(Arrahmah.com) – Salah satu prinsip Syiah adalah benci setengah mati kepada Sahabat Nabi, Amirul Mukminin Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu. Saking bencinya mereka kepada Umar, hingga mereka jadikan kutukan kepada Umar, sebagai bagian dari syahadat syiah. Anda bisa saksikan video berikut,
Jika ada orang awam yang hendak masuk Syiah, syarat mutlaknya, dia harus mengutuk Abu Bakr, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Aisyah, dan Hafshahradhiyallahu ‘anhum. Itulah agama syiah, sejak awal mereka membangun agamanya di atas prinsip kebencian dan permusuhan.
Tidak heran, jika mereka memuji habis Abu Lukluk Al-Majusi, karena dia yang menikam Umar dari belakang ketika shalat subuh. Mereka hiasi kuburan Abu Lukluk, sebagaimana layaknya kuburan wali. Anda bisa saksikan video berikut:
Bahkan ada juga yang sangat mengherankan, saking bencinya mereka kepada Umar, ada salah satu tokoh Syiah, At-Tibrizi ketika di usia 87 tahun, dia pernah mengatakan kepada jamaahnya,
لو أدخلني الله إلى الجنة ووجدت عمر بن الخطاب فيها لطلبت من الله أن يخرجني منها
“Andaikan Allah memasukkanku ke dalam surga, kemudian aku ketemu Umar bin Khattab di surga, niscaya aku akan meminta kepada Allah untuk mengeluarkanku dari surga.” [sumber: http://www.muslm.org/vb/showthread.php?200079]
Syiah mengklaim bahwa shalat tarawih ajaran Umar bin Khatab yang belum pernah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. dan karenanya, bagi orang Syiah, tarawih adalah bid’ah.
Dalam dialog yang ditayangkan video di youtube, ada seorang Syiah bertanya: ‘Bukankah bulan Ramadhan itu penuh berkah, mengapa Syiah sendiri justru anti-tarawih?’
Selanjutnya salah satu tokoh syiah, Yassir Habib memberikan penjelasan, yang intinya, bahwa jamaah tarawih tidak pernah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dulu para sahabat pernah shalat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau melarang untuk melaksanakan shalat sunah secara berjamaah. Keterangan ini ada di buku-buku shahih yang dimiliki kelompok mukhalifin (orang yang menyimpang).
Kemudian Yasir juga menegaskan, bahwa yang pertama kali mengadakan jamaah tarawih adalah Umar. Umar mengumpulkan semua orang untuk shalat jamaah di malam hari Ramadhan, di bawah imam Ubay bin Ka’b. Ketika itu ada beberapa orang yang tidak paham mengkritik Umar, “Bid’ah…bid’ah..” kemudian Umar menegaskan: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.” sebagai bentuk bantahan atas tuduhan yang dilontarkan kepadanya.
Jamaah Tarawih sudah ada sejak zaman Nabi
Selanjutnya, kita kembali kepada permasalahan shalat tarawih. Anda garis bawahi pernyataan tokoh syiah di atas, bahwa tarawi tidak pernah dilakukan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Terdapat sangat banyak dalil yang menunjukkan adanya shalat tarawih berjamaah di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setidaknya ada 3 jenis hadis tentang shalat tarawih:
Pertama, persetujuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada praktek sahabat
Di zaman beliau, ada beberapa sahabat yang melaksanakan shalat tarawih di malam Ramadhan secara berjamaah. Dalam hadis dari Tsa’labah bin Abi Malik,
خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات ليلة في رمضان فرأى ناسا في ناحية المسجد يصلون فقال : ما يصنع هؤلاء ؟ قال قائل : يا رسول الله هؤلاء ناس ليس معهم قرآن وأبي بن كعب يقرأ وهم معه يصلون بصلاته فقال : ” قد أحسنوا ” أو ” قد أصابوا ” ولم يكره ذلك منهم
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada malam Ramadhan. Beliau melihat ada beberapa orang yang shalat jamaah di salah satu sudut masjid. Beliau bertanya: “Apa yang mereka lakukan?” Salah satu sahabat menjawab, ‘Wahai Rasulullah, mereka sekelompok orang yang belum hafal Alquran. Ketika itu, Ubay bin Ka’b sedang shalat malam. Lalu mereka bergabung menjadi makmumnya Ubay.’ Kemudian beliau berkomentar, “Mereka telah berbuat benar.” dan beliau tidak membencinya.
[HR. Baihaqi, dan beliau mengatakan: Hadis mursal yang hasan. Kemudian dalam jalur lain terdapat riwayat yang maushul (bersambung), dari Abu Hurairah dengan sanad diterima, dan Al-Albani menilai hadis hasan].
Kedua, praktek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Sebagaimana disampaikan oleh An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu,
قمنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ليلة ثلاث وعشرين في شهر رمضان إلى ثلث الليل الأول ثم قمنا معه ليلة خمس وعشرين إلى نصف الليل ثم قام بنا ليلة سبع وعشرين حتى ظننا أن لا ندرك الفلاح
Kami shalat tarawih bulan Ramadhan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam ke-23 hingga sepertiga malam pertama, kemudian kami shalat lagi pada malam ke-25, hingga pertengahan malam, kemudian beliau mengimami kami pada malam ke-27 hingga akhir malam, sampai kami khawatir tidak bisa ngejar sahur.
[HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al-Mushanaf, An-Nasai, Imam Ahmad dalam musnadnya, Al-Firyabi dan dishahihkan oleh Al-Hakim].
Al-Hakim mengatakan setelah menyebutkan hadis ini:
وفيه الدليل الواضح أن صلاة التراويح في مساجد المسلمين سنة مسنونة وقد كان علي بن أبي طالب يحث عمر رضي الله عنهما على إقامة هذه السنة إلى أن أقامها
Hadis ini dalil yang sangat jelas bahwa shalat tarawih yang dilakukan di masjid kaum muslimin adalah sunah yang menjadi kebiasaan masa silam. Ali bin Abi Thalib memotivasi Umar radhiyallahu ‘anhuma untuk melestarikan sunah ini, hingga Umar melaksanakannya. (Al-Mustadrak, 1/607).
Dan masih banyak keterangan sahabat lain yang menyebutkan kisah ini.
Ketiga, penjelasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan Shalat tarawih
Dalam hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat hingga pertengahan malam, sebagian sahabat minta agar beliau memperlama hingga akhir malam. Kemudian beliau menyebutkan keutamaan shalat tarawih berjamaah,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَةٍ
“Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat tahajud semalam suntuk.” (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
Nabi melarang shalat Tarawih berjamaah?
Itulah klaim Yasir, pemuka agama syiah. Tapi anda tidak perlu heran, karena dia bisa berkata apapun tanpa bukti untuk mendukung pendapatnya.
Yang benar, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melarang jamaah shalat tarawih. Namun beliau tidak keluar shalat jamaah tarawih karena khawatir Allah mewajibkan shalat malam itu. Demikian yang diceritakan Ibunda kaum mukminin, Aisyah radhiyallahu ‘anha. Dalam hadis riwayat Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Daud, dan yang lainnya, Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan sejarah perjalanan shalat tarawih,
Dulu para sahabat melaksanakan shalat malam Ramadhan di masjid Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam terpencar-pencar. Ada shalat jamaah 5 orang, ada juga 6 orang shalat jamaah, dan ada yang kurang atau lebih dari itu. Suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk meletakkan tikar di dekat pitu rumahku (pintu rumah Aisyah, berada di sebelah kiri masjid, bagian depan). Kemudian setealah isya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam di atas tikar itu setelah menjalankan shalat isya. Para sahabat yang berada di masjid, segera berkumpul dan bermakmum kepada beliau. Setelah berlalu 1/3 malam, beliau usai, dan masuk rumah.
Di pagi harinya, banyak sahabat membicarakan shalat itu, sehingga di malam berikutnya, masjid nabawi penuh orang, menantikan shalat malam berjamaah.
Pada malam Ramadhan ke-25, beliau keluar dan mengimami para sahabat dengan jumlah jamaah lebih banyak. Pagi harinya, perbincangan itu semakin tersebar. Hingga di malam 27, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membangunkan keluarganya dan melaksanakan shalat malam hingga akhir malam, dengan jamaah sangat banyak.
Malam berikutnya, beliau tidak keluar rumah. Setelah beliau mengimami shalat isya, beliau masuk rumah, sementara masjid penuh para sahabat, menunggu shalat. Beliaupun bertanya kepadaku: ‘Wahai Aisyah, apa yang terjadi dengan para sahabat?’
‘Wahai Rasulullah, banyak orang mendengar tentang shalat anda kemarin, dan mereka ingin agar anda mengimami mereka.’ Jawab Aisyah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh agar tikar kemarin digulung. Malam itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap ibadah di rumah, sampai subuh. Beliau keluar untuk mengimami shalat subuh, kemudian berkhutbah,
أيها الناس أما والله ما بت والحمد لله ليلتي هذه غافلا ولكن خشيت أن تفرض عليكم صلاة الليل فتعجزوا عنها فاكلفوا من الأعمال ما تطيقون فإن الله لا يمل حتى تملوا
Wahai sekalian manusia, demi Allah, tadi malam saya tidak sedang lalai (tidak tidur) – walhamdu lillah – namun saya khawatir akan diwajibkan kepada kalian shalat malam ini, sehingga kalian tidak sanggup melakukannya. Lakukanlah amal sunah yang mampu kalian lakukan, karena Allah tidak bosan menerima amal kalian, sampai kalian bosa dalam bersamal. [HR. Bukhari 924, Muslim 761, Abu Daud 1373 dan yang lainnya]
Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri mengatakan,
فتوفي رسول الله صلى الله عليه وسلم والناس على ذلك ثم كان الأمر على ذلك في خلافة أبي بكر وصدرا من خلافة عمر
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dan kebiasaan shalat tarawih masyarakat masih seperti itu. Keadaan tersebut tetap berlanjut di masa Khilafah Abu Bakr, dan beberapa waktu di masa khilafah Umar. (HR. Bukahri 2009)
Anda bisa saksikan, adakah larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamkepada para sahabat untuk shalat malam berjamaah? Itu hanya klaim syiah, untuk memojokkan Amirul Mukminin, Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu.
Yang ada, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lagi melaksanakan tarawih secara berjamaah, karena kegiatan itu diikuti banyak sahabat, hingga beliau khawatir Allah akan menurunkan wahyu, menetapkan shalat jamaah tarawih sebagai kewajiban bagi kaum muslimin. Dan itu akan sangat memberatkan kaum muslimin.
Sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, wahyu tidak lagi turun, sehingga tidak akan ada perubahan hukum dari sunah menjadi wajib. Karena itu, aktivitas kaum muslimin melaksanakan shalat tarawih berjamaah selama sebulan, tidak akan menyebabkan hukum shalat ini menjadi wajib.
Ijtihad Umar
Itulah yang mendasari ijtihad Umar. Wahyu tidak lagi turun, dan tidak akan ada perubahan hukum. Karena itu, Umar menghidupkan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang beliau tinggalkan karena khawatir Allah wajibkan. Ketika kekhawatiran itu sudah tiada, Umar memerintahkan sahabat Ubay bin Ka’bradhiyallahu ‘anhu untuk mengimami para sahabat melaksanakan shalat tarawih.
Yang menakjubkan, ijtihad Umar ini justru didukung 100% oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. sebagaimana yang ditegaskan Imam Al-Hakim dalam Mustadrak,
وقد كان علي بن أبي طالب يحث عمر رضي الله عنهما على إقامة هذه السنة إلى أن أقامها
“Ali bin Abi Thalib memotivasi Umar radhiyallahu ‘anhuma, untuk menghidupkan kembali sunah itu, hingga Umar melaksanakannya.” (Al-Mustadrak, 1/607)
Mengapa di masa Abu Bakr tidak diadakan Tarawih berjamaah?
Sebagian orang mempertanyakan hal ini. Jika alasan Umar mengadakan jamaah shalat tarawih adalah wahyu tidak lagi turun, mengapa di zaman Abu Bakr, jamaah tarawih tidak diadakan?
Pertanyaan semacam ini telah dijawab oleh As-Syathibi dalam kitabnya Al-I’tisham,
وإنما لم يقم ذلك أبو بكر رضي الله عنه لأحد أمرين:
الأول؛ إما لأنه رأى أن قيام الناس آخر الليل ، وما هم به عليه ، كان أفضل عنده من جمعهم على إمام أول الليل . ذكره الطرطوشي
“Jamaah tarawih tidak diadakan di zaman Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, karena dua alasan,
Pertama, karena Abu Bakr berpendapat bahwa apa yang dilakukan para sahabat dengan shalat tahajud di akhir malam, dan mereka shalat sendiri-sendiri atau berjamaah dengan kelompok kecil, itu lebih afdhal menurut Abu Bakr, dari pada mereka dikumpulkan berjamaah di awal malam dengan satu imam. Ini adalah keterangan At-Thurthusyi.
وإما لضيق زمانه رضي الله عنه عن النظر في هذه الفروع ، مع شغله بأهل الردة وغير ذلك مما هو أوكد من صلاة التراويح ، فلما تمهد الإسلام في زمن عمر رضي الله عنه ورأى الناس في المسجد أوزاعاً [ متفرقين ] ، كما جاء في الخبر ، قال : لو جمعت الناس على قارئ واحد لكان أمثل ، فلما تم له ذلك نبه على أن قيامهم آخر الليل أفضل، ثم اتفق السلف على صحة ذلك وإقراره ، والأمة لا تجتمع على ضلالة ، وقد نص الأصوليون أن الإجماع لا يكون إلا عن دليل شرعي..
Alasan kedua, masa kepemimpinan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu sangat pendek, sehingga tidak sempat memperhatikan masalah semacam ini. Terlebih beliau disibukkan dengan orang murtad atau kasus lainnya, yang lebih mendesak untuk ditangani dari pada shalat tarawih. Setelah islam jaya di zaman Umar radhiyallahu ‘anhu, sementara masyarakat shalat malam di masjid dengan terpencar-pencar, sebagaimana yang disebutkan dalam dalil. Umar kemudian mengatakan, ‘Andaikan mereka dikumpulkan dengan satu imam, tentu lebih baik.’ Setelah sunah ini dihidupkan, beliau mengingatkan, pelaksanaan shalat tarawih di akhir malam, itu lebih baik. Kemudian para sahabat sepakat kebenaran ijtihad itu dan mereka setuju. Sementara kaum muslimin tidak akan bersepakat dalam kesesatan. Para ahli ushul fiq telah menegaskan bahwa ijma’ (kesepakatan ulama) tidak mungkin ada kecuali berdasarkan dalil syariat.. (Al-I’tisham, 1/142).
Sepakat kaum Muslimin Tarawih adalah Sunnah
An-Nawawi mengatakan,
صلاة التراويح سنة بإجماع العلماء
“Shalat tarawih adalah sunah berdasarkan sekapat ulama.” (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 3/526).
An-Nawawi juga mengatakan,
قال أبو العباس وأبو إسحق صلاة التراويح جماعة أفضل من الانفراد لإجماع الصحابة وإجماع أهل الأمصار على ذلك
Abul Abbas dan Abu Ishaq mengatakan, ‘Shalat tarawih berjamaah lebih afdhal dari pada sendirian, berdasarkan ijma’ sahabat dan kesepakatan ulama di berbagai daerah. (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/32).
Al-Khatib As-Syirbini mengatakan,
وقد اتفقوا على سنيتها ، وعلى أنها المراد من قوله صلى الله عليه وسلم ( من قام رمضان إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه وما تأخر ) رواه البخاري
“Para ulama sepakat adanya sunah shalat tarawih, dan mereka sepakat keutamaan shalat tarawih seperti yang disebutkan dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Siapa yang melaksanakan qiyam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala maka akan diampuni dosanya yang telah lewat dan yang akan datang.” (Mughni Al-Muhtaj, 1/459).
Dalam berbagai karyanya, para ulama memasukkan masalah mengusap khuf (sepatu) sebagai bagian dari aqidah, meskipun sejatinya hal ini adalah kasus ibadah. Namun mengingat praktek mengusap khuf termasuk syiar ahlus sunah yang membedakan dengan syiah dan khawarij, para ulama mencamtumkannya dalam masalah aqidah.
Tarawih adalah syiar ahlus sunah. Seluruh kaum muslimin sepakat, tarawih adalah sunah – sebagaimana keterangan An-Nawawi dan lainnya -, sementara syiah menyebut tarawih adalah bid’ah. Karena itu, tidak jauh jika kita masukkan permasalahan ini bagian dari perbedaan karena aqidah. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari tipu daya kelompok syiah. Amin
Allahu a’lam
Disadur dari tulisan Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
di artikel www.KonsultasiSyariah.com. (azm/arrahmah.com)