SAN’A (Arrahmah.com) – Bentrokan yang pecah di kota Hudaida pada Senin (18/4/2011), mencederai 88 orang saat sejumlah orang yang berseragam polisi menembakkan peluru dan gas air mata sebagai reaksi atas lemparan batu dari para pengunjuk rasa, sejumlah dokter dan saksi mata menyatakan.
Warga setempat menyatakan pada Reuters bahwa aparat membawa pentungan, pistol, dan batu, menyerang ribuan demonstran yang memenuhi jalan-jalan di luar alun-alun, tempat mereka mendirikan tenda selama beberapa minggu dalam demonstrasi anti-Ali Abdullah Saleh yang sudah berkuasa 32 tahun.
“Kami meminta bantuan agar pasokan medis kami ditambah karena kami benar-benar menderita kekurangan parah … situasi medis benar-benar buruk,” kata demonstran Abdul Jabar Zayed. “Kami memiliki beberapa teman yang hilang dan kami pikir mereka ditangkap”
Putaran pertama bentrokan melukai 15 orang, dua orang ditembak dan yang lainnya dipukuli dengan batu, kata dokter, dan pengunjuk rasa mulai menarik diri kembali ke perkemahan mereka.
Tapi bentrokan meletus lagi saat polisi anti huru hara melepaskan tembakan dan gas air mata pada kelompok pengunjuk rasa, kata saksi. Demonstran menanggapi dengan berbaris keluar dari perkemahan mereka lagi, kali ini menuju jalan utama Hudaida, lapor warga kepada Reuters.
Lima orang ditembak dan 68 dipukuli dan menderita akibat inhalasi gas air mata, kata mereka, dan bentrokan masih tetap berlangsung. Zayed mengatakan bahwa para demonstran telah membangun suatu hambatan untuk mencoba mencegah polisi mendekati area demonstrasi.
Ketegangan telah membuat negara Semenanjung Arab yang satu dari dua penduduk dari 23 juta penduduknya memiliki pistol.
Protes di Yaman, yang terinspirasi oleh pemberontakan yang menggulingkan presiden Mesir dan Tunisia, mengumpulkan puluhan ribu orang hampir setiap hari dan saat ini menjadi bulan ketiga pertempuran sengit antara demonstran dengan aparat.
Belum ada terobosan yang dicapai pada pertemuan antara pemimpin oposisi dan menteri luar negeri dari Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di Arab Saudi pada Minggu malam. Negara-negara Teluk Arab telah menawarkan diri untuk menengahi antara oposisi dan pemerintah.
Namun pihak oposisi menolak perundingan tersebut. Mereka tetap mendesak Saleh agar segera melepaskan dari kekuasaan.
Pernyataan GCC mengatakan pada Minggu malam (17/4) bahwa oposisi setuju untuk melanjutkan pembicaraan dengan menteri luar negeri, dan pemimpin oposisi masih di Riyadh sampai Senin pagi (18/4). Dikatakan para menteri akan bertemu secara terpisah dengan perwakilan Saleh.
Namun seorang pejabat pemerintah Yaman mengatakan kepada Reuters tidak ada kabar dari GCC mengenai pembicaraan terpisah dengan para pembantu Saleh.
“Kami belum menerima undangan resmi, kami masih menunggu,” katanya. (althaf/arrahmah.com)