JAKARTA (Arrahmah.id) – Tahun 2023 menandakan perubahan iklim yang cukup ekstrem. Bahkan, sejumlah daerah merasakan hawa lebih panas daripada biasanya saat musim kemarau lalu.
Sejak pertengahan tahun ini, Indonesia dilanda fenomena iklim El Nino. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan rekor temperatur terjadi pada 2023.
“Tahun ini adalah tahun penuh rekor temperatur. Kondisi ini tidak pernah terjadi sebelumnya, dimana heat wave (gelombang panas) terjadi banyak tempat secara bersamaan,” kata Kepala BMKG, Dwikorita dalam keterangan di situs resmi BMKG, (18/11/2023).
“Juli 2023 lalu, heat wave yang melanda Amerika Barat bahkan mencapai 53 derajat Celcius,” tambah Dwikorita.
Suhu bulan Juni hingga Agustus jadi yang paling panas sepanjang sejarah. Juli juga ditetapkan sebagai waktu terpanas.
Bahkan rekor tersebut mengalahkan kondisi pada 2016 lalu. Dwikorita menjelaskan fenomena tersebut terjadi karena perubahan iklim dan memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang langka.
“Realitas evolusi iklim tersebut, menjadikan tahun 2023 berpeluang menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim, mengalahkan tahun 2016,” jelas Dwikorita.
7 Daerah Terancam Panas Kering
Semua wilayah akan mengalami kondisi hujan yang sangat jarang. Selain itu juga menghadapi kekeringan.
Jadi, itu daerah yang perlu diwaspadai dari bulan Agustus hingga Oktober 2023, sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan khatulistiwa, prediksinya akan mengalami hujan yang sangat kecil kecuali spot-spot yang memiliki topografis tinggi,” ujar Ardhasena.
Saat itu, BMKG memperkirakan puncak El Nino terjadi Agustus hingga Oktober dan berlanjut hingga awal 2024.
BMKG juga memprediksi dampak El Nino akan sangat terasa di beberapa wlayah Indonesia. Lokasinya tersebar di bagian selatan garis Khatulistiwa.
Total terdapat tujuh wilayah dengan dampak El Nino. Wilayah tersebut mulai dari Sumatra bagian tengah hingga Selatan, Riau bagian Selatan, Jambi, Lampung, Banten, dan Jawa Barat.
El Nino yang terjadi pada Agustus hingga Oktober lalu juga berdampak besar pada beberapa hal. Fenomena yang memicu kekeringan dan dapat membuat gagal panen.
Untuk itu, BMKG sempat meminta Kementerian Pertanian untuk bersiap dan melakukan beberapa upaya. Salah satu wilayah yang mengalami El Nino terparah Jawa Barat juga memiliki wilayah pertanian cukup banyak.
“Jawa Barat ini banyak sawah, kalau mereka terkena dampak El Nino yang cukup parah, maka harus melakukan langkah siaga, seperti mengelola air hujan, atau memanen air hujan seperti di Sulawesi Tengah,” kata Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan bulan September lalu.
Sementara itu Dwikorita mengatakan kondisi kekeringan bisa meningkatkan kerentanan pada stok pangan dunia. Hal ini diprediksi akan terus terjadi di masa depan.
“FAO atau Organisasi Pangan dan Pertanian bahkan memprediksi jika hal ini terus terjadi maka di tahun 2050 mendatang bencana kelaparan akan terjadi akibat krisis pangan,” ujar Dwikorita.
Kekeringan saat itu terjadi di banyak tempat. Sejumlah bendungan, danau hingga sungai di dunia terlihat menyusut bahkan sampai mengering.
Selain Indonesia, beberapa negara lain juga melaporkan gelombang panas serta suhu yang memecahkan rekor tertinggi. Laporan datang seperti India, Bangladesh, dan China.
(ameera/arrahmah.id)