Israel (arrahmah.com) – Benyamin Netanyahu dari Partai Likud dipastikan akan terpilih sebagai perdana menteri (PM) Israel yang baru. Kamis (19/2/2009) kemarin, suara bulat, parlemen Israel (Knesset) memberikan dukungan kepada Benjamin Netanyahu.
Radio Army Israel melaporkan, PM ke-9 itu memperoleh 65 di antara total 120 suara parlemen.
Untuk mendapatkan dukungan penuh partainya, Netanyahu harus membentuk pemerintahan koalisi.
Politisi garis keras Avigdor Lieberman yang sangat dikenal anti Arab nya mengatakan, untuk menang, Netanyahu harus melakukan koalisi.
“Netanyahu hanya akan menjadi PM dalam pemerintahan koalisi (maksudnya Menteri Luar Negeri Tzipi Livni)” lanjut Lieberman yang juga ketua Yisrael Beitenu seperti dikutip Associated Press. Avigdor Lieberman menyambut baik dan siap mendukung pemerintahan baru yang akan dibentuk ketua Partai Likud tersebut jika diajak berkoalisi.
“Kami punya dua usul. Yang pertama, merekomendasikan Bibi Netanyahu, tapi (yang kedua) hanya sebagai bagian dari pemerintahan secara keseluruhan,” kata Lieberman saat bertemu Presiden Shimon Peres kemarin (19/2).
Lebih lanjut, Lieberman menegaskan, dukungannya kepada Netanyahu hanya berlaku jika pemerintahan Israel yang baru terbentuk dari tiga partai. Yakni, Partai Kadima sebagai pemenang pemilu, Partai Likud yang dipimpin Netanyahu, dan partainya, Yisrael Beitenu. Hasil pemilu Selasa (10/2) menempatkan tiga partai itu pada urutan pertama. “Kami tidak membahas pemerintahan mayoritas (satu partai),” ujarnya kepada Reuters.
Pada Rabu (18/2) Peres mengadakan pertemuan dengan Netanyahu sebagai pimpinan Likud dan Livni sebagai ketua Kadima. Pertemuan itu dilanjutkan kemarin dengan menemui 10 faksi yang lain. Tujuan Peres adalah menjaring aspirasi masing-masing partai sebagai bahan pertimbangannya menunjuk kepala pemerintahan. Rencananya, pekan depan, dia menunjuk PM yang kemudian punya waktu enam pekan untuk membentuk pemerintahan.
Dalam rapat kabinet mingguan yang lalu, Livni menyatakan kepada mantan PM Ehud Olmert bahwa dirinya tidak akan berkoalisi dengan Netanyahu. Politikus perempuan itu juga menegaskan, Kadima tidak mau terlibat dalam pemerintahan koalisi yang dipimpin tokoh senior tersebut.
Belakangan, Livni menawarkan ide lain. Yakni, berbagi pemerintahan seperti yang terjadi di masa Peres dan Yitzhak Shamir pada 1984.
Koalisi ideal, menurut Livni, adalah berbagi posisi PM. Dengan demikian, dua partai urutan satu dan dua dalam pemilu punya kesempatan menjadi pemimpin. Masing-masing berhak atas masa jabatan dua tahun. Namun, Lieberman menentangnya.
“Livni seharusnya mengurungkan ide rotasi sebagai solusi. Sebab, itu justru akan menimbulkan kelabilan pemerintahan,” katanya dalam wawancara dengan AFP.
Netanyahu juga menolak ide Livni. Di hadapan media, dia berjanji akan membentuk pemerintahan koalisi dengan melibatkan tiga partai yang mendominasi perolehan suara dalam pemilu parlemen lalu. Sebagai pemenang, Kadima memperoleh 28 kursi, disusul Likud 27 kursi dan Yisrael Beitenu 15 kursi. (Prince/hidayatullah)