JAKARTA (Arrahmahcom) – Tidak jarang kebijakan pemerintah daerah dalam menekan penyebaran virus Corona berbeda dengan pemerintah pusat.
Misalnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sangat ingin Jakarta menjadi daerah yang menerapkan lockdown atau karantina wilayah. Tapi Anies tak bisa memutuskan itu karena kewenangan ada di pemerintah pusat.
Dengan kondisi penyebaran virus corona yang semakin luas di Jakarta, Anies akhirnya mengirim surat secara resmi kepada Jokowi untuk memutuskan Jakarta lockdown.
Anies mengajukan lockdown Jakarta dengan sejumlah pertimbangan. Ada beberapa sektor yang tetap bisa berjalan selama karantina wilayah agar warga tetap terlayani kebutuhannya.
“Dan di dalam usulan kami, saya mengusulkan ada beberapa sektor yang harus tetap berkegiatan. Pertama adalah energi. Kedua adalah pangan. Ketiga adalah kesehatan. Keempat adalah komunikasi, dan kelima adalah keuangan itu yang kita pandang mendapat perhatian. Tentu akan ada sektor-sektor esensial lain. Jadi ini contoh saja 5 tapi tidak terbatas 5, artinya kebutuhan-kebutuhan pokok tetap harus berkegiatan seperti semula,” terang Anies.
Menkopolhukam Mahfud MD kepada kumparan, pada Senin (30/3) mengatakan telah menerima surat dari Anies bernomor 143 tertanggal 28 Maret 2020. Surat tersebut diterima tanggal 29 Maret 2020 sore. Isinya minta pertimbangan pemberlakuan karantina wilayah.
Namun, Jokowi menolak Jakarta lockdown dan memilih menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk penanganan corona. Kebijakan ini bahkan didampingi dengan darurat sipil bila imbauan itu tak juga digubris warga.
“Menetapkan tahapan baru perang melawan COVID-19 yaitu: Pembatasan Sosial Berskala Besar dengan Kekarantinaan Kesehatan,” ujar Fadjroel, Senin (30/3).
“Hanya jika keadaan sangat memburuk dapat menuju Darurat Sipil,” lanjutnya.
Anies melalui Dinas Perhubungan DKI Jakarta juga memutuskan menyetop semua operasional bus dari dan ke Jakarta. Hal ini dilakukan karena banyaknya warga yang mudik dari Jakarta, tapi justru menularkan ke warga di kampungnya yang menyebabkan angka penularan corona di daerah semakin tinggi.
Hal ini sejalan dengan permintaan Jokowi agar pemerintah daerah lebih tegas untuk mencegah warga pulang kampung alias mudik di saat penyebaran corona belum terkendali. Permintaan itu disampaikan dalam rapat terbatas pembahasan mudik.
“Demi keselamatan bersama, saya minta dilakukan langkah-langkah yang lebih tegas untuk mencegah terjadinya pergerakan orang ke daerah dan sudah ada imbauan-imbauan dari tokoh dan gubernur untuk tidak mudik,” kata Jokowi saat memimpin rapat via video conference, Senin (30/3).
Namun, lagi-lagi kebijakan itu dibatalkan pemerintah pusat. Menko Kemaritiman dan Investasi sekaligus Plt Menteri Perhubungan Luhut Panjaitan membatalkan keputusan Pemprov DKI Jakarta.
(ameera/arrahmah.com)