JAKARTA (Arrahmah.com) – Hujan yang mengguyur wilayah Jabodetabek sejak Ahad (8/2/2015) hingga kini belum mereda. Menurut laporan prakiraan cuaca dalam situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Senin (9/2), hujan awet yang telah menciptakan 49 titik genangan banjir di area Jabodetabek ini sangat dipengaruhi berbagai faktor.
Berdasarkan pola angin pada citra satelit, terdeteksi perlambatan kecepatan gerak udara di utara Laut Jawa. Kecepatan angin di wilayah tersebut tercatat sekitar 10 knot. Wilayahnya mencakup Sumatera, Jawa, hingga Papua yang cenderung lembab, sehingga pembentukan awan hujan mudah terjadi.
Sementara, menurut citra satelit yang diambil pada Senin pukul 10.00 WIB melalui pemantauan dengan pita gelombang inframerah, terungkap kuantitas awan tebal yang banyak di atas wilayah Jabodetabek.
Hasil pencitraan satelit menunjukkan bahwa, suhu puncak awan tebal di atas wilayah Jabodetabek diperkirakan mencapai -100 derajat Celsius. Hal tersebut disebabkan oleh perlambatan kecepatan angin yang memicu pembentukan awan tebal dan panas di wilayah Jabodetabek. Dengan demikian, Senin ini (9/2), hujan akan terus mengguyur wilayah Jabodetabek dengan intensitas ringan hingga sedang sepanjang hari.
Selain itu, BMKG juga mengungkap intensitas hujan yang mengguyur Jabodetabek dengan pencitraan melalui radar. Citra radar tersebut dihasilkan lewat pengukuran besaran energi radar yang dipantulkan oleh butiran-butiran es dalam awan. Reflektivitasnya dinyatakan dalam satuan decibel (dBZ).
Berdasarkan pengukuran tersebut, diketahui reflektivitas di wilayah Jabodetabek berkisar antara 30 – 40 dBZ. Ini berarti, meski hujan berlangsung seharian, intensitas curahnya masih tergolong ringan (30-38 dBZ) hingga sedang (38 – 48 dBZ).
Dengan intensitas sedemikian, BMKG memperkirakan, setiap jam terdapat akumulasi 1 – 10 mm air hujan perluas wilayah 1 meter persegi. Kemudian air inilah yang seharusnya diserap tanah, mengalir lewat saluran ke sungai, ataupun menjadi genangan seperti di Jabodetabek sekarang. Menurut BMKG, berikut peta potensi banjir di DKI Jakarta.
Namun, tidak semua genangan atau banjir di wilayah Jabodetabek diakibatkan langsung oleh curahan hujan. Banjir tersebut disebabkan oleh banyak faktor, termasuk kelancaran drainase. Seperti pada banjir besar Jakarta tahun 2013 lalu, sebuah hasil penelitian mengungkap bahwa itu lebih dipicu oleh sampah.
Oleh karena itu, benarlah firman Allah subhanahu wata’ala bahwa sejatinya hujan adalah rahmat (baca: Qur’an surat al-Anfal [8]: 11), al-Furqan [25]: 48-49, dan sebagainya), karena dapat merevitalisasi tanah, bahkan menciptakan lapangan pekerjaan bagi para ojek rakit, sekaligus ladang beramal shalih. Ianya akan menjadi bencana jika manusianya sendiri berbuat kerusakan di muka bumi, termasuk memenuhi saluran drainase dengan sampah atau menggunakan daerah resapan air tidak sesuai fungsinya, apalagi berbuat maksiat seperti di zaman Nabi-nabi pendahulu Muhammad shalallahu ‘alayhi wasallam. Wallahua’lam bish shawwab. (adibahasan/arrahmah.com)