KIRKUK (Arrahmah.id) – Tiga pengunjuk rasa ditembak mati dan 14 lainnya luka-luka pada Sabtu (2/9/2023) dalam bentrokan antar kelompok etnis di kota minyak Kirkuk, Irak utara, yang pecah setelah ketegangan selama berhari-hari, kata pasukan keamanan dan polisi.
Perselisihan tersebut berpusat pada sebuah bangunan di Kirkuk yang pernah menjadi markas besar Partai Demokrat Kurdistan (KDP) tetapi kini menjadi markas tentara Irak sejak 2017.
Pemerintah pusat berencana untuk mengembalikan gedung tersebut ke KDP untuk menunjukkan niat baik, namun para penentang dari Arab dan Turkmenistan mendirikan kamp di luar gedung tersebut pekan lalu sebagai bentuk protes.
Kekerasan itu dipicu ketika sekelompok pengunjuk rasa Kurdi mendekati kamp tersebut pada Sabtu (2/9), kata polisi.
Sumber polisi dan rumah sakit sebelumnya mengatakan bahwa seorang pengunjuk rasa Kurdi tewas. Jumlah korban tewas meningkat setelah dua pengunjuk rasa Kurdi lainnya meninggal di rumah sakit karena luka tembak, kata mereka.
Pejabat keamanan dan polisi di kota tersebut mengatakan mereka sedang menyelidiki penyebab kematian tersebut, termasuk siapa yang melepaskan tembakan. Orang-orang dari kedua kelompok protes terluka akibat pelemparan batu dan batang logam yang digunakan untuk menyerang, kata polisi Kirkuk.
Perdana Menteri Mohammed Shia Al-Sudani memerintahkan jam malam di kota itu untuk mencegah peningkatan kekerasan, dan menyerukan “partai politik, organisasi sosial, dan pemimpin masyarakat untuk memainkan peran mereka dalam mencegah perselisihan dan menjaga keamanan, stabilitas, dan ketertiban”.
Kirkuk, sebuah provinsi kaya minyak di Irak utara yang terletak di sepanjang garis pemisah antara wilayah otonomi Kurdi dan wilayah yang dikuasai pemerintah pusat Irak yang didominasi Syiah, telah menjadi fokus kekerasan terburuk pasca-ISIS di negara itu.
Pasukan Kurdi menguasai kota tersebut setelah mengusir ISIS pada 2014 tetapi akhirnya mereka diusir oleh tentara Irak pada 2017.
Sejak Sudani mengambil alih kekuasaan tahun lalu, ia telah berupaya meningkatkan hubungan antara pemerintahannya dan Partai Buruh Kurdistan (PPK). Namun warga Arab dan kelompok minoritas yang mengaku menderita di bawah kekuasaan Kurdi memprotes kembalinya PPK. (zarahamala/arrahmah.id)