JAKARTA (Arrahmah.com) – Kepala Badan Intelijen Negara, Jenderal (Purn) Sutanto meminta masyarakat agar tidak cemas dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen yang saat ini masih dibahas di DPR.
“Tentu DPR tidak sembarangan dalam membuat RUU. Kami pun sama dengan pemerintah, ini kan sudah reformasi, lainlah,” kata Sutanto di sela Rapat Rencana Kerja Pemerintah dan Pagu Indikatif 2012 di Istana Bogor, Selasa (29/3/2011).
Terkait dengan kewenangan penyadapan yang akan dituangkan dalam UU Intelijen, Sutanto menegaskan bahwa kewenangan itu memang harus melekat pada BIN. Hal ini penting, mengingat penyadapan dilakukan untuk mengantisipasi potensi yang mengganggu keamanan.
“Tentu akan diarahkan kepada mereka yang diperkirakan terlibat tindak-tindak kejahatan tadi. Masyarakat pun tidak perlu khawatir, karena tidak sembarangan. Menyadap juga kan ada sanksinya. Dan sanksinya berat untuk petugas yang melanggar,” tuturnya.
Apakah penyadapan yang dilakukan BIN nantinya perlu izin hakim? “Saya kira tidak perlu. Ini bedanya antara polisi dengan intelijen. Kalau polisi kejadian dulu baru dia menyidik pelaku-pelakunya. Intelijen kan mewaspadai giat-giat yang akan terjadi, jadi belum bisa diketahui orang-orangnya,” jelasnya.
Untuk kepentingan persidangan, Sutanto menuturkan, data intelijen akan diserahkan ke kepolisian dengan meminta izin dari hakim. “Jadi semuanya terukur. Dan bila diketahui ada penyimpangan, baru kemudian diserahkan ke proses hukum,” ucapnya.
Sebelumnya, LSM Imparsial mengatakan, RUU ini perlu dikritisi. Pasalnya, tidak mustahil hal ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis atau ekonomi kelompok tertentu, bahkan untuk kegiatan memata-matai lawan politik.
“Jangan sampai penyadapan yang dilakukan aparat intelejen itu disalahgunakan. Undang-undang harus mengatur penyadapan hanya boleh dilakukan dengan tujuan mengungkap kejahatan,” kata Direktur Program Imparsial, Al Araf, kepada VIVAnews, melalui sambungan telepon, Minggu (27/3). (viva/arrahmah.com)