JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin, menilai jika rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menurunkan derajat Pancasila untuk diatur dengan Undang-Undang.
Din dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (13/6/2020), mengatakan bahwa kajian RUU HIP memeras Pancasila ke dalam pikiran-pikiran yang menyimpang, dan memonopoli penafsiran Pancasila yang merupakan kesepakatan dan milik bersama.
“Pendekatan menurunkan derajat (downgrading), menyempitkan arti (reduksionis), dan menopoli Pancasila adalah berbahaya bagi eksistensi NKRI yang berdasarkan Pancasila,” ujar Din.
Din meminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan pembahasan RUU HIP tersebut karena akan memecah belah bangsa.
“Pembahasan sejumlah RUU di tengah keprihatinan nasional akibat Covid-19 juga tidak arif bijaksana, apalagi cenderung dilakukan secara diam-diam dengan menutup aspirasi dari masyarakat madani. Praktik demikian merupakan hambatan terhadap pembangunan demokrasi Pancasila yang berkualitas yang kita cita-citakan bersama,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)
JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin, menilai jika rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menurunkan derajat Pancasila untuk diatur dengan Undang-Undang.
Din dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (13/6/2020), mengatakan bahwa kajian RUU HIP memeras Pancasila ke dalam pikiran-pikiran yang menyimpang, dan memonopoli penafsiran Pancasila yang merupakan kesepakatan dan milik bersama.
“Pendekatan menurunkan derajat (downgrading), menyempitkan arti (reduksionis), dan menopoli Pancasila adalah berbahaya bagi eksistensi NKRI yang berdasarkan Pancasila,” ujar Din.
Din meminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan pembahasan RUU HIP tersebut karena akan memecah belah bangsa.
“Pembahasan sejumlah RUU di tengah keprihatinan nasional akibat Covid-19 juga tidak arif bijaksana, apalagi cenderung dilakukan secara diam-diam dengan menutup aspirasi dari masyarakat madani. Praktik demikian merupakan hambatan terhadap pembangunan demokrasi Pancasila yang berkualitas yang kita cita-citakan bersama,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)