JAKARTA (Arrahmah.com) – Demi mengejar pundi-pundi penerimaan negara, pemerintah berencana akan menambah objek kena pajak. Salah satunya dengan membandrol pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa kesehatan seperti termasuk jasa rumah bersalin.
PPN yang merupakan pajak atas konsumen ini tentunya akan menambah beban biaya bagi masyarakat yang hendak menggunakan jasa melahirkan.
Wacana kebijakan tersebut diatur dalam perubahan kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Bila tidak ada aral melintang beleid tersebut akan dibahas oleh pemerintah dan parlemen di tahun ini. Sebab sudah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasionak (Prolegnas) 2021.
Sebagaimana yang dihimpun Kontan.co.id, dalam draf perubahan UU KUP tersebut pemerintah menghapus butir a ayat 3 pasal 4A UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang mengatur bahwa jasa pelayanan kesehatan medis dibebaskan dari PPN.
Merujuk UU 49/2009 delapan poin yang termasuk dalam jasa pelayanan kesehatan medis. Pertama, jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi. Kedua, jasa dokter hewan. Ketiga, jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi.
Keempat, jasa kebidanan dan dukun bayi. Kelima, jasa paramedis dan perawat; Keenam, jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium. Ketujuh, jasa psikologi dan psikiater. Kedelapan, jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.
Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menilai, dengan masuknya jasa rumah bersalin sebagai objek yang terkena PPN akan mengakibatkan biaya persalinan meningkat.
“Masuknya objek barang yang kena PPN akan akibatkan biaya jasa bersalin naik dan rumah sakit swasta yang paling terdampak,” ujar Bhima, Ahad (13/6/2021), lansir Okezone.
Bhima mencontohkan, kisaran biaya bersalin normal antara Rp2 juta sampai Rp15 juta, di mana jika biaya persalinan sebesar Rp2 juta dikenakan PPN 12 persen maka ditotal menjadi Rp2.240.000 atau ada tambahan Rp240.000 dari PPN.
“Ini kan signifikan sekali. Padahal yang bersalin di RS swasta bukan hanya kelompok menengah ke atas tapi juga bawah,” terangnya.
Bhima menegaskan, filosofi pajak tersebut tidak menjunjung rasa kemanusiaan karena mengejar objek kesehatan.
Harusnya, lanjut Bhima, sektor kesehatan diberikan stimulus pada saat pandemi maupun pasca pandemi.
“Jangan cari pemasukan pajak dari kesehatan, kurang bijak,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)