Pikiran terlibat dalam pertempuran di salah satu faksi dari berbagai faksi yang bertempur di Yaman, tidak pernah terlintas di benak Adel. Sampai dia kehilangan pekerjaan di layanan air publik kota Taiz.
Tiba-tiba ayah dari dua orang putri mendapati dirinya harus berjuang untuk memberi makan keluarganya dan mulai tahun 2015 ia menemukan kesulitan untuk menghidupi istri dan anak-anaknya setiap hari.
Tahun lalu, merasa berada pada titik terendahnya karena pengangguran dan kenaikan harga bahan pangan, pria berusia 37 tahun tersebut memutuskan untuk menjadi tentara bayaran dan bertempur untuk Arab Saudi melawan milisi Syiah Houtsi di sepanjang perbatasan kedua negara.
“Lusinan tetangga saya dari berbagai usia berpartisipasi dalam pertempuran sebelum saya dan mereka kembali dengan banyak uang, jadi saya mulai berpikir tentang pertempuran,” ujar Adel kepada MEE.
“Tetangga saya mengatakan kepada saya bahwa mereka tidak menghadapi bahaya dalam pertempuran, dan serangan udara biasanya menargetkan Houtsi, sementara mereka menembak Houtsi dari daerah yang aman.”
Diyakinkan bahwa bergabung dengan jajaran Saudi akan aman, Adel memutuskan untuk mendaftar.
Pendaftarannya sederhana. Ada beberapa calo di Taiz yang menghubungkan calon pejuang dengan Saudi dan mengirim calon baru ke kota Dhahran Al-Janub di selatan Arab Saudi.
“Akhirnya saya memutuskan untuk bergabung dalam pertempuran sehingga saya bisa mengurangi penderitaan keluarga saya dan menyediakan semua kebutuhan mereka,” ujar Adel.
“Ketika saya memberi tahu istri saya tentang keputusan itu, ia menyambutnya dan mendukung saya untuk bergabung dalam pertempuran. Dia juga pernah mendengar cerita tentang mereka yang bertempur dengan Arab Saudi kembali dengan banyak uang.”
Seperti diungkap oleh MEE pada 2017, ribuan warga Yaman yang putus asa sedang direkrut oleh Saudi untuk mempertahankan perbatasannya melawan Syiah Houtsi.
Tentara bayaran Yaman memungkinkan tentara Saudi untuk tetap jauh dari pertempuran, mengatur serangan udara terhadap Houtsi dari jauh.
Pada bulan April, Adel menjadi salah satu tentara bayaran itu. Dia menerima tiga minggu pelatihan di Dhahran Al-Janub sebelum dikirim ke wilayah Saudi selatan, Najran.
“Tapi saya tidak lari dari pertempuran karena saya biasanya menerima 500 riyal Saudi (130 USD) untuk setiap serangan, disamping 3.500 riyal (933 USD) per bulan.”
Upah rata-rata seorang prajurit di pasukan Yaman adalah skeitar 100 USD per bulan.
Jauh dari keselamatan yang diyakinkan oleh tetangganya, Adel mendapati dirinya berulang kali bertarung dalam pertempuran sengit.
Pada bulan Oktober, dia terjebak dalam pertempuran terburuk.
“Sekitar 20 pejuang, termasuk saya, berpartisipasi dalam serangan terhadap Houtsi, tetapi kemudian Houtsi mengepung kami selama dua hari dan serangan udara tidak menargetkan mereka untuk menghancurkan pengepungan,” ujar Adel.
Dikepung dari semua sisi dan kekurangan makanan dan air, Adel dan teman-temannya memutuskan bahwa lebih baik melarikan diri daripada mati kelaparan.
“Sebelum saya pergi ke Najran, keluarga saya menderita kekurangan makan, tetapi di Najran, saya hampir mati kelaparan di bawah pengepungan dan saya benar-benar menyadari apa itu kelaparan,” ungkap Adel.
Para pejuang Houtsi menawan beberapa pejuang [pasukan bayaran], membunuh beberapa dan melukai yang lainnya.
“Ketika saya melarikan diri dari pengepungan, para Houtsi menargetkan kami dengan penembakan dan pecahan peluru menembus perutku. Saya pingsan dan tidak menyadari apa yang terjadi.”
Penderitaan sebenarnya dimulai
Bagi Adel, saat itulah penderitaannya benar-benar dimulai.
“Ketika saya sadar, saya telah berada di klinik kamp kami dan beberapa teman membantu saya dengan pertolongan pertama. Mereka sudah menjahit perut saya,” ujarnya.
“Mereka mengatakan kepada saya bahwa beberapa rekan terbunuh sehingga saya senang bahwa saya masih hidup.”
Namun kebahagiaan tersebut tidak berlangsung lama, ketika dia menyadari bahwa bantuan yang memadai dari negara yang dia perjuangkan, tidak kunjung datang.
“Saya pikir Saudi akan membawa saya ke rumah sakit di Saudi, tetapi pemimpin Yaman kami datang dan memberi saya 500 riyal dan menyuruh teman saya untuk mengirim saya ke Yaman.”
Karena kehabisan pilihan, Adel terpaksa pulang ke Taiz dibantu oleh rekan-rekannya.
“Kami bepergian dari Najran ke Marib dan kemudian ke Taiz, sementara saya berbaring di kasur sepanjang waktu.”
Perjalanan tersebut memakan waktu tiga hari, dan sepanjang jalan pulang, Adel mengkhawatirkan reaksi keluarganya.
“Tetangga saya sudah memberi tahu keluarga saya bahwa saya terbunuh, dan kemudian mereka memberi tahu bahwa saya terluka parah, jadi ketika saya sampai di rumah keluarga saya menerima kondisi saya.”
Akhir Oktober Adel telah berada di rumah. Kini ia cacat, tidak bisa bekerja, dan untuk mencari nafkah dia bergantung pada sumbangan orang-orang yang murah hati dan kelompok-kelompok bantuan.
“Saudi sama sekali tidak membantu pemulihan saya dan saya bukan seorang prajurit, baik bagi Saudi atau Yaman.”
Dengan Adel yang kini tidak bisa lagi bekerja, keluarganya berjuang untuk menutupi kebutuhan. Tapi setidaknya mereka masih hidup.
Yang lain, seperti keluarga Asaad, tidak seberuntung itu.
Ketika ayah Asaad meninggal tiga tahun lalu, mahasiswa dari sebuah universitas di Yaman tersebut, harus menjadi pencari nafkah untuk keluarganya. Dia berjuang untuk memberi makan lima anggota keluarganya.
Seperti Adel, kesulitannya untuk menyediakan kebutuhan keluarga, menariknya menjadi seorang tentara bayaran.
“Asaad bergabung dengan pertempuran Saudi untuk memberi kami uang, tetapi kami tidak menerima uang apa pun dan saya kehilangan putra saya,” ujar ibunya Hanan mengatakan kepada MEE.
“Dia melakukan perjalanan pada Desember 2018 dan rekannya mengatakan kepada saya bahwa dia terbunuh pada bulan yang sama,” tambahnya.
“Aku tidak ingin dia bergabung dalam pertempuran, tetapi dia melarikan diri dari rumah dan mendaftar. Saya berharap bisa melihat jenazahnya, tetapi tidak ada yang tahu di mana itu.”
Hanan berkata bahwa keluarganya menderita tanpa pendapatan yang sesekali diberikan Asaad.
“Baik Saudi maupun pemerintah Yaman tidak membantu kami dengan uang,” ujarnya seraya menambahkan bahwa pria berusia 22 tahun itu tidak ditambahkan ke dalam daftar para martir yang akan membuat keluarganya menerima uang tunai.
Hanan patah hati. Dia berdoa kepada tuhan, meminta perang empat tahun yang menghancurkan, yang merenggut ribuan nyawa, agar segera berakhir.
“Aku tidak ingin melihat seorang ibu kehilangan putranya seperti aku,” ujarnya. “Saya berharap pihak yang bertikai menghentikan perang yang absurd ini dan Yaman kembali ke keadaan semula.”
Tidak ada tanggung jawab
Di mata pemerintah Yaman, warga Yaman yang disewa untuk berperang oleh sekutunya Arab Saudi, adalah tentara bayaran dan karena itu Yaman tidak bertanggung jawab atas kesejahteraan mereka.
“Pemerintah tidak bertanggung jawab atas tentara bayaran yang pergi ke Arab Saudi melalui calo, pemerintah hanya bertanggung jawab atas tentara resmi yang bertempur di mana-mana di seluruh negeri,” sumber kementerian dalam negeri yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan kepada MEE.
Menurut sumber tersebut, pemerintah membantu tentara yang terlukadengan perawatan kesehatan yang layak dan memberikan keluarga korban tewas dalam pertempuran, gaji bulanannya. Pemerintah merekrut tentara baru setiap saat, tambahnya.
“Jika ada yang ingin bergabung dengan tentara Yaman untuk berperang melawan Houtsi, kami dapat merekrut tentara baru, jadi saya menyarankan para pemuda kami untuk tidak mencari perantara yang membawa warga Yaman ke neraka,” sumber tersebut menekankan.
Namun, dengan gaji yang jauh lebih besar yang ditawarkan oleh Saudi, tidak heran mengapa orang-orang Yaman yang putus asa akhirnya memilih bertarung di sepanjang perbatasan. (haninmazaya/arrahmah.com)