AMSTERDAM (Arrahmah.id) – Pemerintah Belanda mengatakan bahwa “sejumlah” diplomat Rusia harus meninggalkan Belanda, menuduh Moskow mencoba menyelundupkan mata-mata ke negara yang menjadi rumah bagi institusi-institusi termasuk Mahkamah Pidana Internasional dan pengawas senjata kimia global.
Pengumuman pada Sabtu (18/2/2023) merupakan perubahan terbaru dalam perselisihan diplomatik antara kedua negara yang dimulai tak lama setelah invasi Rusia ke Ukraina hampir setahun yang lalu yang memicu perang di sisi timur Eropa.
“Meskipun Belanda telah melakukan berbagai upaya untuk mencari solusi, Rusia terus berusaha memasukkan perwira intelijennya ke Belanda dengan kedok diplomatik,” ujar Menteri Luar Negeri Belanda, Wopke Hoekstra, dalam sebuah pernyataan, lansir Al Jazeera.
“Kami tidak bisa dan tidak akan membiarkan hal itu terjadi.”
Dia menambahkan bahwa tetap “penting untuk menjaga agar kedutaan tetap terbuka sebagai saluran komunikasi, bahkan saat ini hubungan dengan Rusia lebih sulit dari sebelumnya”.
Di Moskow, kementerian luar negeri Rusia mengatakan akan menanggapi langkah tersebut, kantor berita RIA melaporkan.
Para diplomat Rusia diberi waktu dua minggu untuk meninggalkan negara itu. Sebuah kantor perdagangan Rusia di Amsterdam diperintahkan untuk ditutup pada Selasa.
Pemerintah mengatakan bahwa mereka telah memutuskan untuk membatasi jumlah diplomat di kedutaan besar Rusia di Den Haag untuk menyamai jumlah diplomat yang ada di kedutaan besar Belanda di Moskow.
Selain menuduh Rusia berusaha menempatkan mata-mata di Belanda, pemerintah juga mengatakan bahwa Moskow menolak memberikan visa kepada para diplomat Belanda untuk bekerja di konsulat dan kedutaan besar Belanda di Sankt Peterburg.
Pemerintah Belanda mengatakan akan menutup konsulatnya di Sankt Peterburg.
Tak lama setelah Rusia menginvasi Ukraina, pemerintah Belanda mengusir 17 perwira intelijen Rusia. Rusia membalas dengan mengusir 15 diplomat Belanda.
Tidak ada komentar langsung dari Moskow. (haninmazaya/arrahmah.id)