GAZA (Arrahmah.com) – Kesehatan 1,4 juta warga Gaza ada di ujung tanduk setelah Israel dan Mesir melakukan blokade terhadap wilayah malang tersebut, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh lebih dari 80 organisasi kemanusiaan pada Rabu (20/1).
Lembaga-lembaga pemberi bantuan, termasuk WHO dan sejumlah lembaga yang ada di bawah PBB lainnya, mengatakan lebih dari seperlima dari pasien Palestina yang perlu meninggalkan wilayah Gaza untuk memperoleh perawatan ditolak oleh Israel, dengan dalih bahwa pasien tersebut tidak memiliki kelengkapan tertentu. Kelompok-kelompok itu menyerukan Israel dan Mesir untuk membuka perbatasan kedua negara dengan Gaza.
Max Gaylard, koordinator agen kemanusiaan PBB untuk wilayah Palestina, mengatakan blokade perlahan-lahan menggerogoti sistem kesehatan lokal dan mengancam kehidupan warga Gaza.
“Hal ini (blokade) menyebabkan terjadinya degradasi kualitas hidup warga Gaza di bidang sosial, ekonomi dan faktor-faktor penentu kesehatan lingkungan,” katanya.
“Blokade menghambat penyediaan obat-obatan dan pelatihan staf kesehatan, dan dengan kata lain, mereka mencegah pasien dengan kondisi kesehatan yang serius untuk mendapatkan perawatan khusus tepat waktu.”
Lembaga itu menyoroti kasus seorang mahasiswa, Fidaa Hijji (18), yang meninggal karena kanker saat Israel menunda pemberian izinnya untuk dibawa ke rumah sakit untuk melakukan operasi sumsum tulang.
Izin untuk masuk ke Israel itu akhirnya diberikan sehari setelah ia meninggal bulan lalu.
Akses kesehatan di Gaza telah terputus dan terisolasi dari dunia luar, dengan jumlah dokter, perawat atau teknisi yang sedikit dan mereka tidak dapat berangkat untuk memperoleh pelatihan yang diperlukan untuk memperbarui keterampilan klinis mereka atau belajar tentang teknologi medis baru, kata lembaga.
Banyak fasilitas kesehatan, seperti fasilitas dan peralatan untuk melakukan operasi jantung dan kanker, tidak tersedia di Gaza.
“Dibukanya perbatasan merupakan urgensi untuk menjamin kesehatan 1,4 juta orang di Gaza,” kata Tony Laurance, pimpinan WHO di Tepi Barat dan Gaza.
Laporan mencatat, selama tahun 2008, terdapat dua puluh sembilan pasien yang meninggal akibat tidak memperoleh akses medis yang layak di Gaza.
“Kami melakukan hal ini bukan untuk membiarkan mereka (warga Gaza) tidak mendapatkan perawatan medis yang baik, tetapi hal ini kami lakukan sebagai konsekuensi atas pemerintah mereka (Palestina) yang memaksakan keadaan perang dan berusaha dengan sengaja untuk menyakiti rakyat Israel,” dalih Yigal Palmor, jurubicara kementerian luar negeri Israel. (althaf/grdn/arrahmah.com)