(Arrahmah.com) – Kemungkaran berjamaah selalu menjadi trend di negara jahiliyah, negara yang sistem kehidupannya tidak terikat dengan syari’at Allah. Pertanyaannya, mengapa di negara Indonesia yang mayoritas terbesar penduduknya beragama Islam, cara hidup jahiliyah dan kekafiran menjadi pilihan? Sehingga negara kita tenggelam dalam kerusakan moral, kekerasan seksual menimpa generasi muda ke tingkat yang semakin mengerikan. Korupsi, mabuk miras, dan narkoba menjadi pilihan gaya hidup yang terus mengundang bencana.
Kita sering mendengar perempuan dijadikan alat transaksional. Perempuan dijadikan “hadiah” untuk menyogok hakim agar memenangkan perkara hukumnya.. Menyuap pejabat agar syahwat politik maupun bisnisnya terpenuhi. Sekarang prilaku bejat itu dicontoh anak-anak muda seperti kasus di Bengkulu, 14 orang abg memperkosa seorang gadis. Mengerikan!
Siapa sesungguhnya biang kerok kerusakan agama dan negara, sehingga masyarakat terus menerus dirundung nasib tragis? Ada dua faktor utama sebagai penyebabnya:
Pertama, kerusakan agama dipicu oleh sikap ulama. Krusakan agama yang diproduksi oleh ulama, tokoh agama, adalah memasukkan unsur bid’ah sebagai bagian dari ajaran agama.
Membangkitkan ajaran Syiah yang menghalalkan mencerca sahabat Nabi Saw dan menista istrti beliau adalah produksi ulama. Munculnya Ahmadiyah dengan ajaran, “ada nabi setelah Nabi Muhammad” adalah kerjaan ulama.
Ulama lah yang mencarikan dalil untuk membenarkan kesesatan masyarakat maupun kezaliman penguasa. Berbuat sesat tapi punya alasan menggunakan dalil agama, tidak mungkin dilakukan orang awam, melainkan ulama. Merekalah yang menyampaikan soal-soal keagamaan yang keluar dari ajaran kitab suci, karena merasa punya otoritas religius.
Bid’ah merupakan salah satu problem pokok dalam Islam. Karena bid’ah lah, berapa banyak darah tertumpah akibat saling membunuh sesama muslim. Bagaimana kelompok khawarij menumpahkan darah khalifah Utsman bin Affan. Kekompok Syiah menumpahkan darah kaum muslim dan memicu permusuhan di negara-negara Islam. Beberapa waktu lalu di Jawa Timur muncul Banser dan Anshar menurunkan bendera yang mengajak menegakkan khilafah, dengan alasan anti Pancasila. Sementara mereka tidak bereaksi ketika PKI muncul dengan kaos bergambar palu arit, padahal PKI adalah pemberontak terhadap NKRI. Bahkan mereka ikut dalam acara sesat Syiah.
Perbuatan bid’ah dilindungi dan dibela oleh ulama dan penguasa. Bid’ah lawannya Sunnah.
Imam Asy Syatibi menyatakan: “Munculnya perpecahan dan permusuhan sesama Muslim ketika muncul kebid’ahan.” Begitupun Ibnu Taymiah pernah berkata, “Bid’ah itu identik dengan perpecahan, sebagaimana sunnah identik dengan persatuan.”
Kedua, kerusakan negara dilakukan oleh penguasa dengan memproduksi kezaliman. Untuk menguatkan kezalimannya, penguasa membutuhkan bantuan ulama. Kolaborasi ulama su’ dan penguasa zalim, sangat berbahaya bagi kepentingan rakyat.
Berkembangnya opini mungkar, “hubbul wathan minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman” datangnya dari ulama. Begitupun munculnya pernyataan sesat yang membenarkan muslim mengangkat pemimpin kafir, “Pemimpin kafir yang jujur lebih baik dari pemimpin Muslim yang korup” adalah produk ulama bejat. Bahkan tidak segan memanipulasi pendapat ulama lain untuk menguatkan kesesatannya.
Lalu bagaimana, menurut Islam, langkah konkrit meluruskan bid’ah yang diproduksi ulama sesat dan mengatasi kezaliman penguasa, dijelaskan dalam Al-Qur’an. Apa penyebab keterpurukan agama dan kehidupan dunia diterangkan dalam ayat berikut:
“Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa mukjizat-mukjizat yang jelas. Kami telah turunkan kitab suci dan syari’at yang adil bersama para rasul, agar manusia menegakkan keadilan. Kami telah menurunkan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan sangat bermanfaat bagi manusia. Allah hendak menguji manusia, siapa di antara manusia yang mau membela agama dan rasul-Nya karena beriman kepada yang ghaib. Sungguh Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. (QS Al-Hadiid (57) : 25)
Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim. Kami telah memberikan kenabian dan kitab suci kepada anak keturunan mereka. Di antara anak keturunan Nuh dan Ibrahim ada yang mendapat hidayah, tetapi sebagian besar dari mereka kafir. (QS Al-Hadiid (57) : 26)
Kemudian Kami susulkan beberapa; orang rasul kepada generasi-generasi berikutnya. Kami susulkan pula ‘Isa bin Maryam. Kami turunkan Injil kepada ‘Isa bin Maryam. Kami masukkan rasa kasih sayang, santun, dan sifat menjauhkan diri dari hawa nafsu ke dalam hati pengikut-pengikut ‘Isa. Adapun para pendeta Nasrani yang hidup membujang, mereka telah merekayasa syari’at palsu yang sama sekali tidak pernah Kami tetapkan bagi mereka. Mereka sendiri yang merekayasa dengan alasan untuk mencari keridhaan Allah. Para pendeta itu terbukti tidak memperhatikan ajaran Injil secara benar. Di akhirat kelak, Kami akan memberikan pahala kepada Bani Israil yang beriman. Tetapi sebagian besar dari Bani Israil itu kafir.” (QS Al-Hadiid (57) :27)
Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para rasul kepada umat manusia untuk memperbaiki kerusakan yang mereka timbulkan. Para utusan itu juga diutus untuk menegakkan keadilan, dan cara menegakkannyapun dijelaskan pada ayat ini. Karena itu, manusia tidak akan mungkin bisa menegakkan keadilan tanpa mengikuti jalan dan methode yang ditempuh para rasul itu.
Menegakkan keadilan, bukan saja pada manusia tapi juga pada alam semesta, merupakan hal prinsip dalam Islam. Kezaliman bisa dilenyapkan bila keadilan ditegakkan. Akan tetapi mustahil keadilan dapat ditegakkan di atas landasan hawa nafsu. Karena itu pula, penguasa manapun baik muslim maupun kafir jika zalim pasti akan dibinasan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Keadilan merupakan aksioma kehidupan manusia. Hilangnya keadilan merajalelanya kezaliman. Dan keadilan mustahil bisa tegak tanpa menegakkan Syariah Ilahy. Penguasa Indonesia hari ini, tidak peduli syariat Allah, dan segala bentuk kerusakan pun terjadi tanpa bisa ditanggulangi. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Setiap nabi yang Kami utus ke suatu negeri, pasti ada penduduknya yang mengingkari kenabiannya. Karena itu Kami timpakan kesulitan dan penderitaan kepada mereka, supaya mereka mau taat kepada Allah. (QS Al-A’raaf (7) : 94)
Kemudian Kami gantikan nasib buruk mereka dengan nasib yang lebih baik. Ketika kaum nabi itu mencapai kemakmuran dan jumlah mereka semakin banyak, mereka berkata: “Kesengsaraan dan kesejahteraan yang pernah menimpa nenek moyang kami disebabkan perubahan kondisi alam.” Mereka tidak menyadari kesesatannya, maka Kami timpakan siksa kepada mereka secara mendadak. (QS Al-A’raaf (7) : 95)
Sekiranya penduduk berbagai negeri mau beriman dan taat kepada Allah, niscaya Kami akan bukakan pintu-pintu berkah kepada mereka dari langit dan dari bumi. Akan tetapi karena penduduk negeri-negeri itu mendustakan agama Kami, maka Kami timpakan adzab kepada mereka akibat dari dosa-dosa mereka. (QS Al-A’raaf (7) : 96)
Serial Kajian Malam Jum’at, 5 Mei 2016, di Masjid Raya Ar Rasul, Jogjakarta.
Narsum: Amir Majelis Mujahidin, Ustadz Muhammad Thalib.
Notulen: Irfan S Awwas
(*/arrahmah.com)