JAKARTA (Arrahmah.com) – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan enam pernyataan sikap terkait aksi damai 4 November atau 411 dan aspirasi umat Islam menuntut seret ke pengadilan penista agama, Ahok.
“Demo tersebut mewakili seluruh aspirasi umat Islam yang merasa tersinggung misi dakwah dan kitab sucinya (Al-Quran) direndahkan, dilecehkan, dan dinista akibat pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu,” tulis pernyataan bercap resmi PP Muhammadiyah tertanggal 8 November 2016.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr. H Haedar Nasir, M.So dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed, yang menandatangani surat tersebut juga menyatakan “Pemerintah diharapkan untuk lebih responsif dan menjalin komunikasi dengan semua pihak dalam menampung dan merespons aspirasi umat Islam sebagai kekuatan mayoritas yang selama ini merasa kurang terakomodasi banyak kepentingannya yang strategis.”
Berikut isi lengkap enam poin sikap PP Muhammadiyah tersebut:
Pertama. Bahwa demo 4 November 2016 telah berlangsung damai, demokratis, tertib, dan bermartabat. Demo tersebut mewakili seluruh aspirasi umat Islam yang merasa tersinggung misi dakwah dan kitab sucinya (Al-Quran) direndahkan, dilecehkan, dan dinista akibat pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu. Muhammadiyah berpandangan bahwa demo yang masif dan simpatik itu murni aspirasi keagamaan dari seluruh komponen umat Islam serta tidak ada unsur politisasi apapun oleh pihak manapun.
Kedua. Muhammadiyah mengapresiasi tinggi atas demo damai umat Islam itu, sekaligus menghargai pihak kepolisian dan TNI yang melakukan tugas pengamanan dengan baik. Manakala pada penghujung demo terjadi kericuhan, kami selain menyesalkan kerusuhan itu, sekaligus menaruh kepercayaan bahwa hal itu tentu tidak dilakukan oleh pendemo yang selama aksi berlangsung justru telah menunjukkan al-akhlaq al-karimah (akhlak mulia). Kerusuhan itu dimungkinkan dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin merusak keluhuran sikap dan aspirasi umat Islam dan membenturkannya dengan aparat keamanan untuk menimbulkan kesan anarki.
Ketiga. Menghargai sikap pemerintah melalui Presiden dan Wakil Presiden yang memerintahkan kepolisian untuk melakukan proses hukum yang cepat, tegas, dan transparan serta tidak akan melakukan intervensi. Disayangkan sikap tegas tersebut kurang diimbangi dengan proses komunikasi yang cepat dan terbuka, sebagaimana tidak berhasilnya para wakil pendemo untuk berkomunikasi dengan Presiden RI, yang sebenarnya positif jika hal itu berlangsung. Karenanya kini dan ke depan Pemerintah diharapkan untuk lebih responsif dan menjalin komunikasi dengan semua pihak dalam menampung dan merespons aspirasi umat Islam sebagai kekuatan mayoritas yang selama ini merasa kurang terakomodasi banyak kepentingannya yang strategis.
Keempat. Pemerintah diminta bersikap cermat dan seksama dalam menangani dan menyelesaikan kasus dugaan penistaan agama tersebut sebagai akar tunjang yang menyebabkan suasana kehidupan kebangsaan menjadi keruh dan mengalami eskalasi keresahan yang luas. Kepolisian diharapkan tidak melakukan interpretasi yang dapat menambah eskalasi ketidakpuasan terhadap penanganan kasus penistaan agama itu. Tegakkan hukum dengan cepat, tegas, dan transparan secara konsisten sebagaimana janji pemerintah. Gelar perkara yang terbuka selain harus sesuai koridor hukum juga jangan sampai menimbulkan masalah baru yang menyebabkan kontroversi dan kaburnya masalah utama. Akan besar resiko dan pertaruhannya manakala kasus tersebut tidak sejalan dengan esensi keadilan hukum dan aspirasi umat Islam yang merasa keyakinan agamanya ternodai.
Kelima. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang relijius dan berkebudayaan luhur. Karena itu semua pejabat negara di seluruh tingkatan hendaknya menunjukkan keteladanan dan jiwa kenegarawanan. Pejabat negara harus rendah hati, bertutur kata yang baik, serta tidak bertindak arogan yang dapat meresahkan masyarakat. Pejabat negara tidak boleh bertindak gegabah; lebih-lebih yang berkaitan dengan urusan Agama, Pancasila, dan hal-hal sensitif lainnya. Semua warga negara juga diharapkan menunjukkan perilaku yang utama, damai, toleran, dan berkeadaban mulia.
Keenam. Muhammadiyah mengajak segenap institusi pemerintahan (eksekutif, legislatif, yudikatif) dan semua komponen bangsa, termasuk partai politik di dalamnya, menjaga kebersamaan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepada seluruh komponen dan warga bangsa hendaknya tetap menjaga suasana aman, damai, dan kebersamaan. Kerahkan seluruh energi nasional untuk menjadikan Indonesia sebagai negara dan bangsa yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa tahun 1945.
(azmuttaqin/arrahmah.com)