JAKARTA (Arrahmah.com) – Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK yang terdiri dari PP Pemuda Muhammadiyah, Kontras, ICW, LBH Jakarta, dan lainnya mengungkapkan sejumlah kejanggalan dari upaya pengungkapan kasus Novel tersebut dalam konferensi pers di Kantor Pusat Muhammadiyah, Menteng Raya, Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2017).
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan, dirinya bersama aktivis HAM Haris Azhar telah bertemu Novel di Singapura. Pada dasarnya, telah banyak informasi dan barang bukti yang dikumpulkan oleh penyidik.
“Tidak kurang 56 orang telah diperiksa sebagai saksi untuk dimintai keterangan, rekaman CCTV yang berada di lokasi kejadian juga sudah diambil oleh pihak penyidik, serta beberapa barang bukti lainnya yang telah diamankan oleh pihak penyidik seperti pakaian Novel Baswedan dan cangkir yang diduga digunakan pelaku dalam penyerangan tersebut,” kata Dahnil.
Dahnil kemudian mengungkap sejumlah kejanggalan dari proses penyidikan Polri. Kata dia, ada sikap kurang serius dari Polri dalam upaya mengungkap kasus itu. Diduga ini karena ada kepentingan politik di internal Kepolisian sendiri.
“Pertama, tidak ditemukannya sidik jari dalam gelas yang ditemukan di sekitar lokasi kejadian yang diduga digunakan oleh pelaku penyiraman,” jelas dia.
Kedua, Polri sebelumnya telah menangkap beberapa orang yang diduga pelaku penyerangan. Namun tiga orang yang setidaknya pernah ditangkap itu malah dilepaskan kembali.
Mereka yang ditangkap tersebut diketahui mengaku sebagai mata elang atau tukang tagih motor. Tapi dianggap janggal karena untuk apa mereka berkeliaran di sekitar rumah Novel.
“Melepaskan ketiga orang tersebut dengan dalih alibi yang disampaikan oleh ketiga orang tersebut. Padahal beberapa saksi di sekitar lokasi, baik sebelum peristiwa penyerangan, menduga kuat bahwa beberapa orang yang ditangkap terlihat sering berada di sekitaran lokasi kediaman Novel dan menanyakan aktivitas Novel,” kata Dahnil.
Sementara itu, Koordinator Kontras, Yati Indriyani menambahkan, kejanggalan yang ketiga adalah adanya ketidaksepemahaman pernyataan antara Mabes Polri dengan penyidik. Sejumlah pernyataan pihak Mabes Polri dinilai banyak dibantah atau direvisi oleh Tim Penyidik Polda Metro Jaya.
“Seperti terkait dengan status ketiga orang pelaku yang pernah ditangkap dan diperiksa oleh Penyidik Polda Metro Jaya itu,” ujar Yati.
Keempat, muncul sejumlah ancaman terhadap anggota Komisoner Komnas HAM dalam proses usulan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Komnas HAM bersama PP Pemuda Muhammadiyah sebelumnya menginisiasi pembentukan TGPF terkait kasus penyerangan Novel. Wacana itu urung terealisasi dikarenakan ancaman tersebut.
“Kelima, adanya tim internal Polri yang di luar proses penyidikan, yang juga bergerak. Beberapa saksi menyampaikan bahwa pasca dilakukan proses pemeriksaan di Polres, beberapa anggota yang mengaku dari Mabes Polri juga mendekati saksi dan meminta informasi terkait dengan penyerangan terhadap Novel Baswedan,” tukas Yati seperti dikutip RMOLJakarta.
Diketahui bersama, hingga hari ini proses penyidikan kasus penyiraman air keras ke wajah penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan masih menjadi misteri. Sebab, sudah 106 hari proses kasus itu ditangani polisi dan belum ada perkembangan berarti.
(azm/arrahmah.com)