SEMARANG (Arrahmah.com) – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengklaim memiliki peta radikalisme di kampus negeri maupun swasta. Lebih lanjut BNPT mengklaim bahwa mahasiswa di Solo Raya sudah banyak yang dibina ‘teroris’ melalui gerakan ‘radikal’ dengan pintu masuk organisasi dakwah.
Dalam Seminar Nasional Deradikalisasi Paham Keagamaan Melalui Perguruan Tinggi Agama Islam, yang digelar di Aula Kampus I IAIN Walisongo Semarang, Kamis (17/11/2011) kemarin, diisi oleh Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris, tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdala dan budayawan Prie GS.
Seperti diberitakan situs Inilah.com, Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris mengklaim bahwa pihaknya telah memiliki peta radikalisme di kampus negeri maupun swasta. Irfan menyebut daerah “merah” di Jawa Tengah ada di Solo Raya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa mahasiswa di Solo Raya, sudah banyak yang dibina ‘teroris’ melalui gerakan radikal dengan pintu masuk organisasi dakwah. Terkait hal tersebut Pihak BNPT mengaku telah membuat program pendirian pusat deradikalisasi di kampus-kampus di Indonesia.
Seperti biasa BNPT tak menyebutkan darimana dan kapan BNPT melakukan survey ke kota Solo atau kepada para mahasiswa yang dituding menjadi daerah “merah” gerakan radikal.
Sementara itu Ulil Abshar menuduh ‘teroris’ di Indonesia, khususnya kelompok Islam garis keras, punya tiga modal untuk menanamkan ideologi dan menggerakkan jaringannya. Ketiga modal itu adalah dalil Alquran maupun hadist, lalu merumuskan musuh besar, dan memakai bahasa yang jelas dan tegas dengan lisan yang fasih.
Ulil menuduh dengan tiga modal itu, ‘teroris’ selalu mengampanyekan pihaknya sebagai orang yang membela agama, membela Tuhan, dan melawan musuh besar itu. Musuh dan semua pihak yang dianggap satu barisan dengan musuh, wajib diserang dengan cara apapun.
“Teroris itu punya doktrin ideologi yang kuat. Maka kita harus bisa mematahkan argumen mereka. Mereka adalah lawan debat kelas berat, maka kita harus lebih pintar dari teroris. Persediaan dalil dan logika kita harus mantap,” tutur menantu Wakil Rais Syuriyah PBNU KH Mustofa Bisri dengan sok tahu.
Tidak berhenti disitu, mantan Ketua Jaringan Islam Liberal ini juga menambahkan bahwa ‘radikalisme’ mudah masuk ke kampus karena penyebarnya merangkul anak muda dengan menyentuh emosi mereka, yaitu mengajarkan permusuhan.
Bagaimana dengan Jaingan Islam Liberal sendiri? Bukankah JIL pun juga merangkul para pemuda, untuk mengajarkan mereka tentang ‘kebenaran’ pluralisme, memasukkan ide bahwa negara Yahudi Israel berpuluh-puluh kali lebih baik dari negara Muslim, mengiming-imingi pemuda tentang ‘kebebasan’ tanpa batas, bebas menafsirkan Al Quran, bebas menafsirkan hadist dan bebas menafsirkan makna agama sesuai dengan nafsu manusia.
Tentu sangat jelas kenapa BNPT merangkul JIL untuk menyukseskan proyek deradikalisasi, karena pada kenyataannya deradikalisasi bukannya membuat seorang Muslim menjadi cerdas tetapi bertujuan merusak aqidah Ummat Islam. Seperti tuduhan yang mereka lemparkan pada aktivis Islam yang mereka sebut ‘teroris’, maka tak salah jika siapapun berhak mengkategorikan BNPT dan JIL berada di barisan yang sama dengan kaum munafiqin yang berniat merusak Islam dari dalam. Wallohua’lam. (muslimdaily/arrahmah.com)