Oleh Ummu Syafiq
Guru Madrasah
Hingga saat ini harga beras di berbagai daerah masih sangat mahal, jauh di atas ketentuan pemerintah. Salah satunya di Jawa Barat, banyak pedagang mengeluhkan kehilangan pelanggan akibat mahalnya harga beras.
Seperti yang diungkapkan salah satu pedagang beras di Pasar Cileunyi, Kabupaten Bandung, Ibu Uum (54) yang mengatakan beberapa pelanggan yang biasa berbelanja di kios beras miliknya satu per satu mulai menghilang dan hal ini sudah dirasakan sejak awal 2023, kios beras miliknya semakin sepi kalaupun ada kebanyakan mereka membeli beras secara eceran atau kiloan. (Tribunnews.com, 2/2/2023)
Sebenarnya bukan hanya pedagang beras yang kehilangan pelanggan. Namun hampir semua pedagang baik pedagang bahan pokok maupun barang lain yang kehilangan pelanggan. Hal ini juga bukan terjadi sekarang saja. Hampir tiap tahun masalah ini selalu berulang. Seharusnya sudah bisa disolusikan, tapi kenapa terus terjadi?
Beras adalah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, maka jika harga beras melambung tinggi jelas sangat berpengaruh bagi masyarakat. Pemerintah pun melakukan upaya untuk menstabilkan harga beras di antaranya dengan menempuh kebijakan impor. Menurut Bulog dari target 500.000 ton hingga Februari ini jumlah beras impor yang masuk ke gudang Bulog mencapai 470.000 ton, seharusnya dengan bertambahnya cadangan beras, Bulog sudah mampu menguatkan pasar sehingga harga di pasaran semestinya semakin stabil. Tidak hanya itu Bulog gencar melakukan operasi pasar di berbagai daerah, hingga awal Februari Bulog sudah menyalurkan 258.000 ton beras untuk operasi pasar namun nyatanya harga beras belum beranjak turun dan masih berada di harga yang sangat tinggi.
Kondisi ini menunjukkan betapa lemahnya manajemen pangan yang dimiliki oleh negara ini khususnya untuk beras, sehingga akhirnya berbagai kebijakan untuk menurunkan harga yang dilakukan tidak berdampak terhadap penurunan pangan di tengah masyarakat. Hal ini semuanya berpangkal dari lemahnya visi politik pangan yang dimiliki oleh negara dan berakibat kepada berbagai kelalaian yang dilakukan negara. Sebab apabila negara memiliki visi politik pangan yang benar dan kuat maka negara akan mampu mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan di masyarakat. Dengan visi tersebut negara akan memiliki sejumlah kebijakan untuk mengantisipasi dan menanggulangi polemik terkait beras ini secara cepat apalagi kondisi ini terjadi berulang-ulang dan siklusnya sudah bisa diantisipasi jauh-jauh hari.
Namun problemnya, politik pangan di negeri ini dilandasi oleh konsep kapitalisme neoliberal sehingga akhirya berbagai kebijakan dikendalikan oleh kepentingan pasar, yaitu kepentingan segelintir orang dan oligarki pangan, sedangkan pemerintah tampak lemah kendalinya. Keadaan ini dapat dilihat bagaimana kemampuan dalam melakukan pencadangan beras yang bergantung kepada impor, penguasaan produksi tidak dalam penguasaan negara, juga dalam distribusi, hingga mudah dikuasai oleh swasta. Dalam kapitalis neoliberal peran negara sangat minim, dan hanya dibatasi sebagai regulator. Padahal negara harusnya memiliki tanggung jawab penuh dalam pengurusan rakyatnya.
Rasulullah saw. telah mengingatkan, “Imam (pemimpin) adalah pengurus/pengatur dan dia bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad)
Satu-satunya solusi untuk mengakhiri penderitaan rakyat dan berbagai kesulitan pangan hanyalah dengan kembali kepada penerapan Islam secara menyeluruh. Sebab, hanya dalam Islam kita mendapati pemerintahan yang benar-benar tulus dan serius mengurusi rakyat. Karena Islam adalah sistem aturan paripurna, yang bisa memberikan solusi atas berbagai masalah termasuk masalah pangan.
Hal pertama yang dapat dilakukan negara dalam sistem Islam adalah merubah paradigma (cara pandang) dan konsep di dalam pengelolaan pangan. Tidak hanya memperbaiki tataran teknis tapi juga tataran nonteknis. Negara Islam akan menjalankan kewajibannya dengan menjamin seluruh kebutuhan masyarakatnya individu per individu hingga terpenuhi kebutuhan pangan mereka secara layak, mencukupi dan murah. Untuk itu negara akan mengatur pemenuhan ini mulai dari produksi, distribusi hingga dapat dikonsumsi oleh rakyatnya. Untuk itu negara memiliki cadangan yang memadai baik untuk konsumsi sehari-hari ataupun kondisi darurat seperti paceklik, perang dan lain-lain, negara juga akan menghapus praktik kecurangan, mafia pangan dan penguasaan secara individu maupun swasta yang bisa mengacaukan harga pasar serta memberikan sanksi tegas jika terjadi pelanggaran.
Agar tidak terjadi kecurangan, negara akan menempatkan para pegawainya yang bertugas di pasar atau tempat-tempat yang memungkinkan terjadi pelanggaran hukum syara atau hal-hal yang merugikan masyarakat semisal penimbunan atau pengoplosan.
Allah Swt. berfirman: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” (QS.Al-Mutaffifin 1-3)
Dalam hal ini perlu kita pahami yang memiliki konsep dan tanggung jawab dalam pengurusan serta memiliki wibawa di tengah masyarakat hanya negara yang tegak berlandaskan akidah Islam dan konsisten dalam menjalankan syariat Islam. Tujuannya hanya untuk mengurusi rakyat sesuai dengan hukum yang diturunkan Allah. Sedangkan negara yang masih berlandaskan demokrasi kapitalis tidak akan mampu mewujudkannya karena pemimpinnya akan tetap tersandera oleh kepentingan kapitalis.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab