JAKARTA (Arrahmah.com) – Simpang siur pemberitaan mengenai pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir atau yang biasa disebut Ustadz Abu masih mewarnai pemberitaan berbagai media di tanah air. Berita-berita yang menyudutkan Ustadz Abu seperti tidak cinta NKRI dan tidak taat Pancasila ikut dimunculkan dan diekspos oleh media-media arus utama.
Pagi ini (23/1/2019), redaksi arrahmah.com menerima pesan suara dari putra Ustadz Abu, Ustadz Abdul Rohim Ba’asyir atau yang dikenal dengan Ustadz Iim yang menjelaskan informasi terkini sekaligus meluruskan kesimpangsiuran pemberitaan.
Ustadz Iim mengatakan bahwa hari ini (23/1), Ustadz Abu sepertinya belum bisa dibawa pulang ke rumah karena belum ada keputusan dari pihak pejabat Lapas.
“Sampai tadi malam jam 12, saya konfirmasi kepada pejabat di LP, karena itulah pihak resmi yang selama ini berkomunikasi dengan pihak kami, kami tanyakan bagaimana keputusan soal Ustadz Ba’asyir, beliau menjawab bahwa dari LP juga masih menunggu keputusan dari pimpinan di atasnya,” ungkap Ustadz Iim.
“Dan jelas kalau begitu berarti kami berkesimpulan hari ini, Rabu tanggal 23, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir belum bisa untuk diizinkan pulang ke rumah,” lanjutnya.
Ustadz Iim juga menjelaskan mengenai polemik pembebasan murni dan pembebasan bersyarat yang ramai dibincangkan di berbagai media. Menurutnya, sejak awal, Prof. Yusril mengatakan akan mengusahakan pembebasan murni untuk Ustadz Abu dan akan melobi pihak-pihak terkait untuk kebijakan tersebut.
“Berangkat dari saat awal Prof Yusril membesuk Ustadz Abu, melihat kondisinya lalu kemudian beliau prihatin dengan kondisinya, lalu saat itu beliau mengatakan: ‘Ustadz saya akan mengusahakan semoga Ustadz Abu bisa bebas ke rumah’,” jelas putra Ustadz Abu yang menambahkan bahwa pada tanggal 18 Januari Prof. Yusril kembali membesuk Ustadz Abu, dan menyampaikan bahwa ia sudah berhasil melobi Presiden, Kapolri, kemudian Menkumham dan pihak-pihak terkait untuk memberikan kebebasan murni kepada Ustadz Abu, bukan bebas bersyarat.
“Kenapa ditekankan pembebasan murni? Karena pembebasan bersyarat mengharuskan Ustadz menandatangani berbagai surat-surat tertentu, dan Prof Yusril sudah memahami bahwa Ustadz memang tidak mau menandatanganinya, surat2 seperti itu,” lanjutnya.
“Jadi sama sekali tidak ada pembicaraan mengenai pembebasan bersyarat terkait masalah ini. Tidak ada sama sekali. Tetapi kemudian berkembang bahwa apa yang diberikan kepada Ustadz Abu adalah pembebasan bersyarat sehingga dipaksa untuk menandatangani surat-surat tertentu. Lalu kemudian dikembangkan isu di media bahwa Ustadz Abu tidak mau menandatanganinya.”
Pihak keluarga Ustadz Abu juga menegaskan bahwa hingga saat ini, Ustadz Abu belum pernah menerima surat untuk ditandatangani yang terkait dengan setia kepada NKRI, taat kepada Pancasila, dan sebagainya. Menurut mereka, pihak Lapas hanya memberikan surat pernyataan sebagai narapidana, yang memang biasanya diberikan kepada napi yang mau keluar dari penjara.
“Surat tersebut kurang lebih berbunyi bahwa napi bersedia untuk taat hukum dan tidak mengulangi perbuatan yang melanggar hukum,” ungkap Ustadz Iim.
“Ustadz Abu Bakar Ba’asyir merasa bahwasanya kalau bahasanya hanya taat hukum dan tidak melanggar hukum, itu kurang. karena hukum di negara ini masih ada hukum-hukum yang tidak taat dengan syariat Allah, tidak taat dengan hukum Islam, maka beliau tidak mau, karena ini berarti dalam keyakinan beliau bahwa itu berarti melanggar keyakinan atau aqidah agamanya yang mewajibkan seorang muslim taat hanya kepada hukum Allah subhanahu wata’ala. Maka beliau mengusulkan supaya dalam surat itu kata-kata taat hukum ditambahkan dengan ‘yang tidak bertentangan dengan agama Islam‘.”
Pihak pejabat Lapas masih mengonsultasikan penambahan kata-kata tersebut.
“Inilah yang sampai saat ini belum ada keputusan, apakah disetujui atau tidak kata-kata tersebut. Dan sampai pagi ini, surat tersebut belum kembali lagi ke Ustadz Ba’asyir dengan tambahan kata-kata yang diusulkan. Itu yang kami tunggu sejak tadi malam,” jelasnya.
Menurut Ustadz Iim, pihak keluarga sudah bertanya kepada para pengacara dan ahli hukum, dan mereka mengatakan bahwa sebenarnya penambahan kata-kata itu tidak masalah, karena Indonesia itu menghormati keyakinan dan agama rakyatnya.
“Jika usulan itu disetujui in syaa Allah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir akan siap untk menandatanganinya,” pungkasnya. (haninmazaya/arrahmah.com)