(Arrahmah.com) – Setelah malang melintang di dunia jihad Afghanistan, kemudian kembali ke tanah airnya di Saudi, Abu Umar kembali melangkahkan kakinya untuk hijrah ke bumi jihad kembali. Chechnya, inilah bumi jihad kedua yang akan ia tinggali.
Namun, kali ini Abu Umar mengajak anak dan istrinya untuk berhijrah. Tepatnya tahun 1996, istri dan dua anaknya; putra yang berumur dua tahun dan putri yang baru berumur dua bulan bernama Asmaa’ turut serta menyeberang ke Afghanistan.
Saat itu, tepatnya pada musim semi tahun 1417 H, Chechnya sedang menanti detik-detik berakhirnya invasi Rusia pertama yang berjalan dari tahun 1994-1996/1414-1417 H. Abu Umar bergegas bergabung dengan salah satu kamp yang dikomandani Syaikh Khattab Rahimahullah pada saat itu. Ketika pertama menginjakkan kaki di kamp, dia belum banyak dikenal. Abu Umar senantiasa berhati-hati agar tidak menjadi pusat perhatian.
Ketika salah satu komandan pasukan yang benama Abu Al-Walid mengunjungi kamp, ia terkejut dan hampir-hampir tidak percaya melihat pemimpin dan gurunya semasa di Afghanistan dulu. Ternyata Abu Al-Walid adalah salah satu murid Abu Umar semasa berjihad di Afghan.
Abu Al-Walid merasa gembira dan memperkenalkan Abu Umar pada pemimpin di kamp itu. Komandan mujahidin Chechnya ini juga memperkenalkan Abu Umar kepada khalayak ramai bahwa ia adalah seorang ulama dan mujahid, sekaligus gurunya ketika di Afghanistan.
“Allahu Akbar, setelah pertempuran berdarah di Vedeno Selatan, konvoi-konvoi pasukan Rusia mundur dan meninggalkan area itu.” ujar salah satu mujahid Chechnya.
Kedudukan Syaikh Abu Umar di Jajaran Mujahidin Chechnya
Ketika perang telah usai dan Rusia mulai menarik pasukannya, Abu Umar ditetapkan sebagai pendidik dan pemimpin. Ia memberi pengajaran kepada para mujahidin tentang ulumuddien dan pengalamannya dalam berjihad.
Abu Umar As-Saif memang diminta secara khusus oleh para komandan yang ada untuk menularkan ilmunya pada mujahidin. Maka dari itu, dibentuklah Al-Qaqaz Institute. Tujuannya untuk menempa generasi muda agar tangguh secara fisik dan rohani. Sehingga, estafet perjuangan pun tetap berjalan dengan mengandalkan generasi muda yang berakhlak mulia dan kuat raganya.
Terkait berdirinya lembaga ini, Jenderal KhattabRahimahullah memberikan sebuah statemen tentangnya:
“Sungguh, ini adalah satu-satunya pengalaman yang paling membanggakan setelah usainya peperangan. Perkara yang paling penting adalah institut ini, demi Allah. Institut dan dakwah ini lebih penting daripada kamp militer dan operasi militer. Hal ini menjadi kenyataan bagi kami setelah peperangan usai dan kami mendirikan Institut Dakwah Al-Qaqaz. Mengagumkan, orang-orang telah menikmati pekerjaannya setelah menyelesaikan dan mempelajari dien Allah serta mengetahui ajaran dari Al-Quran, hadist dan jihad. “
“Kami mengirim mereka ke dalam kamp-kamp pelatihan militer. Setelah dirasa cukup, para instruktur telah membuat keterampilan dari para pemuda ini meningkat dan menunjukkan kemampuan yang menakjubkan ketika berperang dengan pasukan Rusia. Dengan jalan ini, kita akan mendapatkan sekelompok pemuda yang dapat dipercaya, baik dari segi kekuatan maupun akhlaknya.”
“Maka dari itu, proses pendidikan ini akan berjalan dua atau tiga bulan. Kita akan tahu sesiapa yang pemberani, siapa yang penakut, siapa yang berwatak jahat dan sebagainya. Sesiapa saja yang tidak mampu bertahan dalam pendidikan ini selama dua bulan, apa yang kami butuhkan darinya? Mereka harus menemukan sesuatu yang baik untuk dirinya, jika tidak, maka pulanglah.”
Pemberlakuan Syariat Islam di Chechnya
Tidak berhenti sampai mendirikan sebuah lembaga pendidikan saja, ada perkara yang lebih besar dan lebih penting. Setelah Rusia benar-benar sudah mundur dan tidak tersisa lagi pasukannya, Presiden Chechnya saat itu, Zelimkhan Yandarbiyev Rahimahullah mengumumkan pemberlakuan syariat Islam di Chechnya dan akan dimotori oleh Abu Umar.
Pertemuan pertama diadakan pada bulan Rajab 1417 H yang bertempat di perusahaan milik Syaikh Fathi Rahimahullah. Diskusi panjang antara Syaikh Fathi dan presiden Zelimkhan ini menelurkan sebuah keputusan penting akan pemberlakuan hukum syariat Islam.
Pertemuan lainnya yang masih ada sangkut pautnya dengan pertemuan awal adalah keputusan presiden tentang dekrit pembentukan pengadilan syariah. Selain itu, sebagai pelengkap perangkat penegak hukum, dibentuklah Dewan Hisbah yang disebut pengawal syariah (Syariah Guard). Kemudian menata kembali masalah pendidikan, masjid dan urusan-urusan lainnya.
Ketika Abu Umar tahu akan kebenaran dekrit dari presiden tentang diterapkannya syariat Islam, ia sangat senang dan mendedikasikan dirinya siang dan malam untuk tugas mulia ini. Abu Umar bertugas mengawasi jalannya beberapa institusi penting dalam perangkat negara, semisal pengadilan syariah. Sebagai pendukung, ia membentuk dewan perundang-undangan syariah dan pengawal syariah.
Syaikh Abu Umar mendukung penuh itikad baik presiden Zelimkhan ini. Murid Syaikh Utsaimin ini mengumumkan dukungannya ke publik dan mengumpulkan dukungan dari masyarakat. Ia juga mencurahkan tenaganya untuk membantu presiden dalam membangun struktur pemerintahan karena penting dan menjadi prioritas, khususnya sebagai pembuktian adanya buah tangan berjihad karena Allah.
Ketika syariat telah diberlakukan, masyarakat merasakan keamanan yang terjaga. Beberapa masjid dibangun dan meningkat jumlah jamaah sholatnya. Proses pembelajaran tentang syariah yang berlaku di mana saja, membuat masyarakat tersadar. Budaya korupsi yang menyebabkanchaos mulai memudar dan segalanya dapat terkontrol dengan baik.
Perang Chechnya Kedua, Oktober 1999-Jumadil Tsani 1420 H
Kondisi aman, nyaman dan tentram dalam balutan syariat Islam hanya dinikmati selama tiga tahun saja. Rusia kembali menabuh genderang perang dan melanjutkan invasi ke negara Chechnya. Abu Umar menjadi saksi hidup kekejaman yang dilakukan tentara Rusia terhadap rakyat Chechnya
“Rakyat Chechnya kembali terluka keimanannya karena kampanye ini. Masjid-masjid dihancurkan dan Al-Qur’an menjadi kitab buruan tentara Rusia untuk dilenyapkan. Masyarakat ketakutan menyimpan Al-Qur’an dan kitab Hadits di rumahnya. Wanita-wanita tak lagi mengenakan hijab karena tekanan dari Rusia. Pemerintah komunis ini mendistribusikan narkoba pada pemuda Chechnya untuk merusak generasi muda sekaligus para militer Chechnya,”
“Rakyat Chechnya juga dihantui ketakutan pembantaian-pembantaian sistematis yang dilakukan Rusia untuk mengurangi jumlah populasi. Setiap bulan, sepuluh laki-laki yang sehat dan kuat hilang, mereka dibawa dari rumahnya dan dieksekusi. Desa-desa dibom hingga luluh lantak hingga tidak tampak tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Sebelumnya, tentara Rusia akan menjarah setiap rumah penduduk dan menculik rakyat Chechnya. Untuk apa? Rusia menjadikan rakyat Chechnya sebagai komoditi perdagangan manusia.” cerita Abu Umar atas apa yang dilihatnya.
Setelah melihat kenyataan yang terjadi, Abu Umar segera berkoordinasi dengan para komandan jihad. Mereka mendiskusikan jalan terbaik untuk bertahan dari para invader. Langkah nyata yang diambil adalah memperkuat persenjataan, amunisi dan segala hal yang dibutuhkan dalam peperangan. Ketika peperangan telah mencapai titik didihnya, banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak, terkhusus manakala Rusia menargetkan para komandan sebagai target utama.
Mereka membunuh komandan Dzokhar Dudayev, Arabayev, Zelimkhan, Maskhadov serta para komandan dari mujahid lokal lainnya. Komandan-komandan dari pihak “Anshar” pun banyak yang berguguran, salah satunya yang paling dikenal adalah Jenderal Khattab, Abu Al-Walid murid Abu Umar ketika di Afghan, Abu Qutaibah dan lainnya.
Strategi ini memang disengaja oleh Rusia untuk melemahkan pasukan mujahidin dengan menghilangkan para komandannya. Mereka berharap para mujahidin kocar-kacir setelah kehilangan pemimpinnya. Abu Umar segera bergerak cepat menyatukan para pejuang dan menumbuhkan rasa persaudaraan serta kasih sayang di antara mereka.
Abu Umar tidak hanya sekedar seorang guru yang bisa menulis sebuah teori dan mengucapkannya saja. Dia juga mempunyai jiwa kepemimpinan yang kuat untuk mengatur para mujahidin dan menyatukan mereka dengan syariat Islam. Partnernya dalam memimpin mujahidin adalah dua saudaranya dari Arab juga, yaitu Abu Al-Walid dan Abu Qutaibah. Juga di antaranya yang lain adalah Abu Hafs Al-Urduni. Salah satu pertemuan mereka yang terekam dalam sejarah adalah pada tahun 1424 H bulan Rabiul Awwal.
Pentingnya Jaringan yang Kuat untuk Mendukung Perjuangan Chechnya
Abu Umar mempunyai koneksi yang kuat dengan tokoh-tokoh dunia Islam. Mereka adalah ulama-ulama besar yang menjadi pemimpin di dunia Islam. Salah satu dari mereka adalah Syaikh Muhammad bin Shalih ibn Utsaimin. Oleh karenanya, kabar tentang Chechnya dapat ter-blow up di seantero dunia.
Hubungan yang baik dengan para ulama ini ia gunakan untuk menjelaskan semua masalah yang terjadi di Chechnya. Akhirnya, Syaikh Utsaimin menggunakan ini untuk menyebarkan berita mujahidin Chechnya. Syaikh Utsaimin sendiri yang menyelidiki, menyebarkan berita dan menasehati para mujahidin.
“Saya tidak bersedih dengan tewasnya umat Islam atau anak-anak di Chechnya, karena insya Allah mereka adalah para syuhada. Yang saya sedihkan adalah mayoritas negara Islam hanya diam seribu bahasa melihat kejadian seperti ini…”
Syaikh Al-Utsaimin sangat menyayangkan bungkamnya negara-negara Islam atas penderitaan kaum muslimin di Chechnya. Meski demikian, Syaikh tetap berusaha mendukung perjuangan mujahidin Chechnya dengan menyebarkan kabar tentang mereka yang nun jauh di pegunungan Kaukasus Utara.
Abu Umar Saif yakin bahwa untuk menjaga kegiatan jihad yang stagnan perlu adanya sebuah konstitusi khusus, yaitu persatuan mujahidin. Jika peperangan telah usai, maka persatuan mujahidin tetap terjaga, dan itulah salah satu tujuan jihad yang mereka capai.
Persatuan mujahidin dan kesolidan dalam bekerja sama menjadi salah satu nilai lebih dari jihad Chechnya dari jihad di daerah lainnya. Oleh karena itu, Abu Umar benar-benar berhati-hati dalam meramu sebuah panduan untuk melengkapi usaha ini. Hingga terbitlah karya fenomenal Abu Umar yang berjudul “Shari’ah Politics.”
Muhammad Shisani menuturkan, “Buku ini telah sempurna sebelum ia (Abu Umar) syahid. Syaikh Abu Umar menulis sebuah buku yang berjudul “Politic in Islam.” Ini adalah buku yang mengagumkan. Abu Umar ingin menyelesaikan buku ini sebelum ajal menjemput dengan meninggalkan sebuah warisan untuk umat Islam berupa ilmu. Ia menghabiskan waktunya berjam-jam untuk menyelesaikan bukunya sambil berujar. ‘Kami harus segera menyelesaikan buku ini sebelum kami mati. Saya ingin mewariskan ini untuk umat Islam.’ Harapannya pun terwujud… Alhamdulillah.”
Abu Umar adalah sosok yang totalitas dalam perjuangan. Ia mendedikasikan dirinya dan hartanya untuk jihad Chechnya. Pikiran dan konsentrasinya hanya tertuju pada satu titik, yaitu kondisi kaum muslimin. Mujahin Arab ini selalu mengikuti berita perkembangan tentang keadaan umat Islam. Ia yakin bahwa kemenangan itu dekat dan menitikberatkan bahwa jihad itu penting untuk sebuah negara. Ia membawa negara ke arah kejayaan dengan jihad.
Selain itu, Abu Umar adalah orang yang sangat menjaga lisannya dari perkataan sia-sia. Pribadi yang kuat dan ditakuti siapapun, penyabar dan sederhana. Orang yang tenang, kalem, berakhlak mulia dan bisa memetakan antara kebulatan tekad dan ketergesa-gesaan. Jadi, ketika berbuat tidak secara serampangan, tapi penuh dengan pertimbangan.
Abu Umar adalah sosok yang tegas dalam permasalahan hukum syariah. Disiplin dalam segala hal dan tidak suka menggunakan waktu untuk hal yang sia-sia. Meskipun demikian, ia adalah orang yang mudah untuk diajak bekerja sama. Ia tidak pernah mengucapkan kata kasar dan tajam ketika bergaul dengan mujahid lainnya.
Abu Umar juga menjadi pribadi yang ringan tangan, fleksibel dan serius dalam bekerja. Luasnya ilmu yang dimiliki tidak pernah membuatnya selalu menguasai forum. Ia selalu mengajak mujahidin lainnya untuk berdiskusi hingga menemukan satu titik terang bersama. Jika kita mengenalnya, maka akan muncul rasa suka dan kagum terhadapnya, dan jika kita hanya melihatnya saja, ketakutan akan muncul kepadanya.
Syahidnya Syaikh Abu Umar As-Saif
Abu Umar syahid pada bulan Syawal 1426 H, bertepatan dengan bulan November 2005 setelah terlibat konfrontasi dengan musuh. Saat itu ia maju ke medan perang tanpa persiapan yang matang. Abu Umar syahid bukan di Chechnya, melainkan di negara tetangga, Republik Daghestan.
Sebelum ia dijemput kesyahidan pada hari itu, telah banyak usaha-usaha dari musuh untuk membunuhnya. Abu Umar pun sudah terluka berkali-kali, tetapi hal itu tidak pernah menyurutkan semangat perjuangannya.
Salah seorang seorang murid dari Abu Umar yang bernama Muhammad mengatakan bahwa sebelum syahid, gurunya telah merasakan bahwa ajal telah mendekatinya. Abu Umar pun semakin berharap mendapatkan syahid dengan meningkatkan shalat dan membaca Al-Qur’an. Kemudian dengan khusyuknya ia berdoa memohon kesyahidan.
“Katakan ‘Amin’!” ujarnya. Dan aku pun berkata, “Amin”. Kemudian Abu Umar melanjutkan doanya, “Semoga Allah mengaruniakan kesyahidan kepada kita sekalian.”
Adapun kronologi peristiwa yang menyebabkannya syahid adalah sebagai berikut: Saat itu, ada seorang mata-mata Rusia yang menginformasikan keberadaan sebuah kelompok mujahidin. Di dalam kelompok itu terdapat beberapa komandan besar mujahidin. Mendapat sasaran empuk itu, Rusia mengerahkan helikopter dan beberapa artileri berat untuk mengepung perkumpulan mujahidin tersebut.
Pada saat itu, para mujahidin telah semuanya keluar dari rumah. Hanya ada Abu Umar seorang di rumah itu. Rusia yang tidak tahu menahu, mengultimatum agar semua mujahidin keluar dari rumah. Mereka mengancam akan menghancurkan rumah dan membunuh semua mujahidin yang ada di dalam rumah. Abu Umar menolak dan memilih untuk melawan Rusia dengan persenjataan apa adanya.
Kemudian, Rusia pun menurunkan pasukan khususnya untuk menyerang rumah yang hanya berisi Abu Umar. Ketika pasukan mendekat, Abu Umar melemparkan sabuk berisi peledak dan membunuh banyak pasukan Rusia, termasuk dirinya sendiri. Maka, saat itulah kesyahidan menjemputnya.
Penulis: Dhani el_Ashim
Editor: Rudy
(kiblat.net/arrahmah.com)