YANGOON (Arrahmah.com) – Seorang biksu ultra-nasionalis Myanmar pada Minggu (14/10/2018) mengutuk masyarakat internasional karena menyeru diseretnya jenderal-jenderal Myanmar ke pengadilan atas krisis Rohingya.
Biksu penghasut Wirathu, yang dikenal sebagai wajah gerakan nasionalis Buddhis Myanmar, berbicara di depan sebuah unjuk rasa pro-militer yang menarik ratusan pendukung. Unjuk rasa ini merupakan yang pertama sejak ia dilarang berbicara di depan umum tahun lalu.
Larangan itu, yang berakhir pada bulan Maret, dikeluarkan oleh dewan para biksu senior yang mengatakan bahwa Wirathu telah “berulang kali menyampaikan pidato kebencian terhadap agama-agama untuk menyebabkan perselisihan komunal”.
Dalam kampanyenya, Wirathu menyebut minoritas Muslim Rohingya sebagai “Bengali”, sebagai upaya untuk mendelegitimasi identitas mereka dari Myanmar.
Think tank garis keras ini kembali bersuara pada Minggu (14/10) dalam rapat umum untuk memprotes sejumlah seruan agar Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menyelidiki para jenderal Myanmar atas genosida dan kejahatan kemanusiaan terhadap minoritas Muslim Rohingya.
“Hari ketika ICC datang ke sini … adalah hari ketika Wirathu memegang pistol,” katanya.
Dia memuji Cina dan Rusia di Dewan Keamanan PBB sebagai “raksasa nasionalis yang berdiri tegak bersama kebenaran” atas peran mereka mencegah tindakan tegas terhadap Myanmar.
“Jangan berbohong kepada dunia yang mengatakan bahwa orang Bengali adalah Rohingya karena Anda ingin mempromosikan Islamisasi di Myanmar,” lanjut Wirathu. “Jangan hancurkan negara kita dengan menciptakan kelompok etnis palsu.”
Militer mengatakan tindakan brutal mereka – yang menyebabkan lebih dari 720.000 orang Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan dengan tuduhan pemerkosaan, pembakaran dan pembunuhan – dibenarkan untuk memerangi ‘terorisme’.
Para pendukung Wirathu muncul dalam pawai hari Minggu (14/10), dimana ratusan orang berkumpul di depan pusat Semon Pagoda ikon kota Yangon membawa potret raksasa kepala militer Jenderal Min Aung Hlaing, yang menurut para penyelidik PBB adalah sosok yang paling bertanggung jawab.
Dewan HAM PBB memilih bulan lalu untuk mempersiapkan dakwaan kriminal atas kekejaman di Myanmar.
Min Aung Hlaing tetap bertahan dalam menghadapi tekanan internasional, membenarkan tindakan Myanmar dengan mengatakan bahwa tidak ada negara, organisasi atau kelompok yang memiliki “hak untuk ikut campur dalam kedaulatan Myanmar”. (Althaf/arrahmah.com)