WASHINGTON (Arrahmah.id) — Banyak yang mengira ancaman Perang Dunia III (PD III) akan terjadi di tanah Eropa karena Rusia dan Ukraina atau di Selat Taiwan karena Taiwan dengan Cina. Namun hal ini tak berlaku bagi analis geopolitik dan penulis The Shadow War, Brandon Weichert.
Ia mengatakan sebenarnya ancaman PD III akan muncul dari Timur Tengah. Ini pun, tegasnya, sudah lama menjadi kekhawatiran Amerika Serikat (AS) sejak lama.
“Sudah menjadi pendapat saya selama beberapa tahun sekarang bahwa ancaman PD III tidak akan datang baik dari Ukraina atau Taiwan,” katanya dikutip International Business Times (3/5/2023).
“Tapi itu akan berasal dari Iran,” jelasnya.
Pernyataan ini bukan tak berdasar. Kedekatan yang terjadi antara Iran dengan Rusia dan Cina akan membawa Teheran ke titik baru oleh sekutu-sekutunya itu.
Menurutnya Teheran akan didorong Beijing dan Moskow untuk bergerak melampaui batas tradisional mereka. Di mana negeri itu akan mengancam Israel dan mendorong AS bergerak.
“Iran diberdayakan oleh sekutunya di Beijing dan Moskow. Itulah tepatnya yang sedang terjadi,” tambahnya.
Kepemilikan Iran akan nuklir juga menjadi sinyal lain. Iran diketahui telah memperkaya uranium beberapa tahun terakhir.
Perjanjian pembatasan nuklir yang semula telah dibuat di era Presiden AS Barrack Obama, musnah di bawah aksi penerusnya Donald Trump, yang secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir 2018 itu. Alhasil Iran, yang kembali dikenai sejumlah sanksi oleh Washington, maju dengan proses pengayaan uraniumnya dengan cepat.
“Semua orang, termasuk Presiden (Joe) Biden sendiri, mendukung kombinasi penarikan mutlak AS dari wilayah tersebut,” ujarnya lagi menyebut AS terlalu fokus ke Ukraina dan Taiwan, bukan Iran.
“Ini sama saja memastikan muncul konflikt lebih besar, alih-alih mencegahnya, yang kemungkinan juga akan menyedot AS ke dalam skenario PD III saat AS tidak memiliki kemampuan, sumber daya, atau kemauan untuk meraih kemenangan dalam konflik semacam itu,” tegasnya.
Mengutip laman yang sama, April lalu laporan mengklaim Cina dan Rusia telah melakukan pembicaraan dengan Iran untuk mengisi pasokan senyawa kimia penting untuk rudal balistik. Langkah tersebut dikatakan melanggar sanksi PBB.
Ini pun berpotensi dimanfaatkan untuk membantu Rusia mengisi stok roketnya yang mulai habis di Ukraina. Drone Iran memang dilaporkan digunakan Rusia dalam perang dengan tetangganya itu, yang menyebabkan kehancuran signifikan di beberapa kota milik Kyiv.
Khusus Cina, diketahui Presiden Iran Ebrahim Raisi pernah menulis sebuah opini untuk media pro pemerintah Beijing, People’s Daily, yang menyebut bahwa Cina dan Iran adalah “teman dalam situasi sulit”. Ketergantungan Iran ke Cina meningkat beberapa talun terakhir, mulai dari perdagangan, hingga menjadi “juru selamat” yang mendamaikannya dengan Arab Saudi. (hanoum/arrahmah.id)