orang demi mendapatkan proyek besar dari kasus terorisme,” lanjutnya. (bilal/arrahmah.com)