(Arrahmah.com) – Beberapa waktu yang lalu, Internasional Islamic Coordination Council (IICC) sukses menggelar muktamar bertajuk, ‘Sikap Ulama Umat Terhadap Konflik Suriah’. Acara ini berlangsung di Kairo, Mesir, pada 4 Sya’ban 1434 H/13 Juni 2013.
Perhelatan ulama ini dihadiri oleh lebih dari 500 tokoh dan ulama Ahlusunnah dari 50 negara yang masing-masing berafiliasi kepada 65 organisasi dan yayasan Islam di dunia, seperti: IUMS (Persatuan Ulama Sedunia) di bawah pimpinan Dr. Yusuf Qardhawi, Ittihad ‘Alami lidu’at (Ikatan Dai Internasional) yang diketuai oleh Dr. Mohammad Al-Areefi, Rabitah Ulama Muslimin (Ikatan Ulama Muslimin) yang diketuai oleh Syaikh Al-Amin Alhajj, Rabithah Alam Islamy, Persatuan Internasional Ulama Al-Azhar, Ikatan Ulama Muslim Suriah dan lain sebagainya.
Indonesia, sebagai negara muslim tak ketinggalan mengirimkan perwakilannya sebagai peserta dalam muktamar ini, ialah Ustadz Farid Ahmad Okbah, MA yang merupakan tokoh inisiator MIUMI, da’i dan Pakar Syiah Indonesia. Beliau bersama dua asatidzah lainnya turut menghadiri Muktamar tersebut.
Ditemui di kediamannya di Pondok Gede, reporter An-najah.net berhasil mewawancara beliau tentang hasil muktamar di Mesir dan Jihad Suriah yang rupanya terdapat benang merah dengan kudeta militer yang dilakukan oleh kaum liberalis -sekuler di Mesir. Berikut laporan selengkapnya.
An-najah: Ustadz, apa sebenarnya tujuan diadakannya muktamar yang dihadiri oleh para ulama dan tokoh islam di Mesir beberapa waktu lalu?
Pertemuan di Mesir tanggal 13 Juni 2013 itu dihadiri oleh 500 ulama dari 50 negara yang terdiri dari lembaga besar di negara tersebut. Mereka menyuarakan satu suara untuk membela perjuangan kaum muslimin di Suriah melawan kekuatan Bashar Assad yang notabene berasal dari syiah alawiyah nushairiyah yang kemudian didukung oleh kekuatan Iran, Hizbullah dari Lebanon, Syiah Irak dan Syiah dari Yaman, juga ditunjang oleh ideologi sosialis yang didukung oleh Rusia dan Cina. Semua kekuatan ini nampak jelas telah menyatakan diri sebagai kekuatan yang ingin menghabisi ahlu sunnah yang ada di Suriah.
Kemudian, perwakilan-perwakilan yang ada di jabhah (fr0nt jihad, red) yang ada di Syria mereka juga menyampaikan apa yang terjadi di Syria. Bahkan, terakhir saya mendengarkan langsung wawancara dengan tokoh Syria dengan para komandan mujahidin di lapangan, mereka melaporkan bahwa tentara- tentara Bashar Asssad dengan dukungan negara-negara syiah tersebut telah mengangkat bendera bendera syiah di dalam peperangannya melawan kekuatan kaum muslimin di Syria.
Oleh karena itu, para ulama menyimpulkan bahwa perang di Suriah adalah perang terhadap Islam dan kaum muslimin.
Dari hasil pertemuan ulama di Mesir itu akhirnya menghasilkan 11 poin resolusi untuk disosialisasikan dan disampaikan kepada seluruh kaum muslimin di seluruh dunia. Tapi, dari 11 poin tersebut ringkasnya ada pada tiga kesimpulan.
-
Yang pertama, mereka membentuk jabhah jihad oleh para ulama yang diketuai oleh doktor Shofwat Hijazi, adalah wakil ketua Rabithah Ulama Muslimin.
-
Hal kedua, akan diupayakan pengumpulan dana minimal hingga 1 milyar dolar untuk membantu umat Islam di Syria.
-
Yang ketiga, melalui lobi-lobi politik yang diketuai oleh Dr. Yusuf Qardhawi untuk melakukan pendekatan kepada negara-negara Arab dan Islam dan pada negara umumnya untuk menekan Bashar Assad secara politik dan memberikan dukungan kepada umat Islam di Syria.
Tak lama berselang setelah muktamar itu, seruan para ulama itu disambut oleh Presiden Mesir Mohammad Mursi yang langsung memutus hubungan diplomatik dengan Syria. Ini merupakan satu hal yang positif.
Dan reaksi umat Islam Indonesia pada waktu yang bersamaan dengan muktamar itu saya dilapori oleh para ulama yang langsung melakukan hubungan dengan umat Islam melalui social media seperti facebook, twitter, dan sebagainya bahwa umat Islam Indonesia siap mengirim 1.000.000 personel mujahid ke Syria, mendengar hal itu mereka sangat gembira atas reaksi kaum muslimin di Indonesia.
Namun masalahnya, kita sebagai rakyat Indonesia juga harus mendesak kepada pemerintah di Indonesia untuk melakukan langkah-langkah secara politik dalam upaya membela kaum muslimin yang tertindas di Syria atas kekejaman rezim Bashar Assad yang didukung oleh kelompok syiah yang bersatu.
An-najah: Apa yang bisa dilakukan oleh kaum muslimin di Indonesia untuk membantu perjuangan rakyat Syria?
Kaum muslimin ahlu sunnah yang ada di Indonesia ini tidak boleh berpangkutangan dan wajib memberikan solidaritasnya, apakah dengan turun langsung ke Syria mendukung perjuangan kaum muslimin dengan membawa bantuan dan semacamnya atau dengan cara mengumpulkan dana untuk membantu perjuangan kaum muslimin Syria.
Karena memang derita yang luar biasa terjadi di sana. Jumlah pengungsi yang mencapai lebih dari 4,5 Juta orang yang berada di perbatasan Turki, Lebanon, Yordan, Irak dan sebagainya. Di situlah pentingnya dibutuhkan solidaritas kita.
Paling tidak minimal dengan bantuan doa, apalagi memasuki bulan Ramadhan. Doa-doa sesama muslim sangat diharapkan, terutama dalam doa-doa witir pada shalat tarawih, hendaknya umat Islam di Indonesia menyuarakan doa pada saat witir untuk mendukung perjuangan umat Islam di Suriah dan mendoakan mereka agar keluar dari kesulitan yang saat ini sedang terjadi.
Apalagi juga kemudian ditambah dengan perihnya kudeta militer yang ada di Mesir, ini juga menjadi daftar masalah bagi umat Islam, bahkan kemudian banyak umat Islam yang kemudian ditembaki oleh para tentara Mesir, ini semakin menambah derita umat Islam. Makanya, kita sebagai umat Islam harus punya satu kesadaran untuk memberikan solidaritas sesama kaum muslimin di seluruh dunia.
An-najah: Apakah ada korelasi antara putusnya hubungan diplomatik Mesir-Suriah dengan kudeta Mursi?
Saya kira sedikit banyaknya pasti ada, memang pihak oposisi (Mesir, red) sudah merancang gerakan massal, jauh sebelum adanya muktamar dan kita pun ketika datang itu sudah merasakan kekhawatiran warga mesir termasuk di antaranya warga Indonesia yang di sana atas kemungkinan terjadinya chaos yang ada di Mesir. Itu dikhawatirkan betul sejak sebelum muktamar.
Setelah muktamar, indikasi itu semakin menguat melihat hubungan Mursi yang sejalan dengan agenda umat Islam itu sangat dikhawatirkan oleh Barat, Yahudi, dan kelompok kelompok Anti-Islam di Mesir. Sehingga ketika kekuatan-kekuatan asing dan dalam negeri Mesir itu menyatu dan didukung oleh kekuatan militer terjadilah kudeta itu, dan yang paling dirugikan adalah umat Islam.
Apalagi kemudian, diperlakukan dengan cara yang sangat tidak manusiawi, dengan membantai rakyatnya sendiri, dengan cara-cara yang sangat sadis. Bahkan cara ini sangat mirip dengan genosida, melakukan pembantaian secara membabi buta.
Puluhan korban yang telah terbunuh dan ribuan yang telah terluka akibat perlakuan yang membabibuta seperti itu. Darah umat islam itu sangat mahal, tapi kenapa menjadi murah seperti itu. Makanya kita menolak tindakan itu.
An-najah: Bagaimana ustadz memandang kepemimpinan Mursi yang meraih maslahat di beberapa sisi, namun juga berjalan di atas bathilnya sistem demokrasi?
Sebenarnya perjuangan Ikhwanul Muslimin menaikkan Mursi adalah satu bentuk ijtihad, ijtihad pihak Ikhwanul Muslimin dan ulama kaum muslimin di Mesir yang juga didukung oleh kelompok salafi, bahkan mereka di sana memperoleh dukungan lebih dari separuh rakyat Mesir.
Ternyata, usaha yang luar biasa itu pada akhirnya mengalami kudeta, inilah pil pahit demokrasi. Ini menjadi bukti tambahan bahwa membela perjuangan umat Islam melalui cara demokrasi telah mengalami kegagalan sekian kali, termasuk yang terakhir dialami oleh Mursi.
Namun demikian, tentunya yang namanya ijtihad dalam upaya bentuk membela perjuangan umat Islam tidak boleh berhenti karena adanya hambatan, ancaman, bahkan kudeta seperti itu. Memang kalau kita melihat kepemimpinan Mursi masih dalam proses perjuangan dan usaha, tetapi sudah mulai nampak ke arah keberpihakan kepada pembelaan umat Islam yang itu tidak dikehendaki oleh Barat, kaum Yahudi serta kaum liberal yang ada di Mesir.
Saya langsung ketemu dengan penasehat Mursi, Dr. Yusri Ibrahim, yang merupakan sosok luar biasa dalam keberpihakannya terhadap urusan Islam dan kaum muslimin. Beliau punya ‘Haiah Syar’iyyah lil Huquq wal Ishlah’. Itu adalah forum gabungan seluruh gerakan Islam untuk bersama-sama memperjuangkan Islam. Dia bisa menyatukan semua itu, kan luar biasa itu.
Dan saya lihat gerakan Islam di Mesir jauh lebih dewasa dibanding gerakan Islam yang ada di Indonesia, Kita masih gontok-gontokan, ya paling tidak masih sama-sama kerja tapi belum bekerja sama menghasilkan sesuatu yang signifikan. Nah, ini yang kemudian harus kita koreksi di tengah tubuh kita dan mencoba untuk mengambil pelajaran dari semua peristiwa yang terjadi.
Harusnya, gerakan islam di Indonesia sudah mulai naik kelas supaya menjadi lebih matang melihat tantangan yang sangat besar bagi umat islam di indonesia maupun yang ada di luar.
An-najah: Bagaimana pendapat Ustadz mengenai Partai Salafi (Hizb An-Nur) di Mesir yang justru ikut kubu oposisi melengserkan Mursi?
Saya tidak tahu apa alasan politik yang diambil Partai An-Nur, tetapi dalam politik itu tidak ada kawan yang abadi, tetapi itu adalah cara yang keliru jika melihat dari politik Islam. Bolehlah kita melakukan siasat-siasat tetapi jangan sampai menyakitkan saudara, dalam kondisi saudara kita mengalami derita, jangan ditambah beban deritanya, harusnya kan kita kurangi jangan malah kita salah-salahkan.
Toh juga mereka ikut dalam mengantarkan Mursi menjadi presiden. Mungkin, karena melihat kondisi yang tidak kondusif sehingga dia akhirnya mengambil jalan lain. Padahal tidak seharusnya seperti itu.
Namun demikian kita hormati perbedaan pendapat di dalam politik itu adalah sesuatu hal yang wajar yang penting jangan sampai mengorbankan prinsip, jangan sampai mengorbankan persaudaraan yang sudah ada. Bolehlah kita berbeda pendapat tetapi jangan bermusuhan, barangkali itu yang paling pokok.
Intinya bahwa politik Islam itu berpihak bagi kemaslahatan bagi kebanyakan umat terutama mensejahterakan umat Islam dunia dan akherat, itulah tujuan politik Islam. Tapi kemudian kalau itu tidak terjadi bahkan malah pecah permusuhan, maka politik itu menjadi tercela.
(an-najah.net/arrahmah.com)