Jogja (arrahmah) – Energi alternatif yang popular dengan sebutan blue energy dianggap tidak ilmiah oleh kalangan pakar dan ilmuwan. Mereka mensinyalir ini hanya bentuk penipuan berkedok teknologi.
Kepala Pusat Studi Energy (PSE) Universitas Gajah Mada Jogyakarta Sudiartono, Msc mengatakan, Djoko Suprapto dan kelompoknya dengan dalih menemukan energi baru pengganti BBM berusaha untuk mengelabuhi pemerintah dan beberapa perguruan tinggi.
Sudiartono mengaku, UGM sendiri nyaris jadi korban kelompok Djoko. Awalnya mereka mempresentasikan penemuannya, namun ujung-ujungnya meminta surat pengakuan dan biaya untuk alasan riset.
Kecurigaan pihak UGM bertambah ketika, juru bicaar kelompok Djoko bernama Purwanto berdiskusi di kantor PSE UGM. Dari berbagai kajian dan jawaban Purwanto mengenai pembangkit listrik temuan mereka dinilai tidak ilmiah dan tidak masuk akal sebab kebanyakan bertentangan dengan hukum kekekalan energi.
“Kita makin yakin itu penipuan setelah dia bicara mampu membuat PLT Matahari dengan melobangi ozon. Dan ketika itu dia beralih mengenai Bahan Bakar Air, langsung tidak kita tanggapi,” jelasnya.
Sementara itu, pakar elektro UGM Tumiran mengatakan, penemuan bahan bakar alternatif yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah itu telah menyesatkan masyarakat dan pemerintah yang menganggap bahan bakar air kini sudah bisa dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM).
“Kalau kita lihat misalnya Jepang yang sudah maju IPTEK-nya saja belum bisa mengubah air jadi sumber energi. Apalagi para pakar di sana perlu puluhan tahun lagi untuk bisa ubah air jadi BBM,” kata Tumiran.
Apalagi menurut Tumiran, penemuan Joko Suprapto soal Blue Energy ini tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Untuk itu ia tak yakin Blue Energy temuan Joko itu bisa benar-benar mengubah air menjadi BBM pengganti bensin.
“Setiap hasil penelitian yang bersifat ilmiah harusnya dibuktikan secara ilmiah juga kan,” katanya.
Terkait dengan hal ini, Sudiartono berharap agar semua pihak termasuk kalangan Perguruan Tinggi dan pemerintah untuk berhati-hati dan tidak mudah dimafaatkan oleh pihak-pihak yang hanya mencari keuntungan serta popularitas.
Masyarakat dan para pimpinan negara juga diimbau untuk tidak panik menyikapi krisis energi seperti sekarang ini yang ujung-ujungnya hanya menjadi objek penipuan kelompok atau oknum yang bertanggung jawab tersebut.
“Jangan mudah panik menyikapi krisis energi dan jangan mudah percaya terhadap temuan yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah,” kata Sudiartono. [bt8]