AMSTERDAM (Arrahmah.com) – Pemerintah Belanda menyatakan pada hari Rabu (21/12/2011) bahwa pihaknya akan mempelajari kasus penyembelihan binatang tanpa harus melanggar tradisi yang ada pada agama Islam dan Yahudi. Meski demikian, Belanda berjanji tidak akan mengeluarkan pelarangan praktek yang memicu kekhawatiran para aktivis hak asasi binatang.
Belanda akan menunjuk sebuah komisi untuk menyusun kebijakan ketat dalam mengawasi tradisi pemotongan hewan yang diklaim oleh aktivis hewan sebagai ‘pembantaian’ menyusul kebuntuan politik di parlemen Belanda.
Awal tahun ini, majelis rendah Belanda telah menyetujui larangan atas metode memotong tenggorokan hewan tanpa membius hewan terlebih dahulu. Setelah muncul sejumlah perdebatan bahwa larangan itu akan melanggar kebebasan beragama, maka kebijakan ini pun akhirnya digugat dan dibawa ke majelis tinggi bulan ini.
Wakil Direktur Departemen Pertanian Belanda, Henk Bleker, mengatakan komisi akan menyusun standar penyembelihan, mulai dari aturan mengenai cara penyembelihan hingga pelatihan bagi para penyembelih.
Tidak sedikit yang menilai bahwa kasus ini didasari oleh motif politik sejumlah kalangan hingga partai anti-Islam yang selama ini mendominasi kebijakan Belanda.
Namun, partai-partai politik Kristen menentang opini yang dibawa oleh para pengusung anti-kurban itu. Muncul sikap yang cukup mencengangkan kalangan sekuler Belanda bahwa partai-partai Kristen saat ini sudah mulai peduli terhadap hak-hak kaum minoritas, termasuk hak-hak kaum Muslim.
Muslim, yang sebagian besar merupakan imigran dari Turki dan Maroko, mewakili sekitar 1 juta dari populasi Belanda yang totalnya berjumlah 16 juta.
Banyak perdebatan yang berkembang selama beberapa tahun ini mengenai tradisi kurban yang dilakukan oleh kaum Muslim tiap tahunnya. Orang-orang tersebut mengklaim bahwa kurban adalah salah satu bentuk penyiksaan terhadap hewan. (althaf/arrahmah.com)