MYANMAR (Arrahmah.com) – Beberapa negara menghalangi pekerjaan kami dalam meningkatkan kesadaran tentang genosida terhadap komunitas Rohingya di Myanmar, ujar kepala kelompok hak asasi manusia pada Ahad (28/10/2018).
Dalam wawancara khusus kepada Anadolu, Kyaw Win, Direktur Jaringan Hak Asasi Manusia Burma (BHRN) mengatakan: “Beberapa negara di Dewan Keamanan PBB tampaknya lebih memilih kepentingan mereka daripada kemanusiaan. Beberapa negara adidaya menempatkan hambatan di depan kami dalam masalah Myanmar.”
Berbicara di sela-sela sesi tentang Myanmar di Dewan Keamanan PBB, dia berkata: “Ini sangat penting, genosida terhadap Muslim Rohingya berlanjut di Myanmar, itu belum berakhir. Saya terkejut bahwa beberapa negara masih mengecilkan masalah ini. Muslim yang tinggal di Myanmar menghadapi banyak penganiayaan. Ada 26 wilayah di mana ummat Islam dilarang masuk. Muslim tidak diberi pekerjaan di banyak tempat.”
“Sejak awal 2018, 20 Masjid telah ditutup di seluruh negeri dan beberapa gereja telah dikunci. Kebebasan beragama berada di bawah ancaman di Myanmar.”
Memuji upaya Turki tentang masalah ini, dia melanjutkan: “Saya ingin berterima kasih kepada para pemimpin dan orang-orang Turki. Kalian adalah contoh yang bagus di dunia Muslim dan telah menjadi yang pertama dalam menanggapi krisis ini. Kami mengagumi upaya kalian. Saya juga ingin menyeru Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk memberi tekanan lebih pada pemerintah Myanmar untuk memecahkan masalah ini sesegera mungkin. Tolong bantu kami dalam masalah ini.”
Rohingya yang digambarkan oleh PBB sebagai komunitas paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat sejak puluhan orang tewas dalam kekerasan komunal pada tahun 2012.
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan Myanmar, menurut laporan Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), lansir Anadolu pada Ahad (28/10).
Lebih dari 34.000 orang Rohingya juga dilemparkan ke dalam api, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, menurut laporan OIDA.
Sekitar 18.000 wanita dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar, 113.000 lainnya dirusak, tambah laporan.
Menurut Amnesti Internasional, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar anak-anak dan perempuan, melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan agresi terhadap komunitas Muslim pada Agustus 2017. (haninmazaya/arrahmah.com)