YERUSALEM (Arrahmah.id) – Menteri Keamanan Nasional sayap kanan “Israel” Itamar Ben-Gvir mengatakan pada Rabu (23/8/2023) bahwa hak keluarganya untuk bebas bergerak mengesampingkan hak warga Palestina – pernyataan tersebut dikecam oleh para kritikus sebagai pengakuan eksplisit apartheid “Israel”.
“Hak saya, hak istri dan anak-anak saya, untuk bepergian di jalan-jalan di Yudea dan Samaria lebih penting daripada hak bergerak bagi orang Arab,” kata Ben-Gvir di Channel 12 “Israel”, menggunakan nama Yudea dan Samaria untuk mengacu pada Tepi Barat yang diduduki.
Komentar tersebut muncul saat terjadi perdebatan sengit dengan jurnalis Channel 12 Mohammad Magadli.
“Maaf Mohammad,” lanjutnya, “tapi itulah kenyataannya. Itulah kenyataannya. Hak saya untuk hidup lebih penting daripada hak mereka untuk bergerak.”
Ucapan Ben-Gvir menuai kritik pedas, termasuk dari anggota MK Palestina Ahmad Tibi.
Menteri Israel Ben-Gvir secara terbuka mengakui keberadaan sistem apartheid yang diterapkan oleh Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat, sekaligus membelanya sebagai hak bagi warga Israel untuk menikmati kebebasan bergerak. #EndOccupation #FreePalestine pic.twitter.com/FsSDzuOs90
— Misi Negara Palestina di Irlandia (@IrePalestine) 24 Agustus 2023
“Untuk pertama kalinya, seorang menteri Israel mengakui secara langsung bahwa Israel menerapkan rezim apartheid berdasarkan supremasi Yahudi.”
Beberapa kelompok hak asasi manusia, termasuk Amnesty International, menuduh “Israel” melakukan “kejahatan apartheid” terhadap warga Palestina. Di Tepi Barat, warga Palestina menjadi sasaran pos pemeriksaan dan pembatasan pergerakan lainnya, serta pengawasan massal. Mereka yang tinggal di Gaza telah berada di bawah pengepungan “Israel” sejak 2007.
Ben-Gvir, seorang pemimpin pemukim Tepi Barat dan fanatik sayap kanan yang bertahun-tahun lalu dihukum karena mendukung kelompok teror Yahudi, sekarang menjabat sebagai menteri keamanan nasional “Israel” dan mengawasi kepolisian negara.
Ketua partai The Jewish Power ini juga memiliki sejarah membuat pernyataan rasis terhadap warga Palestina, dan didakwa lebih dari 50 kali di masa mudanya dengan tuduhan menghasut kekerasan atau ujaran kebencian.
Pada Rabu (23/8), Ben-Gvir juga menyatakan tujuannya untuk mengembalikan kebijakan pembunuhan “Israel” terhadap warga Palestina.
“Bukan rahasia lagi bahwa saya mendukung kembalinya pembunuhan, dan tidak memberikan uang kepada Otoritas Palestina,” katanya. (zarahamala/arrahmah.id)