Pada bulan Dzulqa’dah tahun ke-6 Hijriyah, Rasulullah saw bersama para shahabat pergi menuju Mekkah untuk melaksanakan Umrah. Saat itu jumlah mereka mencapai 1500-an orang, sebagaimana disebutkan di dalam shahihain dari Jabir ra. Jabir melaporkan,”Jumlah mereka 1500 orang”. Abu Aufa menyebutkan tentang jumlah mereka,”Kami berjumlah 1300 orang” Qatadah menceritakan, aku bertanya kepada Sa’id bin Musayyib,”Berapa orang yang ikut serta dalam Bai’atur Ridlwan?” Dia menjawab,”1500 orang”. Aku berkata,”Sesungguhnya Jabir bin Abdullah mengatakan, bahwa jumlah mereka 1400 orang”. Ia menjawab,”Semoga Allah merahmati keragu-raguannya, dai mengatakan kepadaku bahwa mereka berjumlah 1500 orang”.
Ibnu al-Qayyim berkata; kedua riwayat dari Jabir itu shahih.
Dalam perjalanan menuju mekah itu Rasulullah saw mengirim mata-mata dari Bani Khuza’ah untuk mengetahui apa yang dilakukan oleh kaum Quraisy. Ketika mereka sudah dekat dengan ‘Usfan, mata-mata itu datang, dan melaporkan,”Ketika aku meninggalkan Ka’b bin Lu’aiy, Kaum Quraisy telah mengumpulkan kabilah-kabilah, mereka mengumpulkan pasukan untuk memerangimu, serta menghalangi perjalananmu sehingga engkau tidak datang ke Baitullah”. Lalu nabi megajak para shahabat untuk bermusyawarah. Beliau bersabda,”Apakah pendapat kalian jika kita pergi menuju kaum yang mengirimkan kerabat mereka untuk membantu Quraisy lalu kita perangi mereka, sebab jika mereka diam maka sebenarnya mereka diam karena takut dan tak berdaya, tetapi jika mereka datang maka akan terjadi pertumpahan darah, ataukah kalian berpendapat kita harus memasuki Mekkah dan siapa saja yang menghalangi maka kita perangi?”
Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Mengatakan: Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu, sesungguhnya kami datang hanya untuk berumrah, bukan untuk memerangi seseorang, tetapi bila ada yang menghalangi kami ke baitullah kami siap memeranginya. Maka nabi saw bersabda,”Kalau begitu, bersiap-siaplah kalian melanjutkan perjalanan”
Ketika semakin dekat dengan Makkah, dan kaum Quraisy telah siap menghadapi kedatangan Rasulullah saw, maka Rasulullah hendak mengutus salah seorang shahabatnya. Beliau memangil Umar bin Khaththab untuk menjadi utusan kaum muslimin kepada kaum Quraisy. Tetapi Umar mengatakan,”Ya Rasulullah, aku tidak memiliki siapa-siapa di kalangan Bani Ka’b yang akan membelaku jika aku disakiti. Pilih saja Utsman bin Affan untuk menjadi utusan, agar dia akan menyampaikan apa yang engkau inginkan, karena keluarganya masih ada di Makkah”. Maka Rasulullah pun memanggil Utsman bin Affan, dan beliau mengutusnya ke Quraisy seraya bersabda,”Beritahukan kepada mereka bahwa kita datang tidak untuk berperang, kita hanya akan melakukan umrah, dan ajaklah mereka untuk masuk Islam”.
Beliau juga memerintahkan kepada Utsman untuk mendatangi kaum lelaki dan kaum perempuan mukmin, untuk memberitahukan bahwa penaklukan mekkah akan segera tiba dan bahwa Allah akan menampakkan agama-Nya di Mekkah sehingga tidak perlu menyembunyikan iman. Maka Utsman pun berangkat.
Ketika ia melalui kaum Quraisy, mereka bertanya,”Mau ke manakah kau?” Utsman menjawab,”Aku diutus Nabi saw untuk menyeru kalian kepada Islam dan memberitahukan kepada kalian bahwa kami datang bukan untuk berperang, tetapi hanya untuk melakukan Umrah”. Mereka menjawab,”Kami sudah mendengar apa yang kau katakan, maka lakukanlah kebutuhanmu”. Lalu Aban bin Sa’id bin al-Ash mendekat dan menyambutnya, dia menyediakan kendaraan (kudanya) dan mempersilakan Utsman menaiki kudanya. Dia sendiri menemani dan mengantarnya hingga sampai di Makkah.
Sebelum Utsman kembali ke rombongan, kaum muslimin berkata,”Utsman telah berhasil sampai ke Baitullah sebelum kita sampai sana, dan dia sudah berthawaf”. Rasulullah saw bersabda,”Aku tidak yakin kalau Utsman mau melakukan thawaf jika kita gagal melakukannya”. Para shahabat bertanya,”Mengapa dia tidak melakukannya, sedangkan ia telah sampai di sana?”. Rasul menjawab,”Itu perkiraanku saja. Dia tidak akan berthawaf di Ka’bah sebelum kita juga siap berthawaf bersamanya”
Maka kaum muslimin bersepakat dengan kaum musyrikin untuk membuat perjanjian damai. Tetapi kemudian ada salah seorang dari kedua kelompok itu melempar kelompok lain. Maka terjadilah saling menyerang, mereka saling melempar batu. Beruntungnya masing-masing kelompok bisa mengendalikan oknum yang ada di dalam kelompoknya.
Dalam saat yang tegang tersebut, sampailah berita burung kepada Rasulullah saw, bahwa utusannya, Utsman bin Affan, telah dibunuh oleh kaum Quraisy. Mendengar berita tersebut beliau berkata,”Kita tidak akan kita meninggalkan hal ini, sampai kita perangi mereka”. Beliau bertekad untuk mengadakan peperangan, maka beliau meminta para shahabat untuk berbaiat. Maka kaum muslimin pun mengerumuni Rasulullah, ketika itu beliau ada di bawah sebuah pohon. Kemudian mereka membaiat Rasulullah saw untuk tidak lari dari peperangan –di dalam riwayat lain dikatakan berbaiat untuk siap menghadapi kematian” [lihat Fath al-bari, 6:117). Rasulullah saat itu memegangi tangannya sendiri seraya berkata,”Ini karena Utsman”
Seluruh kaum muslimin yang ikut dalam kelompok itu membaiat beliau kecuali al-Jadd bin Qais. Ma’qil bin Yassar memegangi dahan pohon itu supaya tidak mengenai Rasulullah saw. Orang yang pertama berbaiat adalah Abu Sinan al-Asadi. Dan Salamah bin al-Akwa’ membaiat beliau tiga kali, bersama kelompok yang awal, bersama yang tengah dan bersama kelompok yang akhir.
* * *
Ya, hanya karena seorang saja kaum muslimin bangkit dan mengadakan baiat menyatakan kesediaannya untuk mati, atau untuk tidak lari dari kematian, sehingga Allah menurunkan ayat yang tetap dibaca hingga hari ini. Baiat itu dinamakan dengan Baiat ar-Ridlwan. Allah memberi kabar gembira kepada mereka yang ikut serta di dalam Bai’at Ridlwan dengan sorga. Mereka pun disebut-sebut sebagai penduduk bumi yang terbaik, sebagaimana disebutkan di dalam shahih al-Bukhari
“أنتم اليوم خير أهل الأرض”
Kalian hari ini menjadi umat yang terbaik di muka bumi
Tetapi sekarang ini kita di Jazirah Arab dipaksa untuk tunduk kepada Thaghut Keluarga Sa’ud, kita dipaksa untuk tunduk oleh tentara thaghut, pendukung tentara salib dalam memerangi pemimpin mujahidin Khalid Haj, dan sudaranya Ibrahim al-Muzaini. Allah tidak akan menyianyiakan darah mereka, dan kita akan membuat perhitungan terhadap pembunuhan mereka. Dan sesungguhnya aku sangat yakin bahwa mujahdin telah berazam untuk memerangi kaum dhalimin dan berazam untuk tidak lari dari medan jihad. Bahkan untuk menghadapi kematian sekalipun mereka tak akan mundur. Semoga Allah meridlai mereka semua. Darah mujahidin (Khalid Haj, Yusuf al-Uyairi, Turki ad-Dandani, Ahmad ad-Dakhil dll) tidak akan tumpah dengan sia-sia, tetapi akan selalu hadir di medan perang. Bahkan darah yang tertumpah itu akan menambah suburnya persemaian jihad, menjadi penerang bagi mujahidin, dan api yang membakar kaum murtad dan salibis.
Ibnu al-Qayyim rh di dalam Zaad al-Ma’ad berkata, Nabi saw membaiat para shahabat di dalam suatu perang untuk tidak lari dari medan perang. Bahkan mungkin beliau membaiat mereka untuk siap menghadapi kematian. Beliau membaiat mereka untuk jihad sebagaimana beliau membaiat mereka untuk Islam, membaiat untuk hijrah sebelum Fathu Makkah. Beliau membaiat mereka untuk bertauhid, taat kepada Allah dan Rasul-nya. Dan beliau juga membaiat sejumlah shahabatnya untuk tidak meminta sesuatu kepada orang lain.
Baiat untuk siap menghadapi kematian adalah hal yang disyariatkan, sebagaimana telah kita lihat. Ibnu Katsir, di dalam al-Bidayah wa an-Nihayah [7:11-12], menyebutkan kisah Ikrimah bin Abi Jahl pada waktu perang Yarmuk. Aku telah memerangi Rasulullah saw di beberapa medan, pantaskan jika aku lari darimu pada hari ini. Kemudian berseru,”Siapakah yang mau berbaiat untuk siap menghadapi kematian?” Maka berbaiatlah pamannya, al-Harits bin Hisyam, Dlarar bin al-Azwar, di hadapan 400 tokoh kaum muslimin beserta pasukan mereka. Lalu mereka berperang di bawah panglima Khalid, sehingga mereka terluka. Dan ada beberapa orang yang gugur, di antaranya adalah al-Azwar ra.
Al-Waqidi dan yang lainnya menyebutkan bahwa ketika mereka yang terluka merintih dan meminta air, maka kawan-kawan mereka mengambilkan segelas air. Ketika air itu tiba pada salah seorang dari mereka, karena ia juga mendengar rintihan kawan yang lain maka ia berkata “Berikanlah pada yang lain dulu”, maka air itu pun di bawa kepada orang yang lain. Dan ketika air itu sampai pada orang yang kedua, ia pun mengatakan,”Berikanlah kepada yang lain dulu”. Tetapi ketika air itu di bawa kepada orang yang ketiga, orang itu telah meninggal sebelum sempat meminumnya. Dan ketika di bawa kembali kepada orang yang kedua, ia pun juga telah meninggal, demikian juga orang yang pertama. Dengan demikian, mereka semua meninggal tanpa sempat meminum seteguk air pun, dan Allah pun meridlai merek semua”
Kisah ini telah datang untuk menguatkan keabsahan ba’iat utnuk mati. Baiat ini telah dikuatkan melalui pandangan mata, dan pendengaran telinga lebih dari seribu shahabat, seratus orang di antara mereka adalah ahlul badr(pahlawan badar) dan para pemimpin tentaara saat itu, Khalid bin Walid. Dan tidak diingkari bahwa saat itu terdapat Ikrimah, bahklan para ulama’ menguatkan keberadaannya pada saat itu. Ibnu Katsir mengatakan,”Saif bin Umar dengan sanadnya dari guru-gurunya melaporkan,”Mereka mengatakan tentang jama’ah kelompok –tentara muslimin di Yarmuk, seribu shahabat, seratus orang di antaranya adalah pahlawan Badr”
Sayyid Quthb mengatakan, Pelajaran ini, yakni Bai’atur Ridlwan, semuanya berbicara tentang orang mukmin, dan berbicara kepada orang mukmin. Berbicara kepada kelompok unik yang beruntung, kelompok yang telah membaiat Rasulullah saw di bawah suatu pohon, dan Allah menyaksikan dan mengukuhkan bai’at ini, tangan-Nya di atas tangan mereka semua dalam bai’at ini. Barisan itulah yang mendengar firman Allah kepada Rasulullah saw;
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحاً قَرِيباً..
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).
Kelompok ini juga mendengar Rasuullah saw bersabda,
أنتم اليوم خير أهل الأرض
“Kalian hari ini adalah sebaik-baik penghuni bumi”…
Saat ini, setelah berlalu sepanjang 1400 tahun aku ingin menghadirkan kembali kemuliaan suci itu, di mana seluruh al-wujud menyaksikan tabligh yang mulia dari Allah yang maha tinggi lagi maha agung kepada Rasul-Nya al-amin mengenai jama’ah kaum muslimin. Aku berusaha untuk mencari kamualiaan pada lembaran al-wujud dalam kesempatan yang tersembunyi; yaitu yang saling berjawab dengan firman Ilahi yang mulia, mengenai tokoh-tokoh yang saat itu terlibat … Dan aku berusaha untuk berempati dengan dzat sesuatu dari kondisi mereka yang berbahagia, yang mendengarkan dengan telinga mereka, bahwa yang dimaksudkan dalam firman Allah adalah diri mereka, pribadi-pribadi mereka…Allah berfirman tentang mereka; bahwa Dia telah meridlai mereka, menentukan tempat mereka berada, dan bentuk tindakan yang mereka lakukan sehingga berhak mendapatkan keridlaan ini; “Ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon”. Mereka mendengarkan hal ini dari nabi mereka yang benar dan terpercaya, atas nama Rabbnya yang agung.
Ya Allah, bagaimana mereka menemukan saat yang suci ini, dan ini adalah tabligh ilahi? Tabligh yang menunjuk kepada setiap orang, dalam dirinya sendiri, dan mengatakan kepadanta; Engkau adalah engkau sendiri yang telah disampaikan oleh Allah pada derajat telah dirilai, ketika engkau berbai’at di bawah pohon. Allah mengetahui apa yang ada di dalam jiwamu, lalu Dia menurunkan ketenangan kepadamu!
Salah seorang di antara kita membaca ayat Allah; “Allah waliyyu ladzina amanu” maka dia mereasa bergembira. Dia mengatakan di dalam hatinya,”Bukankah aku merasa ingin untuk termasuk ke dalam kelompok ini? Ada lagi yang membaca atau mendengar,”Innallaha ma’a as-shabirin”, maka ia merasa tenang. Ia berkata dalam dirinya; bukankah aku berharap untuk menjadi salah seorang di antara mereka yang bersabar? Dan tokoh-tokoh itu endengar dan disampaikan, satu per satu, bahwa Allah mengangkatnya secara khusus, dan menyampaikan “Dia telah meridlainya!” Sementara Dia mengetahui apa yang ada di dalam jiwanya, dan meridlai apa yang ada di dalam jiwa nya.
Ya Allah, sesungguhnya itu adalah sesuatu yang mengagumkan
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحاً قَرِيباً
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (al-fath:18)
Allah mengetahui semangat keagamaan yang ada di dalam hati mereka, bukan semangat karena hawa nafsu. Allah mengetahui keyakinan yang tertanam di lubuk hati mereka yang tertuang dalam baiat, dan Allah mengetahui kemarahan yang meluap di dalam hati karena aksi mereka berhadapan dengan peperangan dan aturan … agar berdiri di belakang kalimah Rasulullah seraya thaat, tunduk dan sabar
Lalu Allah menurunkan ketenangan atas mereka. Dengan ungkapan ini yang menggambarkan turunnya ketenangan di tengah kegalauan, kekhawatiran dan gejolak, yang meleremkan hati yang sedang bergejolak membara menjadi sejuk, damai, tenang, dan fresh.
* * *
Selanjutnya, aku kemukakan beberapa pertanyaan kepada setiap kaum muslim yang membaca tulisan ini, sebagai bahan renungan;
Di manakah kepedulian kita, terhadap Syaikh Umar Abdurrahman di penjara Amerika
Di manakah perhatian kita terhadap Mujahid Ramzy Yusuf, Mujahid Abu Hajir al-Iraqy yang ditahan di penjara Amerika?
Di manakah solidaritas kita terhadap saudara-saudara kita yang tertawan di Guantanamo. Di manakah kepedulian kita terhadap ulama’ kaum muslimin yang ditahan di penjara-penjara thaghut murtad?
Dan di mana pula perhatian kita terhadap kaum mustadl’afin lainnya yang bersembunyi di balik tembok-tembok?
Ya Allah, saat itu terjadilah bai’at untuk mati, baiat untuk tidak lari dari kematian karena membela seorang saja, yakni Utsman bin Affan, karena membela Rasulullah saw. Padahal hari ini ratusan ribu saudara kita terbunuh dan tertawan tetapi tidak ada selembar rambut kita tidak bergerak, kita tidak berbai’at kepada Allah dengan baiat yang benar yang akan menghapus kesalahan-kesalahan kita.
Di manakah orang-orang yang membenarkan apa yang telah dijanjikan Allah? Di manakah pemuda Islam? Di manakah orang-orang yang akan berperang membela agama mereka, kehormatan mereka, saudara-saudara mereka dan ummat mereka?
Agama kita telah diperangi, Rabb kita dan nabi kita saw telah dicaci maki, dan negeri kita dijajah, sementara kita berepecah belah, lalai dan sibuk dengan urusan kita sendiri. Harta kita telah dirampas, sementara kita menutup mata. Pahlawan-pahlawan dan tokoh-tokoh pilihan kita telah terbunuh, sementara kita diam seribu bahasa.
Sampai kapankah wahai umat Islam…? Sampai kapan..? Sampai kapan…?