BALI (Arrahmah.com) – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menargetkan untuk membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 15 provinsi pada sisa tahun ini, sebagai perpanjangan tangan dalam dalam upaya pencegahan aksi terorisme dengan melibatkan masyarakat.
Hingga kini BNPT telah membentuk FKPT di 11 provinsi, seperti Maluku, Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Bali.
Menurut Ketua BNPT Ansyaad Mbai, FKPT adalah forum koordinasi yang berfungsi untuk mendiskusikan berbagai persoalan terkait pencegahan terorisme di daerah, dengan melibatkan pemerintah daerah, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan dan sejumlah unsur lainnya.
Ansyaad mengatakan pada Jumat (19/10) bahwa pembentukan FKPT pada tahun ini lebih diprioritaskan pada daerah yang rawan aksi radikalisme atau terorisme, seperti Bali.
“Bali ini tempat paling favorit bagi teroris kalau dia ingin melakukan aksi dan pesannya akan sampai ke seluruh pelosok dunia. Tetapi sadar akan situasi itu, masyarakat Bali yang paling peduli terhadap bahaya itu,” ujar Ansyaad seperti dimuat Voice Of Amerika.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyatakan seharusnya para pelaku teror malu jika ingin kembali melakukan aksi pengeboman di Bali, mengingat aksi bom Bali pada 12 Oktober 2002 dan 1 Oktober 2005 telah gagal membuat kekacauan dan kerusuhan di provinsi tersebut.
“Kelanjutan dari teror itu , biar ada kecurigaan, ada kemarahan ada dendam, itu tidak terjadi di Bali. Itu satu hal yang membuat mereka seharusnya para teroris atau calon teroris itu malu, karena peran masyarakat Bali sendiri tidak dendam, tidak marah, tidak benci dan tidak menyalahkan agama. Tetapi justru mereka introspeksi, apa yang salah dengan diri saya,” ujar Mangku Pastika.
Sedangkan Direktur Nusa Institute Hamka Hasan mengingatkan yang perlu diantisipasi saat ini adalah para pelaku teror yang akan selesai menjalani masa hukuman pada 2014 mendatang. Jangan sampai mereka yang telah selesai menjalani masa hukuman kembali terlibat dalam aksi terorisme, ujarnya.
“Selama ini sudah ada 21 orang yang residivis, yang sudah ditangkap masuk di lapas, kemudian kembali untuk melakukan aksinya. Persoalannya banyak, diantaranya deradikalisasi jalan tetapi belum optimal. Pemerintah kita belum mampu untuk mendata, setelah mereka keluar itu dimana saja? Yang kedua masyarakat juga belum mampu menerima mereka,” ujar Hamka.
Ia menambahkan selama 2002 hingga 2012 tercatat 784 teroris telah ditangkap di Indonesia. Dari jumlah tersebut 318 orang saat ini sedang menjalani hukuman dan 50 persennya akan bebas pada 2014 mendatang, ujarnya. (bilal/arrahmah.com)