BRUSSELS (Arrahmah.com) – Pemerintah Belgia pada Selasa (15/6/2021) sepakat untuk mengakui perlakuan Cina terhadap Muslim Uighur di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR) sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan genosida.
Keputusan tersebut diambil setelah pemungutan suara pada Senin (14/6) terkait perlakuan Cina terhadap Muslim Uighur dan minoritas lainnya sama dengan pelanggaran HAM dan genosida di wilayah Xinjiang.
Pemungutan suara juga dilakukan oleh Senat Ceko, di mana hasil yang diperoleh 38-0, menunjukkan bahwa seluruh anggota Senat Ceko setuju apa yang dilakukan Cina terhadap Muslim Uighur merupakan bentuk pelanggaran HAM dan genosida.
Langkah yang diambil oleh kedua legislatif tersebut mengikuti langkah dari pemerintahan lainnya seperti Kanada, Inggris, Belanda, dan Lithuania.
Pemerintah AS pada Januari lalu juga telah menetapkan pelanggaran di Xinjiang sebagai bagian dari genosida, dan parlemen Jerman tengah melakukan penyelidikan atas tuduhan tersebut.
Pemungutan suara yang dilakukan Belgia, yang disetujui oleh komite parlemen hubungan luar negeri, akan dikonfirmasi pada rapat pleno 1 Juli mendatang. Selain itu, Belgia juga menyerukan pemeriksaan ulang mulai dari ekstradisi hingga investasi.
“Hari ini Parlemen Belgia telah menunjukkan sebuah tanda peringatan kepada dunia,” kata anggota parlemen Samuel Cogolati.
“Tidak ada alasan lagi untuk tidak bertindak,” kata Cogolati. “Tidak akan ada ‘bisnis seperti biasa’ dengan Cuna, sementara kamp-kamp penjara Uighur tetap dibuka.”
“Belgia mungkin negara kecil, tetapi kami dapat mengirim pesan yang jelas kepada dunia bahwa standar hak asasi manusia harus ditegakkan secara universal – untuk semua orang dimana saja,” ungkapnya.
Senada dengan Cogolati, Senator Ceko Pavel Fischer, yang mengepalai Aliansi Antar-Parlemen di Cina juga menyatakan bahwa Ceko tidak akan tinggal diam melihat kekejaman Cina atas Muslim Uighur dan minoritas lainnya.
“Kami tidak bisa tinggal diam sementara Pemerintah Cina melakukan penganiayaan paling brutal terhadap Uighur, Tibet, dan kelompok lain,” ujar Fischer.
Parlemen Ceko juga menyerukan pemerintah untuk melakukan boikot diplomatik terhadap Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022, menjadikannya negara ke-11 yang mengajukan inisiatif parlemen mengenai Olimpiade.
“Saya berharap semua negara demokratis akan menggunakan Olimpiade Musim Dingin Beijing untuk memberi sinyal kekuatan horor kita pada apa yang terjadi di Wilayah Uighur dan Tibet,” kata Fischer.
“Ini bukan tentang politik kecil,” katanya. “Ini tentang mencegah kekejaman skala industri. Setiap pemimpin politik yang menerima undangan ke pertandingan berisiko secara diam-diam memaafkan pelanggaran ini.”
Tidak ada reaksi langsung terhadap tindakan tersebut di situs web kedutaan besar Cina di Belgia dan Republik Ceko, atau oleh Kementerian Luar Negeri Cina di Beijing. (rafa.arrahmah.com)