DUBAI (Arrahmah.com) – Militan melakukan serangan teror 2008 yang menewaskan 166 penduduk di Mumbai, India, dengan koordinasi hanya lewat ponsel. Ini memicu ketakutan Timur Tengah soal perangkat telekomunikasi, khususnya BlackBerry.
Dua negara terbesar di Arab secara ekonomi, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, telah memblokir layanan BlackBerry dengan alasan masalah keamanan. Mereka akan melepas kebijakan ini jika RIM, produsen BlackBerry, memberikan akses ke data pengguna BlackBerry.
Banyak pihak yang mengkritik tindakan ini karena dianggap sebagai ketakutan pemerintah untuk kehilangan kontrol dan keinginan untuk memperoleh informasi oposisi atau merusak moral masyarakat.
“Ini merupakan media yang tidak seperti Facebook dan ruang chatting di internet. BlackBerry sangat sulit dipantau,” kata Christopher Davidson, pengamat isu Timur Tengah dari University of Durham, Inggris.
“Masalah keamanan, termasuk ancaman teror, telah menjadi alasan dalam pelarangan ini. masyarakat internasional begitu haus penjelasan,” kata Davidson lagi.
Ini merupakan perang data dan isu keamanan yang memiliki gema besar seperti aturan sensor di China melawan Google. Adanya perubahan teknologi yang sangat cepat telah menimbulkan kegelisahan di negara-negara yang menganggap informasi digital tanpa batas merupakan ancaman.
Di Timur Tengah misalnya, BlackBerry banyak digunakan pekerja profesional untuk mendapatkan informasi dengan menghindari perhatian yang tidak diinginkan dari pihak berwenang, bahkan jika layanan konsumen tersebut tidak memiliki perlindungan yang diberikan perusahaan.
Tidak hanya itu, remaja di Arab Saudi menggunakan BlackBerry sebagai media untuk menggoda lawan jenis secara terselubung mengingat adanya larangan pertemuan beda jenis kelamin di muka umum.
Para pemimpin di negara-negara ini melihat adanya ketegangan dengan melibatkan unsur teknologi. Teknologi telah memungkinkan alur informasi yang bebas. Musim panas lalu misalnya, ada peningkatan jumlah pengunjuk rasa Iran yang marah atas pemilihan presiden. Mereka melakukan penggalangan dukungan lewat Twitter dan Facebook.
Pengguna BlackBerry di Uni Emirat Arab pernah ‘dijebak’ pemerintah untuk menginstall program perangkat lunak untuk memata-matai perangkat mereka. Tindakan ini telah mendorong protes dari RIM meskipun belum jelas kenapa pemerintah melakukan ini.
Kasus yang menimpa RIM telah menjadi penggerak adanya debat antara kepentingan sensor dan privasi digital. Jika negara-negara seperti India, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi mendapatkan akses ke layanan BlackBerry, ahli teknologi melihat bahwa pesan BlackBerry masih tetap bisa terenkripsi/terkunci sehingga tidak ada dampak signifikan.
“Sebuah perusahaan seperti RIM benar-benar perlu berpikir bukan hanya menyangkut soal Uni Emirat Arab atau Arab Saudi, tapi kemungkinan adanya pelanggaran yang mereka lakukan di seluruh dunia,” kata Cindy Cohn, direktur hukum dan pengacara umum untuk hak digital di Electronic Frontier Foundation.
“Jika BlackBerry bersedia menawarkan akses backdoor (di Teluk), negara-negara lain juga menginkan akes yang sama.” Di sisi lain, beberapa pihak mendukung kebijakan pemerintah negara-negara di Timur Tengah.
“Ini merupakan lingkungan yang sangat sulit,” kata Theodore Karasik dari Institute for Near East & Gulf Military Analysis. “Kenyataannya adalah sangat mudah mengkritik dari luar, tetapi ketika Anda berada di dalam (negara Timur Tengah) maka akan memiliki gambaran yang sama sekali berbeda.”
Pemerintah Arab juga berada di bawah tekanan dari kaum konservatif yang mengeluh bahwa pemuda di masyarakat ternyata memiliki akses yang mudah untuk pornografi melalui internet. Bahkan ada kemungkinan bahwa perangkat tersebut digunakan sebagai perlawanan dari blok internet tradisional.
Para pejabat India enggan untuk mengidentifikasi insiden spesifik di mana BlackBerry bisa menimbulkan risiko keamanan. Namun, laporan menyebutkan bahwa militan dalam serangan November 2008 di Mumbai menggunakan ponsel dan gadget digital lainnya seperti perangkat GPS. (inilah)