XINJIANG (Arrahmah.com) – Direktur sebuah majalah online yang memantau kebebasan beragama di Tiongkok memutuskan untuk tetap mendokumentasikan dan memberitakan tentang penindasan yang dialami orang-orang Uighur di Xinjiang (XUAR), meskipun ada penangkapan dan interpretasi terhadap puluhan kontributornya dalam beberapa bulan terakhir.
Bitter Winter, sebuah situs web yang diluncurkan pada Mei 2018 oleh pusat penelitian Italia CESNUR, secara rutin menerbitkan artikel tentang keadaan kebebasan beragama di Tiongkok, kesaksian dari para korban penganiayaan agama, serta foto dan video yang mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia yang dikirimkan oleh wartawan dari dalam negeri.
Pada Agustus 2018, Cina melarang Bitter Winter dan sejak saat itu setidaknya 45 kontributornya telah ditangkap dan diinterogasi berdasarkan tuduhan “membocorkan rahasia negara” atau “keterlibatan dalam infiltrasi oleh pasukan asing” karena mengumpulkan berita tentang kesewenang-wenangan Partai Komunis Tiongkok (PKC) atas kebebasan beragama dan pelanggaran hak asasi manusia yang mereka lakukan.
Beberapa wartawan, menurut Bitter Winter, telah dikirim ke “kamp re-edukasi”, sebuah kamp yang menahan sekitar 1 juta orang Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya di Xinjiang yang dituduh memiliki “paham ekstrimisme agama” dan berbeda “haluan politik”, penahanan ini telah dilakukan sejak 2017.
Salah seorang kontributor ditangkap pada akhir September 2018 setelah mendokumentasikan aktivitas di salah satu kamp re-edukasi dan membuat laporan investigasi mengenai fakta yang terjadi di dalam kamp. Hingga kini keberadaannya tidak diketahui.
Marco Respinti, seorang jurnalis Italia dan Direktur Bitter Winter mengatakan bahwa menjadi kontributor lapangan di Tiongkok merupakan pekerjaan yang berbahaya dan sangat beresiko.
“Kami memiliki wartawan di Xinjiang yang mengirim gambar dan video dari dalam kamp, tetapi kami tidak bisa menyebutkan identitas mereka,” katanya kepada kantor berita RFA. Dia juga menambahkan bahwa “mereka melakukan itu dengan risiko taruhan nyawa mereka.”
“Bitter Winter masih tergolong baru di dunia jurnalistik tetapi kami sudah mendapatkan kesuksesan besar. Semua kesuksesan ini berkat wartawan dan koresponden kami yang tinggal di Cina. Karena jasa mereka lah kami dapat menyajikan berita yang aktual dan berbeda dari situs web berita lainnya.”
Respinti mengatakan bahwa kebebasan beragama dan hak asasi manusia menjadi “masalah yang besar di Cina”. Dia mencatat bahwa para tahanan di kamp-kamp re-edukasi telah ditahan karena keyakinan mereka dan karena pemerintah Cina “berusaha untuk menghapus etnis Uighur” di XUAR.
Respinti juga menambahkan bahwa Bitter Winter akan terus berusaha mengungkapkan kebenaran tentang apa yang sedang terjadi di wilayah tersebut meskipun pemerintah Cina telah melakukan serangan terhadap situs webnya.
“Tentu saja pemerintah Cina tidak suka dengan keberadaan kami. Mereka tidak suka jika keburukan mereka terekspos. Namun bagi kami hal tersebut tidak masalah karena itu berarti kami telah melakukan hal yang benar,” katanya.
Respinti mengatakan bahwa Bitter Winter akan melanjutkan misinya untuk terus memberitakan semua yang berkaitan dengan pembatasan kebebasan beragama di Tiongkok, dengan fokus pada kaum Uighur, apa pun risikonya.
“Kami tidak akan berhenti hingga semua orang Uighur mendapatkan hak mereka dalam beragama, apapun risiko yang harus kami hadapi,” ungkapnya dengan penuh tekad. (Rafa/arrahmah.com)