(Arrahmah.com) – Fenomena bentrokan antara mujahid di Suriah membuat kita sedih melihatnya, kurang lebih sekitar 3000 orang meninggal dalam bentrokan tersebut. Setelah syahidnya Syaikh Abu Khalid As-Suri dengan aksi bom bunuh diri, dan terakhir adalah Amir Jabhah Nushrah di Idlib dan anggota keluarganya syahid oleh serangan khianat. Sumber-sumber di desa Ra’s Al-Hisn menuturkan kepada Edlib News Network (ENN) (16/4/2014 bahwa korban gugur dalam serangan khianat tersebut adalah:
1. Amir Jabhah Nushrah propinsi Idlib, Syaikh Abu Muhammad Fatih Rahmaun bin Muhammad Al-Anshari (40 tahun).
2. Putri sulung Abu Muhammad Al-Anshari (11 tahun)
3. Abu Ratib Abdurrahman Rahmaun bin Muhammad Al-Anshari (37 tahun)
4. Istri Abu Ratib Al-Anshari, yaitu Bintu Kamal Abdul ‘Aal
5. Putri Abu Ratib Al-Anshari (sekitar 4 tahun)
Padahal Allah melarang umat Islam bertindak berlebihan terhadap orang kafir, bagaimana sikap terhadap orang, wanita, dan anak-anak Muslim
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampui batas karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui batas (Tarjamah Tafsiriyah QS Al-Baqarah2[190])
Allah juga memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk bertindak adil, bahkan sekalipun kepada para musuh dan lawan mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa (QS Al-Maidah[5]8)
Dalam sebuah hadist dari Buraidah R.a. menceritakan bahwa ketika memilih komandan untuk kesatuan pasukan besar atau pasukan kecil, Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam selalu memberikan nasihat kepada dirinya secara khusus agar senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’la, dan kepada kaum Muslimin yang berada dibawah komandonya agar selalu berbuat kebaikan. Lantas beliau bersabda, “Berperanglah kalian dengan nama Allah, pada jalan Allah! Perangilah orang yang kafir kepada Allah! Bertempurlah kalian, namun janganlah bertindak melampui batas, janganlah melanggar aturan (perang), janganlah mencincang (musuh) dan janganlah membunuh anak-anak!
Abu Hurairah menuturkan sebuah hadist, bahwa Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Ketika seseorang dari kalian bertempur, hendaklah ia menghindari (melukai) muka.” (HR Bukhari & Muslim)
Ibnu Mas’ud, dalam sebuah hadist, mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Orang yang paling hati-hati dalam membunuh adalah yang memiliki iman (HR Abu Dawud)
Abdullah bin Yazid al-Anshar menuturkan sebuah hadist Rasulullah saw melarang perampasan harta dan pembunuhan yang kejam (HR Bukhari)
Senada dengan hadist ini, terdapat juga larangan membunuh wanita, anak-anak dan para manula, larangan membunuh musuh yang tidak berdaya (terluka parah); serta larangan menyerang rahib, orang-orang yang mengasingkan diri, dan pihak-pihak yang terikat perjanjian damai ayang tidak terlibat perang.
Jiwa seorang Muslim yang lemah lembut, merupakan refleksi dari kelembutan qalbu. Semakin lembut qalbu seseorang, maka kelemah lembutannya akan semakin tampak. Qalbu yang lembut, akan memancarkan jiwa-jiwa yang “peka”. Sebaliknya, hati yang kesat dan keras, akan melahirkan tindakan yang kasar, sembrono, bahkan brutal. Karena qalbu merupakan barometer action seseorang. Maka tidak heran, kalau Nabi shallalahu alaihi wa sallam menyatakan bahwa surga itu diperuntukkan bagi mereka yang memilik jiwa-jiwa yang lembut, karena Allah mencintai kelembutan.
Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat kamar-kamar atau gedung-gedung yang bahagian luarnya dapat dilihat dari bahagian dalam, dan bahagian dalam dapat dilihat dari bahagian luarnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyediakannya untuk orang yang suka memberi makan orang miskin, orang yang lembut dalam berbicara, orang yang suka berpuasa dan orang yang mengerjakan shalat di malam hari waktu manusia lain sedang tidur”. (HR. Tirmidzi)
Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesiapa yang dikurniakan sifat lemah lembut, niscaya dia akan memperoleh kebaikan dalam semua hal.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah adalah Zat Yang Maha Lembut, yang mencintai kelembutan dalam seluruh perkara.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah memuji sahabatnya Asyaj Abdul Qais dengan sabdanya, “Sesungguhnya pada dirimu ada dua sifat yang dicintai Allah yaitu lemah lembut dan tenang”. (HR. Muslim)
Iyadh Bin Himar al-Mujasyi menceritakan, suatu hari Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam berkata dalam khutbahnya, “Penghuni syurga itu ada tiga jenis; pertama, orang yang memiliki kekuasaan, berbuat adil dan bertindak mengikuti hukum. Keduanya, orang yang pengasih dan lembut hatinya terhadap setiap ahli keluarga dan orang Muslim. Ketiganya, orang yang menjaga kehormatan diri, menghindari perkara keji, tidak mengeluh kerana kekurangan dan tidak meminta- minta”. (HR. Muslim)
Rasulullah bersabda, “Apabila Allah menginginkan kepada anggota keluarga maka Allah memberikan sikap lemah lembut kepada diri mereka (HR Ahmad)
Dari ‘Aisyah istri Nabi, dari Nabi shallalahu alaihi wa sallam beliau telah bersabda: “Sesungguhnya sifat lemah lembut itu tidak berada pada sesuatu melainkan dia akan menghiasinya (dengan kebaikan). Sebaliknya, tidaklah sifat itu dicabut dari sesuatu, melainkan dia akan membuatnya menjadi buruk.” (HR. Muslim)
Dari Jarir bin ‘Abdillah Al-Bajali dari Nabi shallalahu alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang dijauhkan dari sifat lemah lembut (kasih sayang), berarti dia dijauhkan dari kebaikan.” (HR. Muslim)
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud RA dia berkata: Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda: “Maukah kalian aku beritahu orang yang diharamkan atas neraka atau orang yang neraka diharamkan atasnya? Semua kerabat yang lemah lembut lagi memberikan kemudahan.” (HR. At-Tirmizi dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’)
Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk bersikap lemah lembut terhadap sesamanya. Allah berfirman, “Wahai Muhammad, berkat rahmat Allah kepadamu, kamu bersikap lemah lembut kepada para pengikutmu. Sekiranya kamu kasar lagi keras hati kepada pengikutmu, niscaya mereka akan menjauhi kamu. Karena itu, maafkanlah orang-orang mukmin yang bersalah. (Tarjamah Tafsiriyah QS Ali-Imran[3]159)
Al-Qur’an mengabadikan, saat Fir’aun sudah sampai pada puncak ketaghutan dengan mengatakan, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi,” maka Allah mengutus Nabi Musa dan Harun untuk memperingatkannya dan mendakwahinya seraya berpesan,
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaahaa: 44)
Yakni dengan bahasa yang mudah dipahami, halus, lembut, dan penuh adab tanpa sikap kasar, arogan, dan intimidasi dalam berkata atau bertindak brutal. Semoga dengan perkataan yang lembut ini dia jadi ingat dengan sesuatu yang bermanfaat untuknya sehinga dia melaksanakannya atau takut dengan apa yang membayakannya sehingga dia meninggalkannya. Kemudian Allah menerangkan tentang ucapannya tersebut,
“Dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)” Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?”.” (QS. Al-Naazi’aat: 18-19)
Itulah kalimat yang digunakan Musa dan Harun dalam mendakwahi Fir’aun, seorang thaghut yang kafir. Kenapa ada sebagian kaum muslimin yang mendakwahi dan menasihati kawannya dengan kalimat cela, mengkhawarijkan, menyesatkan, dan ungkapan-ungkapan buruk dan kasar lainnya bahkan membunuhnya? Apakah dia menginginkan mengeluarkan saudaranya dari keburukan ataukah sebaliknya, menginginkan keburukan tetap kukuh pada diri sahabatnya?
Berkatalah seorang shalih saat mendengar ayat ini, “Mahasuci Engkau wahai Rabb, apabila seperti ini sikap baik-Mu kepada Fir’aun yang telah mengucapkan, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” (QS. Al-Naazi’aat: 24)
Maka bagimana sikap baik-Mu kepada hamba yang mengucapkan, “Mahasuci Engkau Wahai Tuhanku yang Maha Tinggi.”
Jika ini adalah kelemahlembutanmu kepada kepada Fir’aun yang telah mengucapkan, “Aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.” (QS. Al-Qashash: 38)
Lalu bagaimana kelemahlembutan-Mu terhadap hamba yang masih berucap Laa Ilaaha Illallaah(Tiada tuhan berhak disembah kecuali Allah).” Wahai para muwahhid, berlemah lembutlah dan berkatalah yang baik serta jangan gampang menyematkan gelar-gelar kafir, murtad kepada saudaramu yang tergelincir.
Lemah lembut terhadap anak
Rasulullah pernah mencium Al-Hasan bin Ali, sementara Al-Aqra’ bin Habis At-Tamimi sedang duduk di sisi beliau. Maka Al-Aqra’ berkata, ‘Aku memiliki 10 anak, namun tidak ada satu pun dari mereka yang kucium.’ Kemudian Rasulullah memandangnya, lalu bersabda, ‘Siapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi.’ (HR. Bukhari Muslim).
Lembut terhadap orang terhadap orang yang berbuat dosa
Suatu ketika Adiy bin Arhta bin Artha’ah menulis surat kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz r.a, ia menuliskan, “Dari Adiy bin Artha’ah; Amma Ba’du, semoga Allah swt memberikan kabaikan kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz R.a. sesungguhnya ada beberapa pegawai sebelumku yang mencuri harta Baitul Mal dengan jumlah yang sangat banyak. Aku tidak ingin mengambil apa yang mereka ambil dari tangan mereka begitu saja, kecuali memberikan hukuman yang setimpal kepada mereka. Apabila Amirul Mukminin-semoga Allah memberikan kebaikan kepadanya-memberikan izin kepadaku untuk melakukan hal itu (menghukum dan menyiksa mereka), niscaya akan aku melakukannya.
Kemudian Umat bin Abdul Aziz r.a menjawab, : Amma Ba’du, Sungguh sangat mengagumkan atas permintaan izinmu untuk memberikan hukuman dan siksa kepada seseorang. Seolah-olah izinku kepadamu untuk memberikan hukuman dan siksa kepadanya akan menghindarkanmu dari siksa dan murka Allah swt. Lihatlah apa yang pernah aku lakukan untuk menangani kasus seperti ini. Datanglah bukti-bukti yang jelas, lalu ambilah keputusan berdasarkan bukti-bukti yang jelas, lalu ambilah keputusan berdasarkan bukti-bukti yang telah kamu temukan. Apabila pencuri tersebut mengaku atas apa yang telah ia lakukan. Apabila pencuri tersebut mengaku atas apa yang telah kamu temukan. Apabila pencuri tersebut mengaku atas apa yang telah ia lakukanm maka putuskanlah dengan pengakuannya, maka mintalah ia untuk bersumpah atas nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha bijaksana dan biarkanlah ia pergi. Demi Allah, apabila mereka melemparkan pengkhianatan kepada Allah, adalah lebih aku sukai daripada Allah mengalirkan darah mereka. Wassalam.
Berusahalah untuk bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang berbuat dosa dan maksiat. Dan ketahuilah bahwa segala akhir kehiduapn ini berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan kami memohon kepada Allah swt agar memberikan jalan akhir yang baik kepada kita semua.
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu mengatakan, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Pernah ada dua orang dari Bani Israel yang masih bersaudara. Salah seorang diantara keduanya sering melakukan perbuatan dosa, sedangkan yang lain sangat tekun dalam melaksanakan ibadah. Orang yang tekun dalam ibadahnya ini selalu melihat saudaranya itu masih saja berbuat dosa. Kemudian ia mengatakan kepadanya, “Bertaubatlah kamu.” Pada hari berikutnya ia menemukan saudaranya itu masih saja berbuat dosa. Kemudian ia mengatakan, “Bertaubatlah kamu.” Pada hari berikutnya ia menemukan saudaranya tersebut berbuat dosa lagi, lalu ia berkata, “Bertaubatalah kamu.” Setelah itu saudaranya yang berbuat dosa itu mengatakan, “Biarkan aku dengan Tuhanku, apakah kamu diutus untuk mengawasiku? Saudara yang tekun beribadah tersebut mengatakan, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni dosa-dosamu, Allah tidak akan memasukkan kamu ke dalam surga.”
Beberapa bulan kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mencabut nyawa mereka berdua. Lalu kedua-duanya bertemu di harapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan semesta Alam. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Apakah kamu lebih tahu daripada Aku? Atau apakah kamu lebih berkuasa daripada Aku? Lalu Allah swt berkata kepada saudara yang sering berbuat berbuat dosa, “Pergilah ke surga karena rahmat-Ku. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata kepada saudaranya yang tekun beribadah, Pergilah kamu ke neraka. (HR Abu Dawud)
Subhanallah berbahanya jika seseorang cepat memvonis, kamu kafir, kamu tidak akan diampuni, apalagi jika membunuh jiwa.
Lembut terhadap orang kafir yang memusuhi kita
Kisah Nabi ketika berdakwah ke Bani thaif, lalu beliau dicaci maki, dihina dan dilempari batu hingga kaki beliau berdarah-darah. Akhirnya beliau menjauh dari thaif dan berdoa,
“Wahai Tuhanku, kepada Engkau aku adukan kelemahan tenagaku dan kekurangan daya-upayaku pada pandangan manusia. Wahai Tuhan yang Maha Rahim kepada sesiapa Engkau menyerahkan daku? Kepada musuh yang akan menerkamkan aku ataukah kepada keluarga yang engkau berikan kepadanya urusanku, tidak ada keberatan bagiku asal aku tetap dalam keridhaan-Mu. Dalam pada itu afiat-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya muka-Mu yang mulia yang menyinari segala langit dan menerangi segala yang gelap dan atasnyalah teratur segala urusan dunia dan akirat, dari Engkau menimpakan atas diriku kemarahan-Mu atau dari Engkau turun atasku azab-Mu kepada Engkaulah aku adukan hal ku sehingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan Engkau”
Demikianlah doa Baginda Rasulullahu yang penuh dengan kepasrahan dan keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Mendengar doa NabiNya ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Jibril AS yang langsung turun berhadapan dengan Rasulullah dan mengucapkan salam seraya berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui apa yang telah berlaku diantara kamu dan orang-orang ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyediakan malaikat digunung-gunung disini khusus untuk menjalankan segala perintah kamu.”
Sambil berkata demikian Jibril menghadapkan malaikat penjaga gunung-gunung itu dimuka Baginda shallalahu alaihi wa sallam, kata Malaikat ini: “Wahai Rasulullah, saya bersiap sedia untuk menjalankan perintah Tuan. Kalau dikehendaki, saya sanggup menyebabkan gunung-gunung yang berada sebelah di kota ini berbenturan sehingga penduduk-penduduk di kedua-dua belahnya mati tertindih. Kalau tidak, Tuan perintahkan apa saja hukuman yang selayaknya diterima oleh orang-orang ini.”
Namun apa jawab Rasulullah mendengar janji-janji Malaikat itu yang sesuai dengan nafsu amarah ini? Nabi Muhammad shallalahu alaihi wa sallam. yang penuh dengan sifat rahim dan belas kasihan ini tidak mengiakan tetapi berkata: “Walaupun orang-orang ini tidak menerima Islam, saya harap dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, keturunan-keturunan mereka, pada satu masa nanti, akan menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berbakti kepadaNya.”
Riwayat lain menyebut, di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya, ia selalu berkata: “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya.” Setiap pagi Rasulullah mendatangi dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah melakukannya hingga menjelang beliau shallalahu alaihi wa sallam wafat. Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis yahudi buta itu.
Suatu hari Abu Bakar berkunjung kerumah anaknya Aisyah, Beliau bertanya kepada anaknya: “Anakku adakah Sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan” Aisyah menjawab pertanyaan ayahnya: “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja”. Jawab Abu Bakar : “Apakah itu?” Kata Aisyah : “Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada disana.”
Keesokan harinya Abu Bakar pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abu Bakar mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak: “Siapakah kamu?” Jawab Abu Bakar: “Aku orang yang biasa”
Kata pengemis: “Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa yang mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan padaku dengan mulutnya sendiri.”
Abu Bakar tidak tahan menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu: “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam.” Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar ra, ia pun menangis dan kemudian berkata: “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya. Ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.”
Subhanallah terhadap orang kafir saja beliau bersikap lemah lembut bagaimana terhadap orang Muslim yang masih mengucapkan Laaillahaillallah.
Berlaku lembut terhadap hewan
Khalifah Umar bin Khatab r.a. berpesan kepada Panglima Amr bin Ash dan pasukan kaum Muslim. “Hendaklah kalian memperlihatkan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘aalamiin. Kalian tidak boleh menzalimi orang tua, kaum wanita, anak-anak, para pendeta, dan orang-orang yang tidak memusuhi Islam.” Kalian pun tidak boleh merusak tempat tinggal, bangunan, tanaman dan perkebunan,”kata Umar lagi.
Setelah mendengar pesan Khalifah Umar, pasukan Amr bin Ash segera berangkat ke Mesir. Saat perjalanan mereka berkemah bermalam, saat tenda-tenda dibongkar tinggal satu tenda yang tidak dibongkar. Panglima perang Amr bin Ash bertanya kepada salah seorang prajurit. Kita tidak boleh mengganggu binatang, wahai Tuan, sebagaimana pesan Khalifah Umar. Lihatlah… ada seekor burung yang telah membuat sarang burung yang telah membuat sarang diatas tenda kita, “Jawab prajurit itu sambil menunjuk ke atas tenda. Bahkan, mungkin…sejak tadi malam, burung itu sudah bertengger di tenda kita. Lalu, ia bertelur, dan kini sedang mengerami telur-telurnya, “Kata prajurit lainnya. Kalau begitu…biarkan tenda ini tetap berdiri. Kita jangan menganggu binatang,” kata Amr bin Ash,”
Subhanallah terhadap hewan saja sikap yang dilakukan begitu sayangnya bagaimana denan manusia?
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pembe rian-Nya), lagi Maha Mengetahui (Tarjamah Tafsiriyah QS Al-Maidah,5: 54)
Penulis: Abu Azzam
(arrahmah.com)