RIYADH (Arrahmah.com) – Di bawah sorotan pemerintahan baru Amerika Serikat (AS), Arab Saudi bergegas membebaskan sejumlah tahanan politik dan berbaikan dengan saingan di kawasannya. Saudi berupaya membersihkan diri sambil bersiap menghadapi kebijakan baru dari AS.
Seperti dilansir AFP, Selasa (16/2/2021), Presiden Joe Biden berjanji dalam kampanyenya untuk menjadikan Saudi sebagai “paria” setelah negara monarki itu mendapat “kebebasan” selama era mantan Presiden Donald Trump. Namun para pengamat menilai Biden akan mengadopsi jalan tengah.
Sambil memeriksa catatan HAM Saudi secara menyeluruh, pemerintahan Biden diperkirakan akan menjaga kemitraan keamanan yang berharga antara kedua negara. Di sisi lain, AS juga bergerak untuk memulai kembali perundingan nuklir dengan Iran.
Otoritas Saudi untuk sementara membebaskan beberapa tahanan politik dalam apa yang dipandang banyak pihak sebagai ‘anggukan’ untuk Biden. Salah satu yang dibebaskan adalah aktivis Loujain al Hathloul, yang dikenal dengan kampanye mengakhiri larangan mengemudi bagi wanita.
Sementara itu, dalam upaya memperkuat posisinya di kawasan dalam era baru, Saudi juga memimpin sekutunya untuk mengakhiri pertikaian sengit dengan Qatar. Hal ini diketahui sebagian atas desakan AS yang ingin negara-negara Arab bersatu melawan Iran.
Tidak hanya itu, Saudi juga berupaya meredakan ketegangan dengan Turki -sekutu AS di NATO, menyusul aksi boikot barang-barang Turki tahun lalu saat ketegangan kedua negara meningkat usai pembunuhan wartawan Saudi, Jamal Khashoggi, di Istanbul tahun 2018.
Seorang sumber yang dekat dengan kepemimpinan Saudi menuturkan kepada AFP bahwa otoritas Saudi tengah menurunkan suhu dengan menjaga hubungan tetap terbuka dengan Erdogan meskipun tidak saling menyukai.
Sementara itu, pernyataan resmi terbaru dari AS menyebut Saudi sebagai ‘mitra keamanan’, bukan sebagai ‘sekutu’ dan pembeli penting hardware militer AS seperti era Trump. Menurut pengamat, hal ini menggambarkan bahwa AS di bawah Biden berupaya menjauh dari hubungan transaksional era Trump sembari meninjau penjualan senjata ke Saudi.
Baru-baru ini, Biden mengumumkan penghentian dukungan untuk operasi militer pimpinan Saudi melawan Syiah Houthi di Yaman. Namun Biden juga menegaskan komitmen AS membela kedaulatan wilayah Saudi di tengah maraknya serangan rudal dan drone dari Syiah Houtsi di Yaman.
Laporan media terkemuka Wall Street Journal (WSJ) bulan lalu menyebut militer AS memperluas kehadirannya di Saudi, dengan rencana pengembangan pelabuhan dan pangkalan udara di wilayah barat untuk bersiap jika perang pecah dengan Iran. (Hanoum/ rrahmah.com)