Jameel Abu Ghalion hanya bisa menyaksikan pabrik gentengnya terbakar habis. Pabrik miliknya dihantam oleh sebuah rudal “Israel” pada 23 Juli lalu dan baik Abu Ghalion maupun tim pemadam kebakaran setempat tidak bisa mendekati bangunan tersebut karena terlalu berbahaya untuk memasuki area kota Beit Hanoun di Gaza utara.
“Tidak ada harapan sekarang di Gaza. Saya tidak akan membangun kembali kali ini,” ujar Abu Ghalion.
“Kami tidak punya uang dan bagaimana jika itu terjadi lagi?”
Ini bukan pertama kalinya pasukan “Israel” menghancurkan pabrik, awalnya pabrik tersebut dibangun pada tahun 1979, dan hancur pada tahun 2003 ketika “Israel” menginvasi Gaza utara.
Dengan tidak adanya asuransi untuk menutupi kerugian dan sedikit harapan kompensasi “Israel”, keluarga kembali menggadaikan bangunan yang mereka miliki di Kota Gaza untuk membiayai pembangunan kembali pabrik genteng mereka dengan bangunan yang lebih kecil.
“Saya sangat marah saat itu,” ungkap Abu Ghalion kepada Al Jazeera.
“Saya membangun kembali hanya untuk membuktikan bahwa saya bisa melakukannya lagi, bahwa mereka tidak bisa menghancurkan kami.”
Hari ini, Abu Ghalion menghitung kerugiannya yang lebih dari 1,8 juta USD.
“Bayangkan, saya telah menutup pintu dan menguncinya hanya beberapa hari sebelumnya,” ujar Mahmoud, putra bungsu Abu Ghalion kepada Al Jazeera
“Dan sekarang, saya bisa berjalan bebas, tidak ada lagi pintu, tidak ada lagi kunci, tidak ada lagi dinding, tidak ada. Ini adalah saat yang mengerikan bagi kami semua. Kami masih belum bisa percaya.”
Sedikitnya 1.960 warga Palestina gugur dan lebih dari 10.000 lainnya terluka sejak operasi militer pasukan Zionis di Jalur Gaza yang dimulai pada 8 Juli lalu.
Ali Hayek, ketua Federasi Industri Palestina (PFI) di Gaza mengatakan selain meningkatnya korban sipil, perang telah memiliki dampak parah pada perekonomian lokal.
“Perang ini juga dilancarkan untuk menghancurkan tatanan sosial dan ekonomi Gaza,” ujarnya.
PFI memperkirakan bahwa lebih dari 250 pabrik dan konstruksi telah terkena dampak pemboman “Israel”, meninggalkan sekitar 60.000 orang kehilangan pekerjaan.
“Dari pengolahan makanan hingga farmasi dan konstruksi, ‘Israel’ menargetkan pabrik besar kami,” ungkap Hayek.
“Mereka melakukannya tanpa alasan selain untuk menghancurkan perekonomian kami. Ini adalah krisis besar bagi kami. Sepertinya Gaza tengah dilanda tsunami.”
Menurut Mahmoud Abu Rahma, direktur komunikasi untuk hak asasi manusia di Gaza di Al Mezan Center, badan internasional harus turun tangan untuk mengamankan kompensasi dari “Israel”.
“PBB dan Uni Eropa harus menjelaskan kepada ‘Israel’ bahwa mereka tidak bisa menghancurkan harta benda penduduk sipil tanpa kebutuhan militer dan kemudian tidak membayar reparasi,” jelasnya.
Setelah serangan “Israel” pada 2008-2009, Uni Eropa yang memberikan kompensasi kepada warga Gaza, jelas Abu Rahma.
“Sekarang semuanya hancur lagi, Uni Eropa akan terus membayar tagihan?”
Sementara itu, kembali ke Abu Ghalion, harapan keluarga Abu Ghalion untuk menerima kompensasi sangat rendah. Pabrik mereka sebelumnya mempekerjakan 72 orang yang semuanya kini tidak memiliki pekerjaan.
“72 karyawanku memiliki keluarga juga,” ujar Jameel.
“Rata-rata di sini memiliki lima anak per keluarga, yang berarti bahwa kami menjadi harapan lebih dari 500 orang. Apa yang akan terjadi pada mereka sekarang?” (haninmazaya/arrahmah.com)