LOMBOK (Arrahmah.com) – Data dampak korban gempabumi 7 SR yang mengguncang wilayah Lombok dan sekitarnya terus meningkat. Beberapa data korban meninggal yang beredar menunjukkan angka yang berbeda-beda, sehingga membingungkan masyarakat dan media.
Data korban meninggal dunia menurut BNPB dan BPBD NTB sebanyak 131 orang untuk wilayah NTB dan Bali hingga 8/8/2018 siang. Namun data laporan TNI sebanyak 381 orang meninggal dunia.
Sementara itu pernyataan Gubernur NTB kepada media jumlah korban meninggal dunia di NTB 226 orang. Basarnas juga 226 orang. Sedangkan data menurut Bupati Lombok Utara korban meninggal dunia di Lombok Utara 347 jiwa berdasarkan pertemuan camat se Lombok Utara.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, perbedaan angka yang besar. Apalagi data orang meninggal dunia adalah data yang sensitif dan banyak dicari media dan masyarakat.
“Lantas mana yang benar? Semuanya benar karena berdasarkan data dari lapangan.,” tandasnya.
Dia menjelaskan, kejadian perbedaan data korban selama masa tanggap darurat adalah hal yang biasa seperti saat gempabumi di Sumatera Barat 2009, erupsi Gunung Merapi 2010, tsunami Mentawai 2010 dan sebagainya saat bencana besar.
“Kebutuhan kecepatan melaporkan kondisi penanganan bencana saat krisis diperlukan sehingga menggunakan data sendiri. Akhirnya yang terjadi antara satu institusi memiliki data sendiri-sendiri dan berbeda sehingga membingungkan masyarakat,” jelasnya.
Menurutnya, perbedaan ini mencerminkan perlunya koordinasi data ditingkatkan. Data agar saling dilaporkan ke Pospenas lalu diverifikasi dan keluar satu data.
Untuk itu, dia menegaskan, perlu koordinasi bersama menyamakan data korban bencana. Hal ini dapat disepakati di Posko Utama Tanggap Darurat Bencana. Begitu juga dalam penanganan dampak gempa Lombok. Pos Pendamping Nasional (Pospenas) melalui Dansatgas dan Wadansatgas berencana mengundang Kementerian/Lembaga dan Pemda untuk menyamakan data korban pada 9/8/2018. BNPB akan mendampingi Pemda dalam pertemuan tersebut.
“Masing-masing lembaga diminta membawa data dengan lebih detil yaitu identitas korban meninggal dunia yaitu nama, usia, jender dan alamat. Data akan dicrosscheckkan satu sama lain. Sebab seringkali satu korban tercatat lebih dari satu. Misal instusi menyebutkan nama panggilan sehari-hari, nama lengkap, atau nama kecilnya sehingga data terhitung 3 orang,” tuturnya.
Dia juga mengatakan bahwa identitas korban sangat diperlukan terkait bantuan santunan duka cita kepada keluarga korban yaitu Pemerintah memberikan Rp 15 juta kepada ahli waris korban.
(ameera/arrahmah.com)